Fokus dengan persoalan tradisi, lalu mengabadikannya dalam karya: puisi, Penyair Perempuan Indonesia (PPI) menggelar kegiatan yang diberi nama Pulang ke Kampung Tradisi. PPI diketuai Kunni Masrohanti, penyair perempuan asal Riau.
(RIAUPOS.CO) — MESKI belum genap dua tahun, PPI telah melakukan berbagai kegiatan. Salah satunya Pulang ke Kampung Tradisi, setelah sebelumnya meluncurkan buku bersama berjudul Palung Tradisi. Pulang ke Kampung Tradisi yang pertama ini dilaksanakan di Kota Garut, Jawa Barat 7-8 Maret lalu. Kegiatan ini, selain dihadiri puluhan penyair perempuan dari berbagai provinsi di Indonesia yang tergabung dalam PPI, juga dihadiri para simpatisan, pencinta puisi, Presiden Penyair Indonesia Sutardji Calzoum Bachri, Acep Zamzam Noor, Deri Hudaya dan masih banyak lainnya. Selain mendatangi langsung sumber tradisi yakni Kampung Pul, juga menggelar diskusi tentang puisi dan tradisi.
Sutardji Calzoum Bachri, baik ketika berkunjung ke situs Candi Cangkuang Kampung Pulo maupun diskusi di Padepokan Sobarnas, Garut, tak henti-hentinya mengungkapkan bagaimana tradisi itu menjadi bagian penting dalam membangun sebuah bangsa, termasuk mencatatnya dalam karya-karya para penyair. Ratusan peserta dari mahasiswa, komunitas, guru dan umun mengikuti diskusi, khususnya di Sobarnas dengan sangat antusias. Apalagi diwarnai dengan pembacaan puisi oleh Sutardji yang menggelegar, musikaliasai puisi oleh Posstheatron dan nyanyi puisi dengan ukulele oleh Teh Uke, serta pembacaan puisi oleh beberapa peserta lainnya termasuk Ketua PPI.
Selain Sutardji, diskusi di Padepokan Sobarnas tersebut juga menghadirkan pembicara Acep Zam Zam Noor, Kunni Masrohanti dan Deri Hudaya, Dosen Universitas Garut (Uniga) yang rajin menulis dengan Bahasa Sunda. Sebelumnya juga hadir David Darmawan perwakilan Himpunan Sastrawan Dramawan (Hisdraga) yang menjelaskan tentang Hisdaraga dengan berbagai kegiatannya. Diskusi tersebut dipandu oleh Inda Nugraha Hidayat dari Hisdraga sendiri. Selain bicara puisi dan tradisi, juga dibahas buku Palung Tradisi karya PPI serta pengenalan PPI oleh Kunni.
‘’Penyair menulis bukan di atas kertas kosong, bukan dari sesuatu yang kosong, tapi sudah ada yang mau ditulis, yakni alam. Membaca alam, menyelami lalu menulisnya. Membaca dan mempelajarai tradisi lalu menulisnya. Ini yang dilakukan oleh PPI, tunak dengan tradisi sangat luar biasa. Teruskan dan harus fokus. Kegiatan ini juga sebagai upaya merawat tradisi. Dalam hal menulis inilah diperlukan kreativitas tinggi agar yang ditulis betul-betul sampai kepada isi,’’ kata Sutardji.
Sementara itu, Acep menjelaskan, menulis tradisi menjadi puisi atau membuat puisi dengan akar tradisi memang perlu pendalaman khusus. ‘’Tidak mudah juga menulis tradisi menjadi puisi. Ada pembelajaran batin yang harus menyertai. Menguasai tradisi apa yang mau ditulis sehingga tidak kosong dan pesan yang hendak disampaikan betul-betul terwujud. Hal luar biasa apa yang dilakukan PPI dengan fokus pada tradisi,’’ katanya.
Sementara itu, Kunni lebih menceritakan mengapa harus ada PPI dan mengapa harus tradisi di samping menyampaikan beberapa program PPI ke depan. “Bicara Indonesia sebenarnya bicara keberagaman budaya dan tradisi. Dan, bicara tradisi adalah berbicara perempuan. PPI ingin mengaktualisasikan dirinya sendiri karena sadar sebagai yang mewariskan dan menerima warisan dari tradisi. Kenapa harus tradisi, ya karena Indonesia lahir dari keberagamam tradisi dan dengan tradisi kita jadi tahu dari mana bermula, ‘’ kata Kunni.
Hal senada juga disampaikan Deri Hudaya, penyair yang juga pengarang puisi sunda serta menerjemahkan karya Sunda ke dalam Bahasa Indonesia. ‘’Ya, bicara perempuan memang bicara tradisi, begitu juga sebaliknya. Tapi soal karya harus dari tradisi, tidak bisa dipaksakan,’’ katanya pula.
Puluhan perempuan yang tergabung dalam Penyair Perempuan Indonesia (PPI) menghadiri kegiatan Pulang ke Kampung Tradisi tersebut. Tidak kurang 20 orang dari seluruh anggota PPI yang saat ini berjunlah 64 orang dan tersebar di seluruh provinsi di Indonesia, hadir. Mereka antara lain, Eva S (Jawa Timur), Ponnoer (Sukabumi), Rini Intama (Banten), Ummi Rissa (Bekasi), Hening Wicara (Riau), Asmariah (Jogjakarta), Dede R (Jabar), Arnita (Jabar), Yulia (Garut), Widia (Garut), Oky (Garut), Edrida Pulungan (Medan), Ratna Ayu Budhiarti (Garut), Devie Matahari (Bogor) dan lainnya.
Kunni juga menjelaskan, kegiatan Pulang ke Kampung Tradisi ini akan menjadi kegiatan tahunan PPI. Karena PPI memiliki dasar pemikiran berakar pada tradisi dalam melahirkan karya-karyanya, maka kegiatan ini dilaksanakan di berbagai daerah yang merupakan lumbung tradisi di Indonesia. Bentuk kegiatannya antara lain, melakukan kajian budaya dan tradisi di daerah yang dikunjungi, lalu menjadikannya sebagai sumber inspirasi dalam menciptakan puisi.
”Karena anggota PPI tersebar di banyak provinsi di Indonesia, tentu perlu kajian yang dalam untuk mengetahui salah satu tradisi yang ada di suatu daerah. Pulang ke kampung tradisi, artinya, pulang ke banyak kampung yang semua kampung adalah kampung kami, kampung Indonesia. Dari hasil kunjungan, dilakukan kajian sebagai bahan tulisan untuk menulis puisi. Nanti puisinya kita terbitkan dalam antologi bersama,” kata Kunni lagi.
Jika tahun ini dilaksanakan di Garut, Pulang ke Kampung Tradisi tahun depan direncanakan di Bali sesuai rapat anggota PPI yang hadir di acara tersebut. ”Kenapa Garut menjadi pilihan, ini kesepakatan bersama. Tentu berkait erat juga dengan transportasi menuju wilayah ini. Ini tahun pertama. Tahun depan direncanakan di Bali, sesuai kesepakatan rapat bersama anggota PPI yang hadir. Tapi ini bisa saja berubah, melihat situasi nantinya. Kegiatan ini dilaksanakan secara swadaya. Teman-teman anggota PPI yang luar biasa semangatnya,” kata Kunni lagi.
Koordinator Pulang ke Kampung Tradisi, Ratna Ayu Budhiarti, menyebutkan, terlaksananya kegiatan ini berkat dukungan banyak pihak. Mulai dari pemerintah hingga komunitas. ‘’Garut siap menyambut tamu-tamu kegiatan Pulang ke Kampung Tradisi karena didukung banyak pihak, terutama ketua PPI sendiri. Meski kami berjauhan, tapi komunikasi berjalan setiap waktu. Begitu juga dengan tim PPI lainnya,’’ jelas Ratna.
Meski kegiatan ini dilaksanakan secara swadaya oleh anggota PPI yang hadir, tapi dukungan banyak pihak sangat menentukan. Baik itu berhubungan dengan keamanan dan kenyamanan lokasi yang dikunjungi, maupun peserta yang ikut diskusi. Selain Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Garut, kegiatan ini juga didukung oleh Komunitas Hisdraga (Himpunan Sastrawan dan Dramawan Garut), Komunitas Budaya Posstheatron, Disparbud, BPPD, Kadin Garut, Rumah Bambu, Dodol Picnic, dan lain-lain.
‘’Terimakasih kepada sahabat, teman-teman dan semua pihak yang mendukung kami. Berkat kerjasama ini, semua menjadi lebih mudah dan lancar,’’ sambung Ratna.***
Laporan MUSLIM NURDIN, Pekanbaru