JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Kementerian Perdagangan (Kemendag) tidak bisa berjalan sendiri dalam menyelesaikan harga minyak goreng (migor) curah yang belum mencapai harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Pasalnya, sebagian besar masalah kebijakan pemerintah, itu justru terletak di implementasi lapangan. Demikian disampaikan Koordinator Eksekutif Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional (JAKI) Yudi Syamhudi Suyuti dalam keterangannya, Rabu (25/5/2022).
“Kelemahan intervensi kebijakan semacam ini adalah implementasi, potensi kebocorannya tinggi sehingga sulit mencapai level harga eceran tertinggi,” kata Yudi.
Menurut Yudi, meski saat ini sudah ada aplikasi Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (Simirah) dan program MigorRakyat, namun hal itu dinilai tidak efektif. Terutama dalam mengatur pasokan, distribusi, dan harga bagi masyarakat dan pelaku usaha mikro dan usaha kecil.
Apalagi, pelaku usaha, agen dan pengecer banyak yang belum akrab dengan aplikasi tersebut.
“Saya juga kurang yakin syarat pembelian dengan KTP bisa jamin tepat sasaran, karena kita tahu KTP tidak terintegrasi dengan data kondisi kesejahteraan seseorang,” ujarnya.
Karena itu, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi harus lebih banyak libatkan Polri dalam sosialisasi pelaksanaan teknis program. Sebab, Polri memiliki personel yang cukup sampai ke pelosok daerah.
“Saya kira di sinilah Mendag perlu lebih banyak libatkan Polri supaya polisi juga bantu sosialisasi pelaksanaan teknis program, juga penggunaan aplikasi,” ungkap Yudi.
Seperti diketahui, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo baru saja menerbitkan surat telegram yang memerintahkan jajaran Polda untuk mengawal kebijakan pemerintah terkait dengan minyak goreng curah.
Surat Telegram Nomor ST/990/V/RES.2.1/2022 tanggal 20 Mei 2022 itu untuk memastikan ketersediaan minyak goreng, kelancaran distribusi, juga harga penjualan sesuai HET.
Sumber:Pojoksatu.id
Editor: Edwar Yaman