JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Rancangan undang-undang (RUU) yang telah diserahkan ke DPR bisa ditarik kembali oleh pemerintah. Itu dapat ditempuh jika belum ada proses pembahasan di DPR. Ketentuan tersebut diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 15/2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Nah, itu bisa berlaku untuk RUU Cipta Kerja (Ciptaker). Sejauh ini, RUU omnibus law itu belum ada pembahasan menyusul maraknya penolakan dari sejumlah kalangan. "Presiden melalui kementerian terkait bisa menarik lagi RUU ini (RUU Cipta Kerja, red)," kata Peneliti Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (Puskapkum) Ferdian Andi kepada jpg, kemarin (8/3).
Diketahui, draf berikut naskah akademik RUU Ciptaker diserahkan ke DPR sejak 12 Februari lalu. Namun surat presiden (Surpres) belum dibacakan dalam rapat paripurna penutupan masa sidang ke-2 pada 27 Februari lalu. "Secara normatif sama sekali belum ada pembahasan," ujar Ferdian.
Tata cara penarik RUU, sambung dia, diatur dalam Peraturan DPR Nomor 3/2012 tentang Tata Cara Penarikan RUU. Persisnya di pasal 9 ayat (3). Presiden menyampaikan pernyataan tertulis ke pimpinan DPR disertai penjelasan alasan penarikan. Nah, penarikan RUU oleh presiden selanjutnya diumumkan pimpinan dewan dalam rapat paripurna.
Biasanya, sebuah RUU yang ditarik pemerintah didasari atas penolakan luas dari publik. Sehingga dengan penarikan tesebut, pemerintah sebagai inisiator bisa melakukan perbaikan terhadap sejumlah substansi yang belum diakomodir dalam RUU sebelumnya. Momentum itu menjadi kesempatan pemerintah untuk melakukan perbaikan.(jpg)
JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Rancangan undang-undang (RUU) yang telah diserahkan ke DPR bisa ditarik kembali oleh pemerintah. Itu dapat ditempuh jika belum ada proses pembahasan di DPR. Ketentuan tersebut diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 15/2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Nah, itu bisa berlaku untuk RUU Cipta Kerja (Ciptaker). Sejauh ini, RUU omnibus law itu belum ada pembahasan menyusul maraknya penolakan dari sejumlah kalangan. "Presiden melalui kementerian terkait bisa menarik lagi RUU ini (RUU Cipta Kerja, red)," kata Peneliti Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (Puskapkum) Ferdian Andi kepada jpg, kemarin (8/3).
- Advertisement -
Diketahui, draf berikut naskah akademik RUU Ciptaker diserahkan ke DPR sejak 12 Februari lalu. Namun surat presiden (Surpres) belum dibacakan dalam rapat paripurna penutupan masa sidang ke-2 pada 27 Februari lalu. "Secara normatif sama sekali belum ada pembahasan," ujar Ferdian.
Tata cara penarik RUU, sambung dia, diatur dalam Peraturan DPR Nomor 3/2012 tentang Tata Cara Penarikan RUU. Persisnya di pasal 9 ayat (3). Presiden menyampaikan pernyataan tertulis ke pimpinan DPR disertai penjelasan alasan penarikan. Nah, penarikan RUU oleh presiden selanjutnya diumumkan pimpinan dewan dalam rapat paripurna.
- Advertisement -
Biasanya, sebuah RUU yang ditarik pemerintah didasari atas penolakan luas dari publik. Sehingga dengan penarikan tesebut, pemerintah sebagai inisiator bisa melakukan perbaikan terhadap sejumlah substansi yang belum diakomodir dalam RUU sebelumnya. Momentum itu menjadi kesempatan pemerintah untuk melakukan perbaikan.(jpg)