JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Mekanisme pelunasan utang melalui supply chain financing (SCF) bagi rumah sakit yang mengalami masalah keuangan karena tunggakan atas klaim BPJS Kesehatan dianggap tidak menyelesaikan masalah. Bahkan mekanisme ini dinilai tidak layak, meski hanya untuk sementara.
“SCF secara filosofis sangat tidak layak dijadikan solusi. Bahkan solusi sementara sekalipun,” ujar anggota Dewan Jaminan Sistem Nasional (DJSN), Ahmad Anshori kepada JawaPos.com, Kamis (3/4).
Menurut Ahmad, dana talangan pelunasan klaim BPJS Kesehatan yang berasal perbankan ini akan menyulitkan rumah sakit. Terlebih kebijakan dan kondisi rumah sakit tidak sama.
Ahmad menambahkan, bagi rumah sakit, SCF tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi rumah sakit agar mendapatkan dana talangan.
“Untuk pinjaman ke bank memerlukan BI checking yang menelisik record perbankan individu pengurus (komisaris dan direksi rumah sakit), tidak sederhana,” kata dia.
Pengamat dari BPJS Watch, Timboel Siregar mengatakan, persyaratan dari bank untuk mendapatkan talangan menyulitkan pihak rumah sakit. Ia menyarankan agar BPJS Kesehatan yang meminjam dana talangan dari perbankan kemudian dibayarkan untuk melunasi tunggakan klaim ke rumah sakit.
“Dengan BPJS yang meminjam maka denda satu persen dapat dihemat. Tetapi memang BPJS tak bisa meminjam karena BPJS dilarang melakukan transaksi derivatif seperti pinjamam ke bank,” sambung Timboel.
Catatan BPJS Watch menunjukkan tunggakan BPJS Kesehatan ke rumah sakit setiap bulannya terus meningkat. Dari sebesar Rp 5, 3 triliun per April 2019 naik menjadi sebesar Rp 9,23 triliun pada Juni 2019.
Kemudian naik lagi secara signifikan menjadi Rp 13 triliun pada akhir Agustus 2019. Dengan kondisi ini cash flow rumah sakit menjadi terganggu, termasuk pada pelayanan ke pasien JKN.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal