PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau telah membentuk tim khusus untuk mengantisipasi penyebaran virus hepatitis akut di Provinsi Riau. Pasalnya, saat ini di Indonesia sudah ditemukan empat kasus meninggal dunia akibat penyakit hepatitis akut yang penyebabnya masih misterius tersebut.
Kepala Dinas Kesehatan (Diskes) Riau Zainal Arifin mengatakan, pihaknya sudah mengirim surat edaran ke dinas kesehatan kabupaten dan kota se-Riau.
"Supaya mereka juga memberi arahan yang sama kepada puskesmas di wilayah masing-masing. Kita berharap dengan surat edaran itu bisa menjadi pedoman mengantisipasi kasus hepatitis ini," katanya, Selasa (10/5).
Selain itu, pihaknya bersama kementerian kesehatan sudah menyosialisasikan kepada seluruh puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota terkait hepatitis akut tersebut melalui zoom meeting. "Jadi ketika ada konfirmasi ada gejala hepatitis, nanti ada tim khusus yang memutuskan bahwa gejala itu benar hepatitis akut," terangnya.
Lebih lanjut Zainal mengatakan, saat ini pihaknya terus memantau perkembangan kasus tersebut di seluruh kabupaten kota se-Riau. "Di Riau sendiri belum kita temukan kasus serupa. Kita jangan terlalu khawatir karena penyebab virus ini berbeda dengan Covid-19," ujarnya.
"Kalau Covid-19 kan melalui pernapasan, sentuhan dan lainnya. Kalau hepatitis ini melalui kontaminasi, ataupun serum darah yang masih bisa kita batasi. Karena itu, kita harus menjaga kebersihan dan selalu mencuci tangan. Kami mengimbau masyarakat jangan terlalu khawatir. Meski demikian ketika menemukan gejala, demam, dan kencing warna kuning agar segera memeriksa ke fasilitas kesehatan," sambungnya.
Sehingga dengan begitu, pasien bisa dipantau oleh dokter, namun dokter puskesmas tidak bisa menentukan bahwa pasien tersebut kena hepatitis akut. "Itu nanti ada tim khusus yang menentukan bahwa pasien tersebut benar terjangkit hepatitis akut berdasarkan hasil laboratorium. Tim itu terdapat di kabupaten kota dan provinsi. Untuk di provinsi, kita bekerja sama dengan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad Riau," jelasnya.
"Jadi nanti tim RSUD Arifin Achmad yang menentukan sehingga ini tidak salah kaprah, nanti sedikit-sedikit sudah diklaim hepatitis. Pasalnya, hepatitis ini sudah ada levelnya, A, B, sampai E. Misalnya setelah diperiksa di labor pasien mengalami hepatitis A yang tidak mengandung virus," paparnya.
Sementara itu, Ketua Komisi V DPRD Riau Edy A Mohd Yatim yang membidangi kesehatan meminta pemerintah agar bisa menjelaskan secara terang benderang kepada masyarakat tentang hepatitis akut yang masih misterius penyebabnya ini. Menurut dia, sejak awal kasus ini ditemukan, banyak masyarakat merasa kebingunan akan informasi yang beredar.
"Kan ini belum ada informasi resmi dan pastinya dari pemerintah. Apa itu hepatitis serius ini? Ada yang bilang akibat dari efek vaksinasi. Apakah benar? Pemerintah harus jelaskan secara jelas dari sisi medis," ungkap Edy kepada Riau Pos, Selasa (10/5).
Ia khawatir bila tidak ada penjelasan resmi kepada masyarakat, informasi mengenai hepatitis akut bakal menjadi bola liar yang menimbulkan kegaduhan. Selain itu, penjelasan kepada masyarakat dikatakan dia merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah terhadap masyarakatnya.
"Makanya ini harus dijelaskan secara detail. Apakah ini berbahaya? Bila menular, bagaimana antisipasinya? Apa yang sudah dilakukan pemerintah saat ini untuk antisipasi? Kan bisa dijelaskan ke masyarakat agar tidak muncul spekulasi yang bias," pintanya.
