JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Amerika Serikat kembali mencatat rekor Covid-19 harian meski cakupan vaksinasi dianggap sudah hampir mendekati kekebalan kawanan. Sebelumnya otoritas AS juga sudah mulai membebaskan terkait pemakaian masker.
Dalam laman USA Today, Kamis (2/9), disebutkan AS melaporkan hampir 4,22 juta kasus baru Covid-19 pada Agustus 2021. Angka itu menjadikannya bulan terburuk keempat. Dan, 26.805 orang Amerika meninggal karena Covid-19, lebih dari tiga kali lipat dibanding Juli. Pekan terakhir Agustus lebih mengenaskan dibanding Juli.
Secara statistik warga AS sekarat karena Covid-19 setiap 1 menit, 5 detik. Setiap menit, 111 orang Amerika lainnya dites positif, hampir dua per detik.
Dibandingkan dengan pekan terakhir Juli, ada 105 persen lebih banyak kasus dan 268 persen lebih banyak kematian di pekan terakhir Agustus. Di antara negara bagian dengan bulan terburuk terkait Covid-19 adalah Alabama, Florida, Hawaii, Louisiana, Mississippi, Oregon, dan Washington.
Menanggapi kondisi itu, Ahli Spesialis Penyakit Dalam yang juga Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Profesor Zubairi Djoerban menyebutkan bahwa apa yang terjadi di AS adalah kondisi frustasi dan berduka. Saat ini terjadi krisis oksigen, rumah sakit penuh, dan dokter kelelahan.
"Sebagian besar pasien rawat inap belum divaksin. Jumlah kasus anak meningkat," katanya dalam kicauannya yang sudah dikonfirmasi oleh JawaPos.com.
Ia juga menilai banyak warga AS masih menganggap aturan masker mengekang kebebasan. Padahal masker efektif untuk mencegah penularan. "Sebagai negara berkembang kita harus waspada," tuturnya.
"Amerika berduka dan frustrasi akibat Covid-19. Kenapa? Sebab angka kematian di atas seribuan. Terbesar per hari sejak Maret," katanya.
Kemudian rumah sakit di AS juga kebanjiran pasien baru dalam dua pekan terakhir. Ini disebabkan varian Delta merajalela. "Rata-rata per hari 100 ribu kasus. Pakar penyakit menular dr Anthony Fauci pun mengaku AS berjalan ke arah yang salah," kata Prof Zubairi.
Berdasarkan data, menurutnya di Amerika Serikat, yang sudah melakukan vaksinasi terhadap 160 juta lebih penduduknya, masih tetap saja memiliki angka pasien rawat inap dan kematian yang cukup tinggi. Jadi, pertanyaan besarnya, apakah benar kekebalan Covid-19 itu bisa berkurang dan apakah suntikan booster diperlukan?
Jawabannya ya berbagai penelitian tampaknya menunjukkan penurunan kekebalan dari waktu ke waktu. Saya sebutkan sebagian. Misalnya di Austria. Vaksin booster diperuntukkan kepada penghuni panti Jompo. Di Belgia, vaksin booster itu untuk mereka yang mengalami gangguan kekebalan. Seperti orang dengan HIV dan pasien kanker darah," sebutnya.
"Kemudian di Inggris. Mereka memprioritaskan booster untuk pekerja kesehatan. Sama seperti dengan Indonesia. Lalu Jerman, mereka prioritaskan orang tua dan yang mengalami imunosupresi. Dan ada banyak lagi negara yang memberlakukan prioritas untuk vaksin booster. Bisa diriset," imbuhnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi