Jumat, 20 September 2024

Sang Legenda yang Penuh Kenangan

(RIAUPOS.CO) – JEMBATAN Siak 1 atau yang kerap dipanggil Jembatan Lekton, adalah legenda. Jembatan ini telah menjadi tonggak sejarah bersatunya dua wilayah yang terpisah oleh Sungai Siak, sungai terdalam di Indonesia. Dia pernah menjadi bangunan mahakarya di masanya dan menjadi ikon di Bumi Bertuah ini. Warga Riau, khususnya masyarakat Pekanbaru banyak punya kenangan tersendiri terhadap kehadiran “Si Lengkung” ini. Berjuta cerita dan kisah yang melekat pada setiap warga terhadap keberadaannya di Bumi Bertuah. Seiring dengan makin menuanya umur orang yang punya kenangan dan cerita indah tersebut.

Salah satunya adalah bagi para mantan pekerja minyak yang bersentuhan langsung dengan keberadaan jembatan ini. Untuk mantan pegawai minyak Caltex yang kini berubah nama menjadi Chevron, banyak kisah yang bisa terceritakan tentang kondisi sebelum jembatan dibangun dan setelah jembatan tersebut dipergunakan. Dan cerita-cerita seru tentang jembatan ini sahut menyahut saat kenangan dan fotonya dibagikan di dunia maya pada sebuah media sosial pertemanan. Di media pertemanan facebook (FB) sebuah grup bernama Caltex Indonesia dengan 11.176 anggota, cerita soal ini menghangat ketika foto-foto jadul jembatan lekton dibagikan. Di grup yang diisi oleh para mantan pegawai Caltex dan para keluarga ini, menjadi ajang nostalgia, kerap membagikan foto dan kenangan cerita masa lalu seputar kehidupan di lingkungan daerah operasional migas di Rumbai, Duri, Minas, Dumai dan Pekanbaru.

‘’Dulu di jembatan ini banyak tukang photo amateur (mat Kodak) nongkrong menunggu pelanggan utk photo di jembatan ini, ada pameo saat itu belum sampai ke PBR klo belum berfoto di jembatan ini,’’ tulis akun  FB Donnysdasmi menanggapi foto dan tulisan tentang Jembatan Siak 1 yang diposting oleh akun Aldi Nainggolan di grup FB Caltex Indonesia di bulan Juni 2020.

Kemudian ada banyak komentar dari anggota grup tersebut mengenang kisah masa lalu mereka menyangkut jembatan itu. ‘’Waktu pembangunan jembatan Leighton 75 saya sedang training English dan Powerline di Rumbai, jembatan ini ditinggikan supaya bisa lewat kapal menengah sewaktu pasang turun, tapi sejak Siak bikin jembatan ndak bisa lagi lewat kapa yg agak besar,waktu pembangunan itu terjadi banjir besar sampai kekehutanan dan lama sampai dilantai jalan yg sudah hancur pernah orang dari Minas naik sampan dikehutanan ke boom baru, ‘’ tulis akun Haibilubis Ramli mengingat masa lalunya.

- Advertisement -

Sementara itu, akun dengan nama Ibrahim Khaled menuliskan komentarnya dengan panjang lebar menyangkut kisahnya menyeberang Sungai Siak sebelum jembatan dibangun dan pengalaman masa kecilnya saat tinggal di wilayah sekitar sungai. ‘’Sebelum jembatan Ponton ada. Pegawai Caltex yang tinggal di Pekanbaru untuk menyeberang ke Rumbai menaiki kapal Ferry dari Pelita Pantai yang terletak di ujung jalan Sudirman ke Bom lama. Pengalaman Pribadi: Saya waktu SD kadang bermain ke pinggiran Sungai Siak di daerah PANAM Sumber Sari Ujung, dilokasi gudang peninggalan perusahaan minyak AS disiapkan sebagai penerus Caltex dulunya kalau gagal diambil alih pada zaman pemberontakan / perang (tepatnya tentu pemilik yang lebih tahu). Gudang itu banyak berisi alat dan peralatan pengeboran minyak, dan dilokasi itu ada tempat kapal berlabuh di beton dan biasanya kami bermain dipinggirnya dan ada juga yang berenang. Sungai Siak ini permukaannya kelihatan tenang tetapi didalamnya air berputar-putar, Sungai Siak ini terkenal angker karena kalau banjir besar biasanya “minta korban” dulu baru surut airnya. Kembali cerita saya dan teman2 suatu ketika tahun 1976 setelah pulang sekolah kami bermain ke gudang PANAM dan teman2 berenang saya hanya dipinggiran saja rendam kaki, dan sejam kemudian kami pulang tetapi ada beberapa teman masih tinggal melanjutkan berenang sampai senja magrib, dan petaka terjadi ada orang yang datang ke rumah mencari saya dan menanyakan apakah saya melihat si Anu, saya bilang saya pulang duluan tadi dan singkat cerita teman saya itu ternyata tenggelam dan akhirnya keesokan harinya beliau ditemukan mengambang telah meninggal dunia. Inilah awal saya tahu perasaan takut yang membayangi ketika teman kecil dan sekelas mati (meninggal) rasa menghantui itu bertahun-tahun baru sedikit demi sedikit hilang kenangan bersamanya. Si Anu juga merupakan putra dari seorang karyawan Caltex,’’ tuturnya.

Baca Juga:  Giliran Eks Ketua FPI Jakarta Melaporkan Sukmawati Soekarnoputri

Sementara itu, akun Rahmadmahadewa menceritakan kisah yang agak mistis. “Penyelesaian jembatan lekhton penuh misteri dimna butuh kepala manusia untuk tumbal biar betonnya nancap kita waktu kecil d larang keluar rumah hati hati sama bapk 2 yg bawa karung n parang dia tukang begal,’’ tulisnya.

- Advertisement -

Dan komentar-komentar mengenang kisah jembatan Siak 1 dan cerita di seputarnya pun silih berganti di grup tersebut. Hal ini menjadi hiburan tersendiri dalam mengenang kisah hidup mereka. Terbukti, dengan sebuah jembatan saja, ternyata menyimpan banyak cerita yang menarik. Tentu saja dibalik kenangan nostalgia tersebut, Jembatan Siak 1 sesuai dengan tujuan awal pembangunannya adalah sebagai sarana transportasi penghubung jalan darat dari pesisir Timur pulau Sumatera di Kota Dumai ke wilayah pantai barat tepatnya Kota Padang di Sumatera Barat. Sejak jembatan dibangun, secara drastis pembangunan pun kian pesat. Gejolak perekonomian pun makin tinggi seiring melonjaknya harga minyak dunia di kala itu, tahun 1970-an.

Dari berbagai sumber informasi yang dihimpun menyebutkan, kondisi infrastruktur di Provinsi Riau dan daerah tetangga pada awal tahun 1950-an tidak sebagus saat ini. Jalan utama yang menghubungkan Pekanbaru dengan Kota Padang  masih berupa  jalan tanah. Begitu pun arah ke Kota Dumai. Jika ada pegawai PT Caltex Pacific Indonesia bepergian dari Pekanbaru ke Padang, harus menggunakan bus. Perjalanan kala itu cukup melelahkan dan memakan waktu berhari-hari. Para penumpang pun harus mempersiapkan bekal makanan yang cukup di dalam bus. Mengingat medan jalan yang berat serta kondisi bus, membuat kendaraan kadang terpaksa berhenti lama di tengah jalan. Tak jarang saat bus rusak atau jalan putus, penumpang harus tidur di tepi jalan.

PT Caltex Pacific Indonesia kemudian membangun jaringan jalan raya yang merupakan bagian infrastruktur dalam pengangkutan minyak. Infrastruktur ini mencakup penyelesaian pembuatan jalan raya yang menghubungkan Padang-Dumai untuk pertama kalinya dalam sejarah. Tahun 1958, jalan ke Dumai telah tersambung. Selanjutnya, untuk menghubungkan Rumbai dan Pekanbaru, PT Caltex Pacific Indonesia membangun jembatan sepanjang 95 meter pada tahun 1958 dengan empat landasan apung (jembatan ponton) yang sebelumnya berfungsi sebagai feri Rumbai-Pekanbaru.

Jembatan ini merupakan kumpulan perahu besi yang bersambung-sambung hingga ke seberang sungai. Jika ada kapal yang akan lewat, maka perahu jembatan ponton akan diputus sementara dan dirapatkan ke pinggir sungai. Masyarakat dapat menggunakannya hanya pada pagi dan sore hari di jam yang telah ditentukan. Selanjutnya hanya dibuka untuk keperluan PT Caltex Pacific Indonesia. Hal ini dikarenakan jembatan ponton tersebut milik PT Caltex Pacific Indonesia. Jembatan ini berfungsi selama 18 tahun sebagai satu-satunya penghubung Kota Pekanbaru  yang terbelah oleh sungai dan tugasnya kemudian diambil alih oleh Jembatan Siak 1.

Jembatan Lekton dengan nama resmi Jembatan Siak 1 mulai dibangun pada tahun 1973 dan selesai tahun 1977. Menghubungkan 2 wilayah Pekanbaru yang terbelah oleh Sungai Siak. Kedua wilayah itu adalah Kecamatan Senapelan di sisi Selatan dan Kecamatan Rumbai Pesisir di Utara. Jembatan ini merupakan jembatan berkonstruksi termegah yang pertama di Pekanbaru. Sekitar tahun 1973, jembatan ini pernah menjadi yang terpanjang di Sumatera.

Jembatan Siak I dapat dibangun setelah adanya kerjasama antara PT Caltex Pacific Indonesia dengan Pemerintah Provinsi Riau. Dibangun dengan panjang total 350 meter dan lebar 9,3 meter oleh PT Leighton Indonesia Construction Company yang berasal dari Australia sebagai kontraktor pembangunannya. Proyek pembangunan Jembatan Siak I ini menghabiskan 600 ton baja, 1.200 kaki kubik beton, 150.000 kaki kubik tanah timbun, dan pengaspalan jalan 700 meter persegi.

Jembatan yang merupakan bantuan dari PT Caltex Pacific ini diresmikan pada tanggal 19 April 1977 oleh Presiden Republik Indonesia, Soeharto. Saat meresmikan jembatan yang menjadi landmark Kota Pekanbaru tersebut, Presiden RI Soeharto menyatakan bahwa Jembatan Siak mempunyai arti penting dari segi ekonomi dan sosial, tidak saja bagi Provinsi Riau, tetapi juga bagi bagian tengah Sumatera. Jembatan yang membentang di atas Sungai Siak sepanjang 350 meter ini direncanakan dapat bertahan selama 50 tahun.

Baca Juga:  Catat Sejarah, Mendag Teken Kerja Sama Dagang dengan Kawasan Teluk

Jembatan Siak I resmi diserahkan kepada pemerintah Provinsi Riau pada tanggal 12 Juli 1977 dalam sebuah acara singkat di Pekanbaru. Berita acara serah terima ditandatangani oleh Chairman of Managing Board Haroen Al dan Gubernur Riau Arifin Achmad disaksikan oleh pejabat pemerintahan dan Duta Besar Amerika Serikat untuk Republik Indonesia saat itu, DD Newsom .

Awalnya, masyarakat Pekanbaru belum mengetahui nama jembatan ini ketika pertama kali dibangun. Kontraktor yang menjadi pelaksana pembangunan Jembatan Siak I adalah sebuah perusahaan konstruksi jembatan dari Australia bernama PT Leighton Indonesia Construction Company. Ketika itu perusahaan dari Negeri Kangguru tersebut mungkin bermaksud mempromosikan perusahaannya yang masih baru, maka dibuatlah spanduk besar-besar dengan nama perusahaan “PT Leighton Indonesia Construction Company” di depan gerbang proyek pembangunan jembatan Sungai Siak. Sejak itu, masyarakat Pekanbaru beranggapan bahwa jembatan baru tersebut bernama “Lekton”, karena mirip dengan nama jembatan lama “ponton”.

Referensi lain menyebut, masyarakat Pekanbaru lebih akrab menyebut Jembatan Siak I sebagai “Jembatan Leton”. “Leton” merupakan pelafalan sederhana dari “Leighton”. Ada pula yang menyebutnya “Jembatan Caltex” karena pihak yang membiayai pembangunannya adalah PT Caltex Pacific Indonesia.

Sampai sekitar tahun 1984, PT Caltex Pacific Indonesia menyadari kesalahan nama jembatan yang diketahui oleh masyarakat, sehingga mensosialisasikan kembali nama resmi dari pemerintah yaitu Jembatan Siak 1 kepada masyarakat. Setelah dibangunnya serangkaian jembatan yang melintasi Sungai Siak oleh Pemerintah Kota Pekanbaru, Jembatan Siak 1 merupakan nama resmi yang ditetapkan dan digunakan dalam kalangan pemerintahan untuk jembatan ini.

Saat ini karena pesatnya perkembangan Kota Pekanbaru dan padatnya arus transportasi maka sudah dibangun 3 jembatan lain melintasi Sungai Siak. Jembatan tersebut yaitu Jembatan Siak 2 sebagai lintasan kendaraan-kendaran berat di pinggiran kota. Kemudian Jembatan Siak 3 yang dibangun tepat di tapak bekas jalur penyeberangan jembatan ponton dulu. Terakhir Jembatan Siak 4 dengan nama Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah atau bisa juga disebut Jembatan Marhum Bukit, menghubungkan Jalan Jenderal Sudirman yang dulu terputus menuju arah Rumbai.

Dengan berfungsinya tiga jembatan tadi maka berkuranglah beban Jembatan Siak 1. Namun akibat pemakaian dan menahan beban selama puluhan tahun, maka kini diperkirakan jembatan ini kekuatannya tinggal 30 persen saja. Sehingga di kedua ujung jembatan dipasang portal untuk membatasi tonase kendaraan yang melewatinya.

Jembatan Siak 1 sempat mempermalukan Jembatan Siak 3. Karena jembatan yang diresmikan pada tahun 2011 ini, baru dua tahun beroperasi telah dinyatakan tidak layak pakai oleh pemerintah, lantaran besi penyangganya bengkok-bengkok dan membahayakan pengendara. Lalu dilakukanlah penutupan pada tahun 2013 dan direhab yang memakan waktu lama. Jembatan Siak 1 kembali jadi pilihan sebagai akses dari Pekanbaru menuju Rumbai dan sebaliknya.

Kondisi arus lalu lintas mulai memadati jembatan legenda ini, bahkan kerap terjadi kemacetan. Kalau sedang padat-padatnya, Jembatan Siak I sering terasa bergetar apalagi bagi pengendara roda 2. Hal ini membuat kekhawatiran bagi warga sekitar dan pengendara yang melewatinya. Mereka khawatir jembatan runtuh seperti kejadian yang menimpa jembatan di Kutai Kartanegara yang baru berusia 10 tahun.

Namun kekhawatiran ini ditepis oleh pihak Dinas Marga Provinsi Riau. Syafril Buchori yang menjadi kepala dinas saat itu mengatakan bahwa Jembatan Siak I masih sanggup menahan beban hingga 250 ton. Untuk itu, ia meminta masyarakat agar tidak khawatir dan was-was. ‘’Untuk Siak I itu, saya rasa masyarakat tidak perlu khawatir lah ya. Karena jembatan tersebut masih tahan untuk dilewati dan Insya Allah tidak akan goyang,’’ sebutnya.

