Senin, 20 Mei 2024

Banjir Insentif Bikin Tiket Murah

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Aturan teknis mengenai penurunan harga tiket pesawat urung diumumkan, Kamis (4/7). Pengumuman tersebut dilakukan Senin (8/7) pekan depan setelah rapat koordinasi antara pemerintah dan pelaku industri penerbangan. Sebelumnya, pemerintah menargetkan maskapai berbiaya rendah (LCC) domestik bisa menurunkan harga tiket pesawat hingga 50 persen di bawah tarif batas atas (TBA).

Tiket yang tarifnya turun itu terbatas hanya beberapa persen dari total seat yang ada dan hanya berlaku untuk jam penerbangan pada pukul 10.00–14.00 waktu setempat. Penurunan tersebut dilakukan dengan cara cost sharing mulai maskapai penerbangan, pengelola bandara, Pertamina, hingga Airnav.

Yamaha

Sekretaris Menko Perekonomian Susiwijono mengatakan, pembahasan teknis rencana penurunan harga tiket sudah dilakukan dalam rapat yang dilakukan tiga hari terakhir. Namun, masih ada beberapa perhitungan yang perlu dibahas lebih lanjut. ’’Saat ini kami belum bisa menyampaikan hasil pembahasan teknis,’’ ucap Susi seperti diberitakan, Jumat (4/7).

Baca Juga:  Targetkan RI Jadi Pusat Industri Halal Dunia dan Fesyen

Sebelumnya, sebagai upaya untuk menurunkan harga tiket pesawat, pemerintah memberikan kemudahan berupa penghapusan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk sewa pesawat.

Direktur Ekskutif Center for Indonesia Taxation (CITA) Yustinus Prastowo mengungkapkan, jika ingin meringankan maskapai penerbangan, pemerintah masih bisa memberikan insentif yang lain. Yaitu, pembebasan pajak-pajak terkait spare part pesawat.

- Advertisement -

Menurut pria yang kerap disapa Pras itu, spare part pesawat dikenakan beberapa jenis perpajakan. Antara lain, pajak penghasilan (PPh) pasal 22 impor, PPN, dan bea masuk atas barang impor.

Secara umum, tarif PPN dikenakan 10 persen. Lalu, PPh impor berkisar 2,5–7,5 persen, bergantung jenis barang yang diimpor. Sedangkan bea masuk barang impor secara umum berkisar 0-40 persen, bergantung kepada barang yang diimpor.

- Advertisement -
Baca Juga:  Perumdam Tirta Siak Minta Pelanggan Manfaatkan Diskon

’’Kalau sewa pesawat, pembayaran pajaknya kan hanya sekali. Kalau spare part, itu kan berkali-kali transaksinya karena terkait maintenance. Jadi, itu juga akan efektif menekan biaya yang dikeluarkan maskapai,’’ ujarnya.

Terkait penundaan penurunan PPh badan yang sebelumnya ditargetkan tahun ini, Pras menyarankan bisa diantisipasi menggunakan omnibus law. Omnibus law adalah UU yang mengubah pasal-pasal tertentu dalam beberapa UU sekaligus.(rin/res/c4/oki/jpg)
Editor: Eko Faizin

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Aturan teknis mengenai penurunan harga tiket pesawat urung diumumkan, Kamis (4/7). Pengumuman tersebut dilakukan Senin (8/7) pekan depan setelah rapat koordinasi antara pemerintah dan pelaku industri penerbangan. Sebelumnya, pemerintah menargetkan maskapai berbiaya rendah (LCC) domestik bisa menurunkan harga tiket pesawat hingga 50 persen di bawah tarif batas atas (TBA).

Tiket yang tarifnya turun itu terbatas hanya beberapa persen dari total seat yang ada dan hanya berlaku untuk jam penerbangan pada pukul 10.00–14.00 waktu setempat. Penurunan tersebut dilakukan dengan cara cost sharing mulai maskapai penerbangan, pengelola bandara, Pertamina, hingga Airnav.

Sekretaris Menko Perekonomian Susiwijono mengatakan, pembahasan teknis rencana penurunan harga tiket sudah dilakukan dalam rapat yang dilakukan tiga hari terakhir. Namun, masih ada beberapa perhitungan yang perlu dibahas lebih lanjut. ’’Saat ini kami belum bisa menyampaikan hasil pembahasan teknis,’’ ucap Susi seperti diberitakan, Jumat (4/7).

Baca Juga:  Toyota Gelar Kompetisi Pemrograman Digital

Sebelumnya, sebagai upaya untuk menurunkan harga tiket pesawat, pemerintah memberikan kemudahan berupa penghapusan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk sewa pesawat.

Direktur Ekskutif Center for Indonesia Taxation (CITA) Yustinus Prastowo mengungkapkan, jika ingin meringankan maskapai penerbangan, pemerintah masih bisa memberikan insentif yang lain. Yaitu, pembebasan pajak-pajak terkait spare part pesawat.

Menurut pria yang kerap disapa Pras itu, spare part pesawat dikenakan beberapa jenis perpajakan. Antara lain, pajak penghasilan (PPh) pasal 22 impor, PPN, dan bea masuk atas barang impor.

Secara umum, tarif PPN dikenakan 10 persen. Lalu, PPh impor berkisar 2,5–7,5 persen, bergantung jenis barang yang diimpor. Sedangkan bea masuk barang impor secara umum berkisar 0-40 persen, bergantung kepada barang yang diimpor.

Baca Juga:  Telkom dan Kemendag Persiapkan Startup Gim Lokal

’’Kalau sewa pesawat, pembayaran pajaknya kan hanya sekali. Kalau spare part, itu kan berkali-kali transaksinya karena terkait maintenance. Jadi, itu juga akan efektif menekan biaya yang dikeluarkan maskapai,’’ ujarnya.

Terkait penundaan penurunan PPh badan yang sebelumnya ditargetkan tahun ini, Pras menyarankan bisa diantisipasi menggunakan omnibus law. Omnibus law adalah UU yang mengubah pasal-pasal tertentu dalam beberapa UU sekaligus.(rin/res/c4/oki/jpg)
Editor: Eko Faizin
Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari