JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Keputusan Amerika Serikat dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization/NATO) melakukan embargo terhadap pasokan energi dari Rusia berdampak pada kenaikan Harga Batu bara Acuan (HBA). Per April, HBA tercatat menjadi 288,40 dolar AS per ton.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi menuturkan, sanksi embargo energi merupakan buntut dari masih memanasnya konflik Rusia-Ukraina. "Harga komoditas batu bara global pun ikut terpengaruh sehingga HBA di bulan ini melonjak siginifikan hingga 41,5 persen dari Maret yang mencapai sebesar 203,69 dolar AS per ton," katanya di Jakarta, Selasa (5/4).
Agung melanjutkan, pulihnya aktivitas perekonomian seiring meredanya pandemi Covid-19 di sejumlah negara juga turut mendongkrak tingginya permintaan batu bara global. "Konsumsi listrik Tiongkok yang tinggi patut diperhitungkan sebagai faktor utama ketetapan HBA," imbuhnya.
Di samping itu, pemerintah juga menetapkan HBA domestik khusus kelistrikan sebesar 70 dolar AS per ton dan 90 dolar AS per ton diperuntukkan kebutuhan bahan bakar industri semen dan pupuk.Agung menyebutkan, kebijakan itu bertujuan untuk menjaga daya saing industri domestik.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo) Anggawira mengatakan bahwa prospek saham-saham batu bara dalam jangka pendek sangat bagus. Lantaran adanya efek ganda dari invasi Rusia ke Ukraina.
Kondisi itu seharusnya dapat dijadikan momentum, terutama bagi seluruh pemasok batu bara, untuk penguatan harga dan meningkatkan produktivitas. " Negara juga mendapatkan PNBP (penerimaan negara bukan pajak) meningkat," ujarnya.
Keuntungan lainnya, aktivitas ekspor batu bara perusahaan tambang RI diperkirakan tidak akan terganggu. Sebab, 98 persen pasar menyasar Asia Pasifik. "Dengan adanya situasi ini, pasti akan ada kekosongan yang tidak bisa di penuhi untuk permintaan batu bara secara global. Dan hal ini harus di eksplorasi untuk meningkatkan ekspor," bebernya.
Tapi, dia juga mengingatkan kebutuhan batu bara dalam negeri harus tetap terpenuhi. Terutama, memastikan keterjangkauan hasil produksi industri bagi masyarakat.
Terpisah, pengamat ekonomi dan energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi memandang, kenaikan harga batu bara yang tinggi bisa membawa sentimen positif. Salah satunya yakni bisa dimanfaatkan pemerintah sebagai sumber pendapatan negara. Terutama untuk menekan defisit yang harus dibayarkan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan BBM domestik. "Bisa dijadikan solusi jangka pendek bagi pemerintah untuk menambal kebutuhan dana memenuhi kebutuhan energi dan bahan bakar minyak di dalam negeri," tuturnya.
Dia menyebutkan, di tengah tingginya harga minyak mentah dunia yang berkontribusi pada tingginya defisit produk migas, maka industri batu bara ini bisa sangat membantu. "Momentum ini perlu dimanfaatkan," katanya.(dee/agf/dio/esi)