JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Pandemi Covid-19 ternyata turut berdampak pada angka kekerasan berbasis gender (KBG) terhadap perempuan. Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat, terjadi kenaikan kasus hingga 50 persen pada 2021.
Dalam catatan tahunan (catahu) 2021 Komnas Perempuan, disebutkan bahwa angka KBG pada perempuan sebanyak 338.496 kasus. Jumlah ini meningat dari dari tahun sebelumnya yakni 226.062 kasus. Data tersebut merupakan total aduan yang dilakukan pada Komnas Perempuan, lembaga layanan, dan Badan Peradilan Agama (Badilag).
"Artinya, terjadi peningkatan signifikan, yakni 50 persen kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan," ungkap Wakil Ketua Komnas Perempuan Olivia C Salampessy dalam penyampaian Catahu Komnas Perempuan, Senin (7/3).
Angka tersebut pun bila dirinci sesuai dengan masing-masing lembaga pengaduan. Di Komas Perempuan, KBG pada perempuan memang meningkat hingga 80 persen. Yakni, dari 2.134 kasus di 2020 menjadi 3.838 kasus di 2021. Sama halnya di Badilag. Angka KBG pada perempuan juga naik sebesar 52 persen, dari 215.694 kasus di 2020 menjadi 327.629 kasus di 2021.
Namun, berdasarkan data lembaga layanan, angka KBG pada perempuan justru turun sebanyak 1.205 kasus atau 15 persen dari 2020. Tercatat, angka KBG pada perempuan di 2021 mencapai 7.029 kasus. Menurut Olivia, ini terjadi lantaran selama dua tahun pandemi, sejumlah lembaga layanan tidak lagi beroperasi. Sehingga, terjadi keterbatasan SDM hingga sistem dokumentasi kasus.
Kendati begitu, ia meyakini, angka-angka tersebut sebatas puncak gunung es. Karena hanya menyangkut kasus yang dilaporkan. Faktanya, di lapangan pasti lebih besar dari yang ada. Selain itu, Komnas Perempuan juga tidak mendapatkan informasi terkait kondisi kasus kekerasan terhadap perempuan dari Provinsi Sulawesi Barat dan Kalimantan Tengah.
Mirisnya lagi, kekerasan tak hanya dilakukan secara fisik. Tapi juga psikis hingga seksual. Dari data, bentuk kekerasan terhadap perempuan banyak terkait dengan fisik 15 persen, psikis 41 persen, ekonomi 10 persen, dan seksual 33 persen.
Komisioner Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah mengungkapkan, kasus-kasus tersebut banyak dialami di ranah personal. Setidaknya, ada 2.527 kasus ranah personal yang dilaporkan ke Komnas Perempuan dan lembaga layanan. Di susul, ranah komunitas 1.273 dan ranah negara 38 kasus.
Yang mengejutkan, di ranah personal, kekerasan tertinggi justru dilakukan oleh mantan pacar. Dari data aduan ke Komnas Perempuan, ada 813 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh mantan pacar. Disusul, kekerasan terhadap istri 771 kasus.
Sementara, dari lembaga layanan, diketahui bahwa ada 483 kasus dilaporkan dengan pelaku mantan pacar, 771 suami dan 802 kasus pacar. "Biasanya di tahun-tahun sebelumnya tertinggi kekerasan tertinggi pada istri. Baru tahun ini, kekerasan dilakukan oleh mantan pacar," ungkapnya.
Namun, yang harus jadi perhatian ialah kekerasan justru dilakukan oleh orang-orang terdekat korban. Di mana, harusnya mereka melindungi bukan sebaliknya.
Untuk karakterisik korban sendiri rata-rata berusia paling banyak di usia 18-24 tahun, kemudian 25-40 tahun, dan 14-17 tahun. kebanyakan mereka pelajar atau mahasiswa, pegawai swasta, Ibu Rumah Tangga (IRT), tidak bekerja juga jadi korban. Sedangkan, pelaku banyak dari di usia 18-24 tahun. lalu, usia 25- 40 dan 41-60 tahun.
"Korban dan pelaku ada di semua level usia. Namun, sebaran umur korban semakin muda, pelaku banyak dewasa dan lansia," paparnya. Selain itu, korban lebih banyak yang berpendidikan rendah daripada pelaku (relasi kuasa), tidak Bekerja, dan pelajar rentan jadi korban dan pelaku.
Dengan data-data ini, diharapkan bisa jadi rujukan bagi semua pihak untuk terus memperkuat pendidikan, partisipasi publik, maupun gebrakan kebijakan perlindungan bagi perempuan oleh pemerintah. sehingga, perempuan bisa semakin terlindungi.(mia)