BANDARLAMPUNG (RIAUPOS.CO) – Muktamar Ke-34 Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2021-2026 memasuki babak penting hari ini, Kamis (23/12/2021). Siapa yang akan menahkodai PB NU akan ditentukan, baik posisi Rais Aam maupun Ketua Umum PB NU.
Berdasarkan urutan acara Muktamar Ke-34 NU, sekitar pukul 15.30 WIB akan digelar Sidang Pleno IV untuk menghitung dan menetapkan 9 ulama sepuh NU yang akan bergabung dalam formatur Ahlul Halli Wal Aqdi (Ahwa) atau tim pemilih Rais Aam PBNU.
Diketahui, jabatan Rais Aam PBNU dipilih melalui musyawarah mufakat dengan sistem Ahwa.
"Pemilihan usulan 9 kiai calon formatur yang akan tergabung dalam Ahwa sudah dilakukan sejak kemarin. Yang punya hak memilih 9 nama ini PWNU, PCNU dan PCINU," kata Sekretaris Panitia Muktamar Syahrizal Syarief, Rabu (22/12) malam.
Setelah diketahui 9 nama ulama yang tergabung dalam Ahwa, mereka akan menggelar musyawarah untuk menunjuk Rais Aam PBNU. Agenda ini direncanakan digelar pada pukul 20.30 WIB. Setelah itu, hasil siapa Rais Aam PBNU terpilih akan diketahui.
Setelahnya, sekitar pukul 21.30 WIB akan digelar Sidang Pleno V. Sidang pleno ini memiliki agenda untuk memilih Ketum PBNU. Setelah dipilih peserta muktamirin, Rapat Pleno V akan mengesahkan Ketua Umum PBNU terpilih.
Lokasi pemilihan Ketum PBNU disepakati untuk dipindahkan ke Bandarlampung. Awalnya, direncanakan proses pemilihan Ketum akan digelar di Pondok Pesantren Darussa'adah, Lampung Tengah, Lampung.
Selain membahas berbagai persoalan kebangsaan dan keumatan, salah satu agenda yang paling dinanti dalam Muktamar NU adalah suksesi Ketua Umum PBNU masa bakti 2021-2026.
Terdapat dua nama yang telah mengumumkan akan maju dalam bursa calon Ketum PBNU. Mereka adalah ketum petahana Said Aqil Siraj dan Katib Aam Yahya Cholil Staquf.
Dalam sambutannya saat membuka muktamar kemarin, Rais Aam PBNU saat ini, Miftahul Akhyar berkali-kali bicara soal tongkat komando.
Dalam sambutannya usai pidato Ketua Umum PBNU Said Aqil Siraj, Miftahul berpendapat NU didirikan bukan hanya untuk menjaga ajaran ahlussunnah wal jamaah, memperbanyak organisasi di tengah masyarakat, namun juga menegakkan tongkat komando kepemimpinan.
"Itulah yang diharapkan oleh para pendiri NU. Agar kelahiran NU buka memperbanyak jumlah organisasi di masyarakat, di samping menjaga nilai ahlussunah waljamaah, kita juga diharapkan menjadi tongkat sakti Nabi Musa," ujar Miftahul.
Dia mengatakan semua kader harus memegang prinsip tongkat komando. Menurutnya, siapa pun kader NU berhak berkiprah dalam segala bidang mulai anggota legislatif, atau menduduki posisi jabatan publik apapun bukanlah tujuan.
Warga NU harus kembali dan mengikuti tongkat komando. Menurut dia, itulah prinsip sami'na wa atho'na, atau mendengar dan taat pada pemegang tongkat komando.
"Manakala sudah dianggap cukup oleh masayikh, maka kader harus kembali menjadi tongkat kembali. Itulah sistem komando. Sikap pusaka kebanggaan kita sami'na wa atho'na," kata dia.
Oleh karena itu, katanya, supremasi Syuriah sebagai dewan tertinggi di PBNU mutlak diperjuangkan. Miftahul menyinggung insiden saat ia, selaku Rais Aam, hanya sekali menggunakan kewenangannya. Namun, ia tak menjelaskan lebih lanjut kewenangan yang dimaksud.
Sumber: JPNN/News/CNN/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun