PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Sidang perkara tindak pidana korupsi (tipikor) dengan terdakwa mantan Lurah Tirta Siak Aris Nardi digelar di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru dengan agenda pemeriksaan saksi, Senin (13/6). Pada sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Dahlan SH MH tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi Pran dan Junaida alias Cece.
Sidang berjalan lancar sampai Cece dipanggil untuk dikonfrontir bersama saksi Pran dan terdakwa dalam kasus gratifikasi ini. Hakim menilai saksi Cece memberikan keterangan tidak konsisten dan dinilai berbohong. Hingga Hakim Ketua Dahlan memerintahkan JPU untuk mengumpulkan bukti percakapan ketiganya melalui telepon.
Saat wartawan memasuki ruangan sidang, saksi Pran sedang diperiksa. Dalam kesaksiannya, Pran datang menjelang Magrib ke kantor lurah, karena lurah sulit ditemui pada jam kerja. Saat itu dirinya menitipkan uang sebesar Rp3,5 juta, uang yang diduga gratifikasi untuk memuluskan urusan pengurusan surat tanah. Pran dalam kesaksiannya mengaku ditekan oleh terdakwa agar memberikan uang tersebut.
"Ini mau diurus apa tidak, saya ditekan, pas mau penyerahan uangnya (terdakwa mengatakan, red) ''payah kali Pran ini'' kata Frans yang juga mengaku dalam persidangan baru sekali mengurus tanah.
Menanggapi keterangan saksi, terdakwa sempat menyebutkan keterangan dari Pran itu tidak jujur dan tidak benar. Termasuk tentang uang Rp3,5 juta, yang juga menurut terdakwa, dirinya tidak pernah meminta.
"Itu tidak ada. Itu rekayasa," ungkap terdakwa menanggapi kesaksian Pran.
"Jadi saudara juga tidak ada mendorong Cece (saksi, red) untuk ambil uang?" tanya hakim.
"Tidak ada yang mulia," jawab terdakwa langsung.
Mendengar bantahan tersebut, Hakim Dahlan langsung memerintahkan Junaidah alias Cece untuk masuk ruang sidang untuk dikonfrontir. Saat dikonfrontir, Cece awalnya mengaku rumahnya dekat dengan rumah terdakwa. Saksi Cece juga mengaku tidak kenal saksi Pran, baru kenal ketika yang bersangkutan datang ke kantor lurah.
"Dia titip uang itu tanggal 22 September 2021. Dia datang ke kantor lurah pas Magrib. Dia datang menggedor rumah saya untuk menitip uang itu. "Ce, ini titip buat Pak Lurah’’, tiba-tiba buser masuk, saya dijebak. Saya dititip, tiba-tiba saya disergap," cerita Cece di hadapan hakim.
Mendengar keterangan saksi, Hakim Dahlan heran. Pasalnya di awal keterangannya Cece mengaku tidak kenal, tetapi ketika dititip uang sampai Rp3,5 juta mau menerima titipan tersebut.
"Nggak kenal kok mau terima uang? Emang kamu kenal (saksi). Tidak kenal tapi nerima. Memang ibu yakin lurah (terdakwa, red) mau terima?" tanya Hakim Dahlan lagi.
Ketika ditanya demikian, Cece mengaku kenal dengan orang tua, nenek dan tante dari saksi Pran. Hakim Dahlan yang heran bertanya lagi. Menurutnya, Cece tidak kenal saksi Pran, tapi bisa kenal dengan keluarganya. Cece mengaku kepada hakim bahwa dirinya sekitar 2004 lalu pernah mengontrak rumah milik orang tua saksi Pran.
Tidak puas dengan keterangan saksi, akhirnya Hakim Dahlan membuka kembali Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi Cece. Keterangan saksi kepada penyidik kemudian dibacakan hakim dalam sidang tersebut.
"Sesuai dengan penjelasan kepada penyidik, pengurusan biaya surat tanah SKGR Pak Lurah Rp3,5 juta. Kemudian disampaikan lurah, "Ce, nanti ada Pran titip surat tanah. Ini dalam BAP, Lurah sempat bertanya lagi, apa Pran sudah ada titip, ‘belum pak’ dijawab. Keterangan ini kamu komunikasi terus sama lurah. Tanggal 18, 19, pernah kalian komunikasi, tanggal 22 komunikasi lagi," cecar Hakim Dahlan.
Mendengar hal itu, Cece mengaku tidak pernah memberikan keterangan seperti dibacakan majelis hakim dalam BAP-nya. Hakim Dahlan lalu memanggil saksi agar melihat sendiri BAP tersebut.
Setelah itu, hakim merasa saksi Cece berbohong, hingga langsung memerintahkan JPU agar meminta rekaman percakapan antar pihak-pihak yang berkaitan dalam perkara tersebut. Menurut hakim, bila rekaman percakapan telepon sudah didapatkan, tidak ada lagi yang bisa berbohong di persidangan kasus ini.
"Ini majelis hakim yang perintahkan, Penuntut Umum perlu surat apa untuk meminta rekaman itu, saya keluarkan. Ini (saksi Cece, red) banyak bohongnya ini. Kalau sudah ada (rekaman), kalau dia bohong juga kita tahan (atas dasar) sumpah palsu," tegas Hakim Dahlan.
Majelis hakim akhirnya memutuskan sidang ditunda hingga pekan depan, sampai JPU mendapatkan rekaman percakapan terdakwa dan para saksi terkait perkara ini. "Sidang ditunda sampai dapat ini rekaman dari nomor-nomor semua yang berkomunikasi dengan handphone dalam perkara ini, diminta semua. Sidang ditunda sampai pekan depan (20 Juni 2022, red)," kata Hakim Dahlan.
Perkara ini sendiri awalnya ditangani Penyidik Unit Tipikor Satreskrim Polresta Pekanbaru. Aris Nardi ditangkap pada Rabu, 22 September 2021 lalu. Sebelum ditangkap, polisi lebih dulu mengamankan orang kepercayaan sang lurah yang bertugas mengambil uang dari masyarakat. Orang kepercayaannya itu diketahui bernama Junaida alias Cece.
Pengungkapan ini diduga terkait dengan masalah pengurusan tanah. Salah seorang korban mengaku bahwa dirinya dimintai uang sejumlah Rp5 juta untuk pengurusan Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) tanah. Namun ia hanya menyanggupi Rp3,5 juta.
Korban yang diketahui bernama Juli Pranata lantas membuat janji dengan Junaida, yang bertugas untuk mengambil uang dari korban. Namun tiba-tiba, aparat kepolisian datang dan menangkap orang kepercayaan Aris Nardi itu. Setelah itu, baru polisi menangkap oknum lurah tersebut.
Atas perbuatannya, Aris Nardi dijerat dengan Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf e Jo Pasal 12 A Undang-undang (UU) RI Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(end)