JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pemerintah menegaskan vaksinasi Covid-19 di bulan Ramadan akan tetap dilaksanakan. Rencananya, prosesnya tidak hanya dilakukan di pagi hari, tapi juga malam hari. Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan, vaksinasi akan tetap dilakukan dengan memperhatikan kondisi masyarakat yang berpuasa.
Hal ini juga sejalan dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) nomor 13/2021 tentang vaksinasi di bulan puasa. Dalam fatwa tersebut, ditegaskan bahwa vaksin Covid-19 tidak membatalkan puasa. Sehingga boleh dilakukan bagi umat Islam yang tengah menjalankan ibadah puasa.
”Karenanya, MUI menganjurkan pemerintah terus melanjutkan vaksinasi. Artinya tetap bisa berjalan bagi muslim dan nonmuslim,” tuturnya dalam temu media secara daring, kemarin (4/4).
Atas proses ini, Nadia mengimbau masyarakat agar tidak perlu khawatir untuk mendapat vaksinasi Covid-19. Terutama, terkait ketahanan tubuh. Diakuinya, saat 10 hari pertama biasanya tubuh mengalami penyesuaian.
Namun, menurut dia, puasa merupakan ibadah yang memberikan manfaat luar biasa untuk tubuh. Salah satunya, proses detoksifikasi. Sehingga, walaupun berpuasa, kondisi tubuh tidak berpengaruh untuk mendapatkan vaksinasi.
”Puasa bukan beban yang membuat tubuh kita tidak fit atau lemah,” tegasnya.
Oleh karena itu, tidak perlu ada persiapan khusus bagi mereka yang berpuasa sebelum mendapatkan vaksinasi. Cukup makan sahur dan istirahat cukup. Akan tetapi, bila setelahnya dirasakan gejala sistemis maka bisa langsung ditangani dengan istirahat dari aktivitas yang dijalani.
Disinggung soal implementasinya nanti, Nadia mengungkapkan, bahwa vaksinasi tetap dilakukan pagi. Namun, tak menutup kemungkinan dibuka pos vaksinasi malam hari bila diperlukan. Lokasinya, bisa di tempat ibadah seperti masjid.
”Karena malam umat Islam kan malam melakukan ibadah,” ungkapnya.
Hal ini, kata dia, dilakukan dalam upaya mempercepat proses vaksinasi. Hingga 4 April 2021, cakupan vaksinasi sudah mencapai 21,33 persen dari target 40 juta sasaran.
”Cakupan ini lebih baik tentunya dari negara-negara di kawasan Eropa,” katanya. Sebab, menurut WHO, Eropa lebih lambat karena cakupan masih kurang dari 10 persen.
Kendati begitu, pemerintah masih akan terus gencar mensosialisasikan vaksinasi Covid-19 ini. mengingat, sasaran vaksinasi yang mencapai 181,5 juta orang. Pemerintah juga memberi perhatian khusus untuk vaksinasi terhadap lansia atau kelompok umur 60 tahun ke atas. Sebab, angka kematian dan kesakitan kelompok usia ini 3 kali lipat dibanding kelompok usia lainnya.
”Dan ini baru 8 persen yang mengikuti,” keluhnya.
Dari evaluasi, lanjut dia, ada beberapa kendala yang menyebabkan vaksinasi lansia lambat. Di antaranya, masih ada rasa takut untuk keluar rumah dan beraktivitas di luar, keterbatasan fisik untuk mencapai sentra vaksinmasi, terbatasnya kemampuan melakukan pendaftaran elektronik, dan lainnya.
”Maka dengan ini kami mendorong semua pihak untuk bisa membantu para lansia mendapatkan vaksinasi mereka,” tuturnya.
Dalam kesempatan tersebut, Nadia juga meminta masyarakat untuk menahan diri saat tiba musim libur panjang. Ia mengimbau, agar masyarakat tidak melakukan molisisasi hingga menimbulkan kerumunan. Dengan begitu, bisa mengurangi risiko penularan.
Apalagi, sejak Februari 2021, jumlah kasus konfirmatif telah mengalami penurunan signifikan. Termasuk, angka kematian. Oleh sebab itu, ia berharap, keberhasilan ini tidak dirusak dengan penambahan kasus baru akibat mobilitas yang terjadi saat libur panjang.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komnas Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Prof Hindra Irawan Safari mengingatkan, kepada masyarakat untuk memastikan kondisinya dalam keadaan sehat fisik maupun psikis saat akan melakukan vaksinasi. Dalam artian tenang dan berpikir positif demi menjaga daya tahan tubuh. Sebab, suasana hati akan berdampak pada kondisi tubuh setelah divaksinasin.
“Kalau kita tegang, khawatir, dan cemas, itu bisa menimbulkan KIPI seperti mual, muntah, hingga diare,” papar Hindra.
Kendati demikian, dia tak menampik jika KIPI juga bisa terjadi akibat kandungan vaksin. Sejauh ini, KIPI yang dialami masyarakat masih terbilang normal, aman, dan dapat terkendali dengan baik. Reaksi lokal paling banyak dilaporkan kepada pihaknya adalah sakit kepala, pusing, nyeri otot, mual, hingga muntah.
Terkait kasus ASN di Sulawesi Utara yang mengalami kaki bengkak setelah divaksin, Kadiskes Kota KotaMogabu Tanty Korompot menyebut, itu bukanlah efek dari vaksinasi. Melainkan karena faktor lain. Dia mengatakan, bengkak dimungkinkan hanya bisa terjadi di area tempat penyuntikan.
Tanty menjelaskan, saat merasakan reaksi lokal setelah divaksin, ASN yang berinisial H itu tidak langsung menghubungi narahubung yang tertera di kartu vaksin. Melainkan, memilih berobat di puskesmas setempat dan diberikan obat anti nyeri. “Inti dari analisa kami, itu bengkak berdiri sendiri. Karena tidak ada hubungan lutut dengan vaksin,” tegasnya.
Karena itu, dia meminta kepada siapapun yang mengalami gejala setelah divaksin langsung menghubungi nomor yang tertera. Jangan sampai memberikan informasi yang belum valid kebenarannya. Sebab, hal tersebut bisa merugikan instansi terkait termasuk dirinya sendiri.
“Bisa saja kami menuntut balik kalau keberatan, tapi itu tidak kami lakukan,” tegas dia.
Senada, Hindra menambahkan, reaksi lokal lain seperti kemerahan atau bengkak hanya bisa terjadi di area penyuntikan. Dia menyatakan, kondisi ASN tersebut dikarenakan adanya infeksi bakteri. Bukan efek dari vaksin.
Lebih lanjut, Hendra menyampaikan, setelah divaksin bukan berarti masyarakat akan terbebas dari paparan Covid-19. Pasalnya, kata dia, imunisasi hanyalah salah satu ikhtiar pencegahan.
“Kalaupun terpapar, biasanya tidak berakibat fatal karena kekebalan tubuh udah lengkap setelah divaksin,” jelas Hindra.
Menurutnya, vaksin yang diberikan untuk masyarakat di Indonesia aman digunakan. Sejauh ini, pelaksanaan vaksinasi di Indonesia menunjukkan hasil yang baik. Itu dilihat dari penurunan angka kasus Covid-19 yang terjadi di Tanah Air.
Setelah perpecepatan pelaksanaan vaksinasi dilakukan untuk sektor pariwisata, kini pelaku parekraf di bidang perfilman yang mendapat giliran. Sampai saat ini, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) telah mencatat sebanyak lebih dari 19 ribu pekerja dari sektor film. Baik itu TV maupun bioskop.
Jumlah tersebut memang tidak mencakup seluruh nama pekerjaan di industri film. Pasalnya, sebagian dari mereka sudah lebih dulu menerima vaksin melalui program yang ada di daerahnya masing-masing.
Menteri Parekraf Sandiaga Uno menyatakan, vaksinasi bagi para pelaku industri film bakal mulai berjalan di bulan ini. Menurutnya, mereka termasuk kelompok yang berdiri di garda terdepan di masa pandemi ini dan layak untuk diprioritaskan.
“Itu target yang ingin kami capai, karena mereka adalah frontliner. Sebab, dunia perfilman juga berperan besar bagi perekonomian Negara,” ujarnya.
Pada 2019 lalu, kontribusi sektor industri film terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional sebesar Rp15 triliun. Sektor industri film juga memberikan multiplier effect yang tinggi. Yakni, ada lebih dari 2.500 jenis usaha yang terlibat dalam satu film mulai dari produksi hingga distribusi.
Sandi meyakini, upaya tersebut ampuh memulihkan industri film Tanah Air yang sedang terpuruk akibat pandemi. Selain itu, pihaknya bersama seluruh pemda juga gencar mengajak masyarakat untuk kembali ke bioskop. Dengan harapan, bisa mengembalikan kepercayaan masyarakat untuk menonton film di bioskop.(mia/shf/ted)
Laporan: JPG (Jakarta)