(RIAUPOS.CO) – Rencana penambahan pimpinan MPR melalui revisi Undang-Undang MD3 mendapat sorotan tajam dari publik. Perubahan UU itu hanya untuk bagi-bagi kekuasaan di parlemen. Sebenarnya, untuk amandemen UUD tidak perlu ada penambahan pimpinan.
Pengamat Politik Ujang Komarudin mengatakan, penambahan 10 pimpinan MPR adalah bentuk permainan kekuasaan yang dilakukan para elite, baik di legislatif maupun eksekutif. "Untung bagi elite, tapi buntung bagi rakyat," terang dia kepada JPG, kemarin (6/9). Jadi, rakyat lah yang jadi korban.
Menurut dia, jika revisi UUMD3 untuk menambah pimpinan MPR itu merupakan inisiatif DPR, maka kemungkinan besar pemerintah sudah sepakat dengan rencana itu. DPR dan pemerintah bisa saja sudah membuat kesepakatan untuk menambah jumlah pimpinan MPR menjadi 10 orang.
Jadi, kemungkinan besar pemerintah akan menyetujui revisi undang-undang tersebut. Apalagi, kata dia, partai politik pendukung pemerintah juga menginginkan kursi di pimpinan MPR. Walaupun perolehan suara mereka kecil, lanjutnya, dengan penambahan itu, mereka akan tetap mendapat jatah pimpinan.
Pengajar di Universitas Al-Azhar Indonesia itu mengatakan, penambahan itu jelas akan membenahi keuangan negara. “Itu lah yang disebut alite untung,” jelasnya. Sebab, mereka akan mendapatkan banyak kemewahan, seperti fasilitas mobil dinas, rumah dinas, perjalanan dinas, dan fasilitas lainnya.
Tentu, lanjut dia, semua fasilitas tersebut memerlukan anggaran cukup besar. Maka, kata dia, tidak heran jika mereka berebut ingin menjadi pimpinan MPR. Banyak kemewahan yang akan mereka nikmati. "Rakyat hanya bisa mengelus dada saja," ungkap dia.
Ujang menambahkan bahwa sebenarnya tidak ada pengaruhnya antara penambahan pimpinan MPR dengan rencana amandemen UUD. Sebab, tanpa ditambah pun, pimpinan MPR tetap bisa melakukan amandemen. Jadi, mereka hanya mencari alasan saja dalam melakukan revisi UUMD3.
Yang jelas, tutur Ujang, penambahan pimpinan MPR hanya untuk bagi-bagi kekuasaan. Supaya semua fraksi di parlemen mendapatkan kursi pimpinan. Mereka mengkavling jabatan masing-masing di parlemen. “Semua ingin dapat jabatan. Caranya ditambahkan jumlah pimpinan,” terangnya.
Masinton Pasaribu, anggota Baleg DPR RI mengatakan, Indonesia merupakan negara gotong royong. Dengan penambahan pimpinan, maka semua fraksi bisa bersama-sama membahas kepentingan bangsa. (lum/jpg)
Laporan JPG, Jakarta