PHRI Bersyukur DKI Batal Lockdown

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) bersyukur pemerintah tidak menerapkan kebijakan lockdown akhir pekan. Sebab, sebanyak 1.033 restoran telah tutup permanen akibat pembatasan karena wabah pandemi Covid-19.

Ketua BPD PHRI DKI Jakarta Sutrisno Iwantono mengatakan, angka tersebut akan makin bertambah sebanyak 750 restoran yang tutup jika wacana tersebut diterapkan. “Jika opsi ini berjalan, bisa dipastikan penutupan restoran secara permanen akan mencapai sekitar 750 lagi,” ujarnya dalam teleconference, Jumat (5/2).

- Advertisement -

Ia memaparkan, angka 1.033 restoran yang tutup secara permanen diperoleh dari hasil survei terhadap 9.000 lebih restoran di Indonesia dengan 4.469 responden pada September 2020 lalu. Selanjutnya, sejak Oktober 2020 sampai sekarang diperkirakan sekitar 125 hingga 150 restoran tutup permanen per bulan.

“Mungkin lebih karena banyak juga restoran-restoran yang tidak melapor, mandiri yang belum tentu menjadi anggota PHRI,” ucapnya. Sutrisno pun meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kebijakan injak gas dan rem dengan sangat berhati-hati. Namun, seandainya kebijakan lockdown di akhir pekan, pihaknya mengusulkan beberapa hal yang dapat dipertimbangkan.

- Advertisement -

Pihaknya meminta, agar restoran yang sudah menerapkan protokol kesehatan untuk diberikan pengecualian untuk buka sampai pukul 21.00 dengan kapasitas duduk makan menjadi 50 persen.

Kemudian, Pemda DKI Jakarta dengan berbagai pihak terkait untuk melakukan edukasi kepada masyarakat secara terus menerus dan mendisiplinkan masyarakat, terutama pada klaster utama penularan, ditingkat RT/RW, kelurahan, dan kecamatan.

“Memperbanyak fasilitas umum cuci tangan, penyediaan masker dan jika mungkin adalah face shield di tengah masyarakat terutama di klaster utama penular. Khusus untuk pusat perbelanjaan dapat disediakan GeNose,” jelasnya.

Lalu, tidak membuat kebijakan sama rata untuk semua yang akan memperburuk situasi ekonomi. “Dipertimbangkan kelonggaran bagi pelaku usaha yang sudah dengan sangat ketat menjalankan protokol kesehatan,” imbuhnya.

Selain itu, Ia menambahkan, diperlukan juga skema bantuan akibat yang dialami oleh hotel dan restoran akibat pengetatan kerugian seperti, pajak Restoran (Pb1) agak tidak disetorkan ke Pemda DKI Jakarta tetapi digunakan untuk menolong pelaku usaha, pembebasan PBB untuk hotel dan restoran independen, pembebasan pajak reklame hotel dan restoran pengurangan pembayaran biaya listrik dan air.(jpg)

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) bersyukur pemerintah tidak menerapkan kebijakan lockdown akhir pekan. Sebab, sebanyak 1.033 restoran telah tutup permanen akibat pembatasan karena wabah pandemi Covid-19.

Ketua BPD PHRI DKI Jakarta Sutrisno Iwantono mengatakan, angka tersebut akan makin bertambah sebanyak 750 restoran yang tutup jika wacana tersebut diterapkan. “Jika opsi ini berjalan, bisa dipastikan penutupan restoran secara permanen akan mencapai sekitar 750 lagi,” ujarnya dalam teleconference, Jumat (5/2).

Ia memaparkan, angka 1.033 restoran yang tutup secara permanen diperoleh dari hasil survei terhadap 9.000 lebih restoran di Indonesia dengan 4.469 responden pada September 2020 lalu. Selanjutnya, sejak Oktober 2020 sampai sekarang diperkirakan sekitar 125 hingga 150 restoran tutup permanen per bulan.

“Mungkin lebih karena banyak juga restoran-restoran yang tidak melapor, mandiri yang belum tentu menjadi anggota PHRI,” ucapnya. Sutrisno pun meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kebijakan injak gas dan rem dengan sangat berhati-hati. Namun, seandainya kebijakan lockdown di akhir pekan, pihaknya mengusulkan beberapa hal yang dapat dipertimbangkan.

Pihaknya meminta, agar restoran yang sudah menerapkan protokol kesehatan untuk diberikan pengecualian untuk buka sampai pukul 21.00 dengan kapasitas duduk makan menjadi 50 persen.

Kemudian, Pemda DKI Jakarta dengan berbagai pihak terkait untuk melakukan edukasi kepada masyarakat secara terus menerus dan mendisiplinkan masyarakat, terutama pada klaster utama penularan, ditingkat RT/RW, kelurahan, dan kecamatan.

“Memperbanyak fasilitas umum cuci tangan, penyediaan masker dan jika mungkin adalah face shield di tengah masyarakat terutama di klaster utama penular. Khusus untuk pusat perbelanjaan dapat disediakan GeNose,” jelasnya.

Lalu, tidak membuat kebijakan sama rata untuk semua yang akan memperburuk situasi ekonomi. “Dipertimbangkan kelonggaran bagi pelaku usaha yang sudah dengan sangat ketat menjalankan protokol kesehatan,” imbuhnya.

Selain itu, Ia menambahkan, diperlukan juga skema bantuan akibat yang dialami oleh hotel dan restoran akibat pengetatan kerugian seperti, pajak Restoran (Pb1) agak tidak disetorkan ke Pemda DKI Jakarta tetapi digunakan untuk menolong pelaku usaha, pembebasan PBB untuk hotel dan restoran independen, pembebasan pajak reklame hotel dan restoran pengurangan pembayaran biaya listrik dan air.(jpg)

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya