Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau membangun Sentra Budaya dan Ekonomi Kreatif (SBEK) Melayu Riau untuk mengangkat derajat produk tradisional lokal Melayu Riau. Dengan dukungan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), diharapkan para pelaku UMKM yang bergerak di bidang ekonomi kreatif tradisional di Riau akan terangkat ke permukaan.
Laporan: Hary B Koriun (Pekanbaru)
WAN Irzawati sedikit berlari menyeberangi jalan yang memisahkan Gedung Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau dengan Gerai Sentra Budaya dan Ekonomi Kreatif (SBEK) Melayu Riau di belakangnya. Dia kemudian mendorong pintu dari kaca, lalu meminta salah seorang pegawai untuk memasukkan beberapa kursi dan meja dari teras, juga hidangan kue dan kopi.
Di dalam ruangan sudah menunggu Winda Damelia, Senior Analyst Social Peformance PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Sumatra Bagian Utara (Sumbagut). Sehari-hari tugas Winda adalah memantau kegiatan-kegiatan lembaga yang berada di bawah binaan PHR. Salah satunya SBEK Melayu Riau yang dikelola LAM Riau.
Di dalam ruangan yang sejuk itu, terdapat rak-rak yang berisi berbagai makanan atau kerajinan tangan khas masyarakat tradisional Melayu Riau dari berbagai Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang ada di Riau. Ada mi sagu khas Kepulauan Meranti yang sudah dikemas dengan baik; kacang pukul khas Bagansiapiapi; tanjak khas dari berbagai daerah; songket dan tenun khas Siak; batik bono khas Pelalawan; tas anyaman tradisional dari berbagai daerah; madu sialang khas Kuantang Singingi dan Pelawan; terasi bubuk khas Bagansiapiapi; dan berbagai macam makanan dan kerajinan tangan lainnya.
Yang menarik, agar pengunjung dan pembeli tahu makanan atau kerajinan tangan tersebut dari daerah mana, di atas display barang-barang khas daerah tertentu tersebut dipasang foto bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota. Meski tidak tertera nama “bilik” kecil tempat display tersebut, tetapi dengan melihat foto di atasnya, orang akan langsung tahu itu produk dari daerah mana karena di bawah masing-masing foto tersebut tertera nama dan jabatannya.
Selain barang-barang kerajinan dan makanan khas yang di-display, di bagian kiri dari pintu masuk, terlihat sebuah pelaminan yang cukup memakan tempat. Itu adalah pelaminan khas Melayu dari salah satu daerah di Riau. Secara berkala digilir. Misalnya dalam sebulan di-display pelaminan khas Kampar, lalu pelaminan khas Siak, khas Kuantan Singingi, khas Bengkalis, dll.
“Pelaminan itu juga menjadi salah satu daya tarik gerai ini,” ujar Irzawati sambil mempersilakan kami –saya dan Winda Damelia— untuk menikmati kopi dan kue yang sudah dihidangkan, di sore yang hangat, pada Kamis, 4 November 2021.
Pemilik brand tenun Riau khas Siak “Wan Fitri” di Pekanbaru ini dengan antusias bercerita dan menjelaskan segala hal yang berkenaan dengan SBEK Melayu Riau. Kecintaannya terhadap tenun –dengan segala seluk-beluk bisnisnya– yang tertanam sejak kecil, menjadi bekalnya dalam mengelola SBEK Melayu Riau Riau tersebut.
Irzawati sudah lima tahun berada di LAM Riau sebagai bendahara. Dia berada di sana karena kecintaannya dengan budaya Melayu, bukan semata-mata karena materi. Jika yang dicarinya materi, usahanya sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya bersama keluarganya.
Awalnya, ketika LAM Riau melakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dengan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI/Chevron) untuk mendirikan SBEK Melayu Riau di Hotel Novotel, Pekanbaru, pada Maret 2020, dia masih beraba-raba, apa hal kongrit yang akan dilakukan untuk lembaga baru tersebut. Apalagi kegiatan itu melibatkan dua hal yang selama ini dianggap bertolak belakang: bisnis dan budaya. Keduanya harus disatukan dalam sebuah kemasan.
Ketika LAM Riau menugasinya sebagai pengelola, dia lalu menggunakan pengalaman bisnisnya. Sejak kecil Irzawati ikut dalam proses produksi dan bisnis tenun/songket orangtuanya yang sudah berdiri dari 1968. Dia sendiri kemudian dipercaya orangtuanya untuk mengelola “Wan Fitri” di awal 1980-an. Dia ingat ketika masih SD, dengan bersepeda, membantu menitipkan tenun produksi keluarganya ke toko-toko atau ke pemesan pribadi di Pekanbaru. Kadang pemilik toko atau pemesan tenun itu mencicilnya. Ada juga yang malah menukarnya dengan beras.
Setelah dewasa dan diberi kepercayaan mengelola tenun keluarganya tersebut, dia harus ke sana-sini mencari pinjaman modal untuk produksi, sekaligus memasarkannya. Dia pernah melobi Gubernur Saleh Djasit ketika itu untuk meminjam modal dari pemerintah. Hasilnya, Saleh Djasit menyetujuinya, bahkan dengan bunga 0 persen. Dia juga mengajukan ke Saleh Djasit agar PNS di Pemprov Riau memakai songket, dan disetujui.
Produksi tenun/songket “Wan Fitri” akhirnya berkembang. Hampir semua pejabat yang datang ke Riau dan “harus” memakai pakaian adat Melayu –misalnya Presiden Susilo Bambang Yudoyono, Sandiaga Uno, hingga Presiden Joko Widodo saat mendapat penabalan gelar adat Melayu oleh LAM Riau— semua dikerjakan oleh “Wan Fitri”.
Semua yang pernah dilakukannya dalam mengelola bisnis keluarga itu dijadikan pengalaman untuk mengelola SBEK Melayu Riau. Dia kemudian berpikir keras bagaimana SBEK Melayu Riau bisa menjadi pusat penjualan dari berbagai produk makanan tradisional maupun kerajinan tangan dan produk khas masyarakat Riau lainnya. Dia dan timnya kemudian membangun sinergi dengan dinas-dinas terkait di kabupaten/kota di Riau. Para pelaku UMKM yang dibina oleh berbagai dinas tersebut diajaknya ikut menjual dengan men-display produk mereka di SBEK Melayu Riau.
Pilihan terhadap UMKM yang sudah dibina dinas-dinas di kabupaten/kota di Riau yang diajaknya, agar mereka bisa terus berkembang, mendapatkan pasar yang pas, dan bisa terus meningkatkan kualitas dan kuantitas produksinya.
“UMKM khas tradisional masyarakat Melayu Riau yang kami utamakan. Kalau yang tidak khas Riau, mereka bisa menjualnya sendiri di pasar-pasar modern,” ujar wanita berusia 50 tahun tersebut sambil memperbaiki letak kacamatanya.
Setelah usahanya untuk mengajak para pelaku UMKM tradisional masyarakat Melayu Riau berhasil dilakukannya, satu per satu dan perlahan-lahan Gerai SBEK Melayu Riau terisi dengan aneka ragam produk. Pada 3 Juli 2021, Irzawati dan seluruh timnya akhirnya bersenang hati karena Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, membuka secara resmi Gerai SBEK Melayu Riau tersebut.
Cukup sampai di situ? Ternyata tidak. Peresmian itu menjadi awal dari kerja keras yang baru. Selain terus mengupayakan agar pasokan produksi dari 365 UMKM yang tergabung di Gerai SBEK Melayu Riau terus lancar, Irzawati juga harus ke sana-sini memperkenalkan Gerai SBEK Melayu Riau ke banyak pihak. Baik kalangan perintahan, perusahaan swasta, dan masyarakat umum.
Untuk pasokan produksi, ujar Irzawati, sekecil apa pun produk yang dikirim dari daerah harus dihargai. Ketika terjual, berapa pun pendapatan yang didapat masing-masing UMKM tersebut harus segera ditransfer agar perputaran uang mereka terus terjadi. Karena dengan uang hasil penjualan itu, para pengelola UMKM tersebut bisa membayar pegawainya, dan terus membantu produksinya.
Irzawati dan timnya juga terus bekerja keras membuka ceruk dan potensi pasar. Dia masuk ke dinas-dinas pemerintah untuk memperkenalkan produk-produk Gerai SBEK Melayu Riau, dengan menawarkan paket-paket yang menarik. Salah satunya dalam berbagai paket siap pakai yang juga sesuai permintaan konsumen, yang sudah dimasukkan ke dalam goodie bag.
Hal lain yang dilakukannya adalah bekerja sama dengan travel-travel lokal di Riau. Setiap travel yang membawa wisatawan dari mana pun, akan singgah ke Gerai SBEK Melayu Riau. Kemudian, dia menghubungi para kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) baik di Pemprov Riau maupun kabupaten/kota, kalangan perbankan, sekolah-sekolah, dan lembaga lainnya untuk datang ke Gerai SBEK Melayu Riau agar mereka tahu ada tempat belanja yang ingin menaikkan derajat produk-produk yang dihasilkan oleh masyarakat tradisional lokal Melayu di Riau.
“Alhamdulillah, sebagian yang kami lakukan itu sudah berhasil. Banyak anggota masyarakat yang sudah tahu dan datang ke tempat ini. Rata-rata mereka mengaku senang dan nyaman belanja di sini,” jelas Irzawati lagi.
Istri dari Irmen Nasrul ini senang, jerih-payahnya bersama tim pengelola Gerai SBEK Melayu Riau mulai membuahkan hasil. Selain mulai dikenal masyarakat, baik dari Riau maupun daerah lain yang berkunjung ke Pekanbaru, pendapatan yang diperoleh juga lumayan signifikan di masa pandemi Covid-19, yang ikut membantu pendapatan UMKM yang terlibat di dalamnya.
“Harga di sini sangat bersaing dan terjangkau masyarakat semua kalangan. Ada juga barang yang harganya premium, seperti tenun, songket, dan sebagainya, yang memang sesuai dengan kualitasnya,” ujar ibu dari tiga anak ini.
Saat ini di gerai tersebut sudah ada warung kopi yang menyediakan beberapa kopi khas dari berbagai daerah, termasuk kopi Liberica dari Kepulauan Meranti dan Kopilek khas Kubu, Rokan Hilir. Di warung kopi yang terletak di teras sebelah kiri tersebut juga sudah tersedia berbagai masakan khas Melayu yang langsung bisa disantap di tempat. Misalnya aneka masakan kampung khas Melayu, juga mi sagu siap saji yang dimasak dalam berbagai sajian.
Bagaimana menghadapi persaingan yang pastinya tidak ringan?
Irzawati tersenyum mendengar itu. Menurutnya, dari awal rencana dan kemudian berdirinya Gerai SBEK Melayu Riau ini sudah dianggap akan menganggu para pemain bisnis ini yang selama ini sudah eksis. Bahkan ada yang terang-terangan meminta agar ditutup. Namun dia dan timnya, juga pihak LAM Riau tetap bertekad Gerai SBEK Melayu Riau harus diteruskan karena bisa membantu banyak orang. Dia berprinsip, berbisnis tak harus saling menajatuhkan, tetapi saling bersinergi.
“Kalau kita bekerja keras dan jujur, rezeki tak akan tertukar. Saya dan tim bekerja bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi membantu UMKM dalam mengangkat martabat produk tradisional masyarakat lokal Melayu Riau. Harapan kami produk-produk tradisional tersebut bisa menjadi tuan rumah di daerah sendiri,” ungkap wanita kelahiran Pekanbaru ini.
Dia sangat berterima kasih kepada PT PHR yang terus membantu dan membimbing pihaknya dalam berbagai hal, termasuk membantu membuka ruang-ruang yang bisa dimasuki untuk pengembangan Gerai SBEK Melayu Riau, selain meningkatkan SDM pelaku UMKM.
***
SEBAGAI staf PT PHR yang ditugaskan di bidang pemberdayaan masyarakat, Winda Damelia memang dituntut kreatif dan bisa memberikan solusi saat dibutuhkan. Itulah yang dilakukannya saat membantu mendampingi pengembangan SBEK Melayu Riau. Di sana dia selalu berkoloborasi dengan Wan Irzwati dan timnya dalam mencari solusi persoalan, membangun pasar, merancang strategi promosi, dan sebagainya.