JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Aksi unjuk rasa mahasiswa dan masyarakat yang menolak pengesahan revisi UU KPK dan RUU KUHP terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Selain menolak pengesahan UU tersebut, mereka pun turut menolak pengesahan RUU Pemasyarakatan, Ketenagakerjaan, serta RUU Pertanahan.
Gelombang unjuk rasa ini dipicu lantaran undang-undang baru tersebut dinilai memuat sejumlah aturan dan pasal bermasalah. Sekitar 2.000 mahasiswa di DKI Jakarta pun turut menggelar aksi di depan Gedung DPR RI.
Koordinator Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Fuad menuturkan pihaknya menolak disahkannya UU KPK dan RKUHP yang saat ini ditunda pemerintah. Dia meminta Presiden Joko Widodo untuk membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
“Menolak disahkannya RUU KUHP dan revisi UU KPK. Kemudian segera membuat Perppu untuk membatalkan aturan (UU KPK) tersebut,” kata Fuad kepada JawaPos.com, Senin (23/9).
Selain itu, para mahasiswa juga menuntut pemerintah untuk membatalkan sejumlah pasal-pasal kontroversial. Sebab pasal-pasal tersebut dinilai tidak masuk dakam program legislasi nasional (Prolegnas).
“Pemerintah dan DPR terkesan tergesa-gesa dan ada unsur kepentingan,” sesal Fuad.
Selain itu, aksi bertajuk Gejayan Memanggil diikuti dari berbagai kampus yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Mereka beekumpul di bundaran Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan berbagai almamaternya.
Dalam aksinya, gelombang massa yang terdiri dari mahasiswa, masyarakat dan pelajar SMA terdapat tujuh tuntutan. Pertama, mereka mendesak penundaan untuk melakukan pembahasan ulang terhadap pasal-pasal yang bermasalah dalam RKUHP.
“Mendesak pemerintah dan DPR untuk merevisi UU KPK yang baru saja disahkan dan menolak segala bentuk pelemahan terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia,” ucap humas Aliansi Rakyat Bergerak, Syahdan.
Selain itu, mereka menuntut negara untuk mengusut dan mengadili elite-elite yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan di beberapa wilayah di Indonesia, serta menolak pasal-pasal bermasalah dalam RUU Ketenagakerjaan yang tidak berpihak pada pekerja.
“Mendorong proses demokratisasi di Indonesia dan menghentikan penangkapan aktivis di berbagai sektor,” tegasnya.
Hal serupa juga terjadi di Balikpapan, Kalimantan Timur, aksi demonstrasi itu diikuti sejumlah organisasi ekstra kampus. Mereka mendesak Presiden Jokowi untuk menebitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) tentang KPK.
Selain menyampaikan orasi, aksi unjuk rasa juga diwarnai sejumlah poster dan spanduk untuk menyelematkan kinerja KPK. Poster dan spanduk di antaranya bertuliskan ‘Selamatkan KPK’, ‘Demokrasi Dikorupsi’, dan ‘Demokrasi Mati Suri’.
Untuk diketahui, revisi UU KPK disahkan DPR bersama Pemerintah pada Selasa (17/9) lalu. Proses pembahasan revisi UU KPK dilakukan sangat singkat, karena hanya memakan waktu 12 hari masa pembahasan tanpa menundang internal KPK. Padahal UU tersebut tidak termasuk dalam Prolegnas.
DPR RI rencananya akan mengesahkan RUU KUHP pada 24 September 2019 mendatang. Namun luasnya penolakan terhadap RKUHP membuat Presiden meminta DPR untuk menundanya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal