Jumat, 20 September 2024

Pilah-Pilah Sampah untuk Lingkungan yang Lebih Baik

(RIAUPOS.CO) – SUDAH bukan rahasia lagi, rumah tangga menjadi salah satu produsen sampah terbesar dari total jumlah dan sumber sampah di Indonesia. Dan yang paling banyak dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) adalah sampah organik.

Sampah organik yang tidak dikelola dengan baik dan dibiarkan menumpuk begitu saja di TPA akan menimbulkan masalah yang besar di kemudian hari. Mengelola sampah rumah tangga ini bukan perkara mudah. Tetapi, hal ini bisa dilakukan jika mempunyai niat dan tekat yang kuat untuk kehidupan masa depan yang lebih baik.

Seperti yang dilakukan oleh Aktivis Lingkungan Rahmi Carolina. Ia memaparkan, cara pertama yang biasa dilakukannya adalah memilah sampah di rumah. “Kami memisahkan sampah organik dan anorganik. Sampah organik seperti semua kulit buah, kulit bawang, kertas, potongan tangkai sayur, sayur busuk atau buah busuk, daun kering dan lain-lain, akan diolah menjadi kompos untuk kebutuhan kebun pekarangan. Sisanya seperti sampah anorganik yang masih layak akan digunakan untuk hal lain atau bisa ditabung ke bank sampah,” kata Rahmi, Sabtu (22/1).

Baca Juga:  Baleg: RUU Omnibus Law Cipta Kerja Bakal Bahas Kelas Pekerja Informal

Untuk mengelola sampah organik diperlukan wadah seperti compost bag, bak kompos, karung, ember, atau pun galon air bekas. Menurut Rahmi, apa pun bisa digunakan sebagai wadah kompos, tinggal disesuaikan cara mengomposnya. “Atau jika punya lahan yang cukup, sampah organik bisa dikubur saja,” tukas Rahmi.

- Advertisement -

Rahmi mengungkapkan, setiap hari sampah sisa dapur seperti tangkai sayur, kulit buah-buahan dan lain-lain, dibuang ke wadah kompos. Lalu dilapisi dengan sampah dedaunan kering, sekam dan robekan kertas bekas agar kompos tidak berbau dan basah. “Begitu terus selang seling, isi sampai wadah penuh. Jika sudah penuh tutup wadah dan diamkan selama tiga bulan atau sampai semua sampah organik terurai menjadi kompos,” paparnya.

Ia menambahkan, bagian tersulit melakukan hal tersebut adalah melawan rasa malas. Diperlukan istiqamah, teguh pendirian, serta sadar bahwa yang dilakukan ini, mengkompos ini adalah sebuah kebaikan untuk banyak makhluk hidup di bumi.

- Advertisement -
Baca Juga:  DPRD Riau Kawal Realisasi DBH Kelapa Sawit

Selain itu, menurut Rahmi, dengan melakukan hal ini, maka rasa peduli terhadap lingkungan akan menjadi lebih meningkat. Tak hanya itu, pastinya juga akan bermanfaat, dimana punya pupuk organik sendiri bisa digunakan untuk kebutuhan kebun.

“Menjalani siklus tanam-konsumsi-kompos dan terhubung dengan alam. Jadi semakin sadar bahwa kita manusia sejatinya adalah bagian dari alam, dan ikut berkontribusi dalam penyelamatan lingkungan,” ujarnya.

Rahmi menambahkan, kebaikan untuk bumi harus terus ditularkan ke banyak orang. Karena aksi kecil akan berdampak besar jika dilakukan bersama-sama. Minimal menularkannya ke orang-orang terdekat, sehingga orang-orang itu juga akan menularkannya ke orang lain.

“Sambil terus menyebarkan aktivitas mengompos di sosial media. Berdasarkan pengalaman saya, cepat atau lambat, satu atau dua orang pasti tertarik dan ingin memulainya. Semakin banyak dishare, semakin banyak orang tau dan mudah-mudahan akan semakin banyak yang sadar,” pungkasnya.(ali)

Laporan MUJAWAROH ANNAFI, Pekanbaru

 

(RIAUPOS.CO) – SUDAH bukan rahasia lagi, rumah tangga menjadi salah satu produsen sampah terbesar dari total jumlah dan sumber sampah di Indonesia. Dan yang paling banyak dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) adalah sampah organik.

Sampah organik yang tidak dikelola dengan baik dan dibiarkan menumpuk begitu saja di TPA akan menimbulkan masalah yang besar di kemudian hari. Mengelola sampah rumah tangga ini bukan perkara mudah. Tetapi, hal ini bisa dilakukan jika mempunyai niat dan tekat yang kuat untuk kehidupan masa depan yang lebih baik.

Seperti yang dilakukan oleh Aktivis Lingkungan Rahmi Carolina. Ia memaparkan, cara pertama yang biasa dilakukannya adalah memilah sampah di rumah. “Kami memisahkan sampah organik dan anorganik. Sampah organik seperti semua kulit buah, kulit bawang, kertas, potongan tangkai sayur, sayur busuk atau buah busuk, daun kering dan lain-lain, akan diolah menjadi kompos untuk kebutuhan kebun pekarangan. Sisanya seperti sampah anorganik yang masih layak akan digunakan untuk hal lain atau bisa ditabung ke bank sampah,” kata Rahmi, Sabtu (22/1).

Baca Juga:  Ubah Kebun Karet Telantar Jadi Taman Rekreasi Warna Warni

Untuk mengelola sampah organik diperlukan wadah seperti compost bag, bak kompos, karung, ember, atau pun galon air bekas. Menurut Rahmi, apa pun bisa digunakan sebagai wadah kompos, tinggal disesuaikan cara mengomposnya. “Atau jika punya lahan yang cukup, sampah organik bisa dikubur saja,” tukas Rahmi.

Rahmi mengungkapkan, setiap hari sampah sisa dapur seperti tangkai sayur, kulit buah-buahan dan lain-lain, dibuang ke wadah kompos. Lalu dilapisi dengan sampah dedaunan kering, sekam dan robekan kertas bekas agar kompos tidak berbau dan basah. “Begitu terus selang seling, isi sampai wadah penuh. Jika sudah penuh tutup wadah dan diamkan selama tiga bulan atau sampai semua sampah organik terurai menjadi kompos,” paparnya.

Ia menambahkan, bagian tersulit melakukan hal tersebut adalah melawan rasa malas. Diperlukan istiqamah, teguh pendirian, serta sadar bahwa yang dilakukan ini, mengkompos ini adalah sebuah kebaikan untuk banyak makhluk hidup di bumi.

Baca Juga:  Ada Tujuh Mahasiswa Baru, PSDKU Polsri Siak segera Mulai Perkuliahan

Selain itu, menurut Rahmi, dengan melakukan hal ini, maka rasa peduli terhadap lingkungan akan menjadi lebih meningkat. Tak hanya itu, pastinya juga akan bermanfaat, dimana punya pupuk organik sendiri bisa digunakan untuk kebutuhan kebun.

“Menjalani siklus tanam-konsumsi-kompos dan terhubung dengan alam. Jadi semakin sadar bahwa kita manusia sejatinya adalah bagian dari alam, dan ikut berkontribusi dalam penyelamatan lingkungan,” ujarnya.

Rahmi menambahkan, kebaikan untuk bumi harus terus ditularkan ke banyak orang. Karena aksi kecil akan berdampak besar jika dilakukan bersama-sama. Minimal menularkannya ke orang-orang terdekat, sehingga orang-orang itu juga akan menularkannya ke orang lain.

“Sambil terus menyebarkan aktivitas mengompos di sosial media. Berdasarkan pengalaman saya, cepat atau lambat, satu atau dua orang pasti tertarik dan ingin memulainya. Semakin banyak dishare, semakin banyak orang tau dan mudah-mudahan akan semakin banyak yang sadar,” pungkasnya.(ali)

Laporan MUJAWAROH ANNAFI, Pekanbaru

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari