BANDUNG (RIAUPOS.CO) — Pemerintah belum juga menerbitkan secara resmi aturan pajak untuk sektor otomotif. Namun, ke depan arah kebijakan tersebut dipastikan mendukung mobil ramah lingkungan. Terutama mobil yang menggunakan teknologi baru seperti mobil listrik (moblis).
Rencananya, pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) mobil low-cost green car (LCGC) dikenai 3 persen. Saat ini LCGC yang masih menghasilkan emisi tidak dikenai pajak. Namun, jika nanti PPnBM dikenai dengan menggunakan dasar cc, LCGC harus dikenai pajak. Meski namanya green car atau kendaraan hemat energi dan harga terjangkau (KBH2).
Teknologi listrik yang tidak menghasilkan emisi turut menjadi pertimbangan pemerintah dalam menentukan pajak. ”Kalau batas cc dan emisi yang kena tarif, ada juga LCGC. Karena sekarang (mobil) listrik, maka itu fokus kami,” kata Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu Arif Yanuar saat diskusi bersama wartawan, kemarin (31/7).
Pajak untuk kendaraan listrik itu terus didiskusikan bersama pelaku industri. Hal tersebut dilakukan agar Indonesia mampu menjadi produsen mobil listrik yang berkualitas. Dengan demikian, insentif fiskal untuk produksi kendaraan ramah lingkungan harus terus didorong agar Indonesia bisa menjadi salah satu leader di pasar ekspor mobil listrik ke depan.
Aturan pajak mobil listrik saat ini sudah ditandatangani pemerintah. Namun, pengundangannya belum dilakukan sehingga industri juga masih harus menunggu. Menurut Arif, dalam penentuan pajak, koordinasi selalu dilakukan pemerintah dan pengusaha. Bukan hanya pajak untuk mobil listrik, melainkan juga mobil berbahan bakar minyak maupun hybrid. ”Kami coba mendengar masukan seperti apa industri kendaraan sekarang ini dan bagaimana mengklasternya,” ucap Arif.
Selain merancang tarif pajak otomotif, pemerintah mempermudah administrasi penyampaian surat pemberitahuan (SPT). Wajib pajak badan selama ini mengurus beberapa SPT untuk jenis pajak yang berbeda-beda. Ke depan, pemerintah akan melakukan simplifikasi pengurusan SPT dengan penyampaian satu SPT saja.
Simplifikasi itu akan mulai dilakukan tahun depan. Sebagai pilot project, BUMN-lah yang pertama kali mendapatkan kemudahan itu. Salah satu BUMN yang sudah siap menerima simplifikasi tersebut adalah PT Pertamina. ”Saat ini kami masih dalam persiapan. Dalam proses ini, kami dibantu Pertamina untuk penggabungan sistem, makanya Pertamina akan jadi pilot project,” timpal Direktur Transformasi Proses Bisnis DJP Kemenkeu Hantriono Joko Susilo.(rin/c12/oki/jpg)
Editor: Arif Oktafian