JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Berdasarkan hasil Population Viability Analysis badak sumatera tahun 2015, saat ini populasinya diperkirakan kurang dari 80 ekor. Spesies badak yang sebagian besar berada di kawasan konservasi di TN Way Kambas, TN Bukit Barisan Selatan, Kawasan Ekosistem Gunung Leuser dan sebagian kecil di Pulau Kalimantan, terutama di wilayah Kabupaten Kutai Barat dan Mahakam Ulu, mendesak untuk diselamatkan.
Sebagai upaya menyelamatkan populasi badak sumatera Pemerintah Indonesia dengan didukung mitra kerja telah menyusun Rencana Aksi Darurat (RAD) / Emergency Action Plan (EAP) Penyelamatan Populasi Badak Sumatera 2018-2021 (SK Dirjen KSDAE no. SK 421/KSDAE/SET/KSA.2/XII/2018 tanggal 6 Desember 2018). RAD ini sebagai langkah strategis, mendesak, revolusioner dan prioritas tinggi untuk menyelamatkan badak sumatera dari kepunahan mengingat saat ini jumlah populasinya kecil, laju perkembangbiakan yang rendah, adanya populasi yang terisolir, populasi yang tidak viable, serta tingginya ancaman perburuan dan kehilangan habitat.
"Badak merupakan anugerah dari Tuhan, kita harus bertanggung jawab atas anugerah ini, KLHK sudah bekerja sangat keras di lapangan, kita sudah bekerjasama dengan para pihak, dari perguruan tinggi, Pemda, masyarakat pemerhati dan LSM," ujar Direktur Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial (BPEE), Tandya Tjahjana mewakili Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) sebagai narasumber dalam Diskusi Publik di TVRI, Jakarta, (20/9/2019).
Tandya pun menambahkan jika tanpa adanya intervensi perlindungan badak sumatera oleh manusia, maka kepunahan badak sumatera menjadi sesuatu yang tidak bisa dihindari. Jika kepunahan ini terjadi akan menjadi catatan buruk generasi kita untuk generasi selanjutnya.
Untuk itu KLHK siap mendukung dan selalu bersedia menjadi bagian dari konservasi badak, dan KLHK yakin mampu untuk mengembangkan badak kedepan karena badak sumatera bukan hanya milik Indonesia , namun juga asyarakattt internasional.
"Level tapak adalah kuncinya, seberapapun kita lakukan seminar tapi jika pemahaman terhadap kondisi di level tapak tidak baik, akan sia sia," imbuh Tandya.
Sementara itu narasumber lain dari Perwakilan Sumatran Rhino Rescue Alliances, Anwar Purwoto menyambut baik terbitnya RAD badak sumatera. Karena berdasarkan data, secara internasional badak sumatrea dikategorikan satwa yang sangat kritis dan harus dilindungi, jika tidak ada campur tangan manusia untuk melindungi, maka badak sumatera akan punah.
Anwar pun meminta dalam penyelamatan atau konservasi badak sumatera ini semua pihak harus terlibat, dari Pemerintah Pusat hingga Pemerintah Daerah, Aktivis, LSM, Akademisi hingga masyarakat harus dilibatkan.
Selanjutnya dari sisi keilmuan, Ahli Badak Institut Pertanian Bogor, Muhammad Agil yang juga narasumber diskusi menyatakan bahwa setelah dokumen RAD sudah jadi, maka tinggal bagaimana kita menghasilkan anak-anak badak baru dari proses intervensi manusia dalam pengembangbiakan badak sumatera.
Dirinya pun menegaskan jika sudah harus menjadi perhatian bersama bahwa kehilangan badak sumatera itu berarti kehilangan satu genus, ini sangat luar bisa besar kehilangannya. Maka dalam konservasi badak yang paling penting kita bisa menghasilkan anak anak badak baru.
Pendekatan Teknologi disebutnya bisa menjadi salah satu kunci pengembangbiakan badak sumatra, karena di alam kondisinya sudah menurun untuk berkembangbiak, juga karena jumlahnya semakin sedikit.
Terakhir Bupati Aceh Timur H. Hasballah HM. Thaib yang juga hadir pada diskusi tersebut menyatakan komitmennya mendukung konservasi badak sumatera dengan memberikan lahan seluas 7.500 ha di Aceh Timur. Dirinya sangat bersemangat untuk membantu konservasi badak sumatera. Karena dengan berhasilnya pembangunan lokasi konservasi gajah di lahan tersebut dapat menjadi media untuk menanamkan kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian hutan dan satwa di dalamnya, serta sebagai media edukasi kepada masyarakat bahwa perburuan badak sumatera merupakan tindakan ilegal serta ada konsekuensi hukumnya.
RAD akan dilaksanakan dalam jangka waktu 3 tahun dan merupakan bagian dari Strategi Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Badak Indonesia 2018-2028 yang akan disusun untuk 7 tahun berikutnya dengan memasukkan kegiatan perlindungan dan pengelolaan habitat, kebijakan pusat dan daerah, pendanaan, pengembangan teknologi reproduksi badak sumatera.
Dokumen RAD tersebut merupakan acuan pelaksanaan program konservasi Badak di daerah yang disusun secara multipihak bersama mitra/NGO, swasta dan Pemerintah Daerah. Untuk itu dalam rangka implementasi dan tercapainya tujuan maka Rencana Aksi Darurat akan segera disosialisasikan di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota dan Kelompok Masyarakat yang berdekatan dengan lokasi penyelamatan Badak Sumatera.
Tujuan Rencana Aksi Darurat ini adalah untuk menyelamatkan badak sumatera di Sumatera (Leuser, Barisan Selatan dan Way Kambas) dan di Kalimantan Timur (Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten Mahakam Ulu) melalui upaya penggabungan badak-badak yang terisolasi dengan menempatkannya ke dalam sarana conservation breeding untuk penambahan jumlah individu-individu badak baru yang kelak di kemudian hari akan dilepasliarkan kembali (re-introduksi) ke habitat alaminya apabila populasinya sudah viable, serta pembangunan dan pengelolaan suaka (sanctuary) perlindungan badak di Sumatera dan Kalimantan sebagai upaya pelestarian jenis badak sumatera.
Diskusi Publik ini bertema "Selamatkan, Lindungi, Tingkatkan Populasi Badak Sumatera-Indonesia". Diskusi ini diselenggarakan dalam rangka Peringatan Hari Badak Sedunia 2019 yang diperingati setiap tanggal 12 September.(ADV)