Anggota Komisi IX DPR RI Okky Asokawati juga meminta pemerintah harus bertindak cepat dalam merespons persoalan kasus hepatitis akut. Respons cepat diperlukan untuk memberi ketenangan kepada masyarakat dan menjadi tindakan preventif atas munculnya penyakit tersebut.
Menurut dia, komunikasi publik pemerintah dalam menanggapi hepatitis akut harus satu narasi yang solid, sistemik dan terukur. "Mulai dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah," kata Ketua DPP Bidang Kesehatan Partai Nasdem itu.
Menurut Okky, selain persoalan komunikasi, langkah edukasi yang sifatnya preventif dapat ditingkatkan dengan menggandeng berbagai stakeholder di masyarakat. Langkah itu bisa dilakukan sembari menunggu perkembangan terkini mengenai jepatitis akut di Indonesia.
Pemerintah harus segera melakukan konsolidasi dengan melibatkan dokter spesialis anak, dokter spesialis penyakit dalam, serta unit pendidikan dari tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga SMA dengan melibatkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Untuk meningkatkan aspek pencegahan Okky menyebutkan, dalam menangani kasus penyebaran hepatitis akut, pemerintah dapat belajar ketika melakukan penanganan kasus Covid-19 pada 2020 lalu. "Semua dilakukan agar dapat lebih mengedepankan aspek preventif dalam merespons keberadaan hepatitis akut," tuturnya.
Temuan kasus hepatitis akut di sejumlah negara termasuk dugaan yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia harus dijadikan bahan dalam merumuskan kebijakan publik di bidang kesehatan. Okky juga mengingatkan, pemerintah harus belajar dari dinamika dalam perumusan kebijakan saat merespons pandemi Covid-19 lalu.
Menurut dia, sikap preventif jauh lebih baik dilakukan untuk mengurangi ekses ekstrem yang muncul. Sikap preventif dan terukur harus dikedepankan sembari memberi informasi yang tepat ke publik. "Ketenangan publik juga menjadi aspek penting dalam merespons keadaan saat ini," ujarnya.
IDAI dan Kemenkes Koordinasi Selidiki
Di satu sisi, investigasi kasus hepatitis akut yang menimpa pada 15 anak di Indonesia masih terus diinvestigasi. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) meminta agar masyarakat untuk terus melakukan pencegahan penularan dengan pola hidup bersih dan sehat (PHBS). Sebab penyebab pasti penyakit ini masih belum ditemukan.
Ketua Umum IDAI Piprim Basarah Yanuarso SpA(K) menyatakan bahwa IDAI dan Kementerian Kesehatan masih menyelidiki penyebab hepatitis akut ini. Yang dilakukan adalah surveilan untuk mendeteksi secara dini. "Setiap Senin kami lakukan koordinasi dengan IDAI cabang di seluruh daerah," ungkapnya, Selasa (10/5).
Dari koordinasi dengan IDAI cabang pada Senin (9/5) belum banyak laporan. Kasus di Tulungagung dan Sumatera Barat (Sumbar) juga belum masuk kriteria probable hepatitis akut. Piprim pun meminta masyarakat tetap tenang dan melakukan PHBS.
Dia pun telah memberitahukan kepada seluruh dokter anak untuk cepat merespon jika ada gejala hepatitis akut.
Misalnya BAB berwarna pucat dan tubuh kuning. Langkah yang harus dilakukan adalah tes fungsi hati. ia minta agar setiap gejala direspons agar dapat tertangani secara dini.
Ketua UKK Gastro-Hepatologi IDAI dr Muzal Kadim SpA(K) menyatakan bahwa adenovirus yang selama ini diduga menjadi penyebab hepatitis akut sebenarnya memberikan efek ringan. Misalnya diare dan muntah yang bisa sembuh dalam dua atau tiga hari. "Namun WHO sudah umumkan KLB jadi kita waspada," ujarnya.
Dia menekankan bahwa sampai sekarang belum jelas penyebab penyakit ini. Sehingga belum ada rekomendasi khusus untuk pembelajaran tatap muka (PTM). "Bukan berarti kita menunggu kasus berat dulu. Tapi hanya menunggu bukti karena harus teliti," ujarnya. Kebijakan ini bisa berubah sewaktu-waktu jika diperlukan. (sol/nd/lum/lyn/jpg)