Kini Jembatan Siak 3 selesai direhab dan bisa dilewati kembali. Jembatan Siak 1 pun tetap difungsikan untuk jalur satu arah, dari kota menuju Rumbai. Dia masih tetap berdiri melengkung dengan angkuhnya. Bangunan pe­ninggalan era keemasan minyak di Bumi Lancang Kuning ini seakan berkata, “Aku ingin hidup seribu tahun lagi”.***

Laporan YOSE RIZAL, Pekanbaru

 

(RIAUPOS.CO) – JEMBATAN Siak 1 atau yang kerap dipanggil Jembatan Lekton, adalah legenda. Jembatan ini telah menjadi tonggak sejarah bersatunya dua wilayah yang terpisah oleh Sungai Siak, sungai terdalam di Indonesia. Dia pernah menjadi bangunan mahakarya di masanya dan menjadi ikon di Bumi Bertuah ini. Warga Riau, khususnya masyarakat Pekanbaru banyak punya kenangan tersendiri terhadap kehadiran “Si Lengkung” ini. Berjuta cerita dan kisah yang melekat pada setiap warga terhadap keberadaannya di Bumi Bertuah. Seiring dengan makin menuanya umur orang yang punya kenangan dan cerita indah tersebut.

Salah satunya adalah bagi para mantan pekerja minyak yang bersentuhan langsung dengan keberadaan jembatan ini. Untuk mantan pegawai minyak Caltex yang kini berubah nama menjadi Chevron, banyak kisah yang bisa terceritakan tentang kondisi sebelum jembatan dibangun dan setelah jembatan tersebut dipergunakan. Dan cerita-cerita seru tentang jembatan ini sahut menyahut saat kenangan dan fotonya dibagikan di dunia maya pada sebuah media sosial pertemanan. Di media pertemanan facebook (FB) sebuah grup bernama Caltex Indonesia dengan 11.176 anggota, cerita soal ini menghangat ketika foto-foto jadul jembatan lekton dibagikan. Di grup yang diisi oleh para mantan pegawai Caltex dan para keluarga ini, menjadi ajang nostalgia, kerap membagikan foto dan kenangan cerita masa lalu seputar kehidupan di lingkungan daerah operasional migas di Rumbai, Duri, Minas, Dumai dan Pekanbaru.

‘’Dulu di jembatan ini banyak tukang photo amateur (mat Kodak) nongkrong menunggu pelanggan utk photo di jembatan ini, ada pameo saat itu belum sampai ke PBR klo belum berfoto di jembatan ini,’’ tulis akun  FB Donnysdasmi menanggapi foto dan tulisan tentang Jembatan Siak 1 yang diposting oleh akun Aldi Nainggolan di grup FB Caltex Indonesia di bulan Juni 2020.

Kemudian ada banyak komentar dari anggota grup tersebut mengenang kisah masa lalu mereka menyangkut jembatan itu. ‘’Waktu pembangunan jembatan Leighton 75 saya sedang training English dan Powerline di Rumbai, jembatan ini ditinggikan supaya bisa lewat kapal menengah sewaktu pasang turun, tapi sejak Siak bikin jembatan ndak bisa lagi lewat kapa yg agak besar,waktu pembangunan itu terjadi banjir besar sampai kekehutanan dan lama sampai dilantai jalan yg sudah hancur pernah orang dari Minas naik sampan dikehutanan ke boom baru, ‘’ tulis akun Haibilubis Ramli mengingat masa lalunya.

Sementara itu, akun dengan nama Ibrahim Khaled menuliskan komentarnya dengan panjang lebar menyangkut kisahnya menyeberang Sungai Siak sebelum jembatan dibangun dan pengalaman masa kecilnya saat tinggal di wilayah sekitar sungai. ‘’Sebelum jembatan Ponton ada. Pegawai Caltex yang tinggal di Pekanbaru untuk menyeberang ke Rumbai menaiki kapal Ferry dari Pelita Pantai yang terletak di ujung jalan Sudirman ke Bom lama. Pengalaman Pribadi: Saya waktu SD kadang bermain ke pinggiran Sungai Siak di daerah PANAM Sumber Sari Ujung, dilokasi gudang peninggalan perusahaan minyak AS disiapkan sebagai penerus Caltex dulunya kalau gagal diambil alih pada zaman pemberontakan / perang (tepatnya tentu pemilik yang lebih tahu). Gudang itu banyak berisi alat dan peralatan pengeboran minyak, dan dilokasi itu ada tempat kapal berlabuh di beton dan biasanya kami bermain dipinggirnya dan ada juga yang berenang. Sungai Siak ini permukaannya kelihatan tenang tetapi didalamnya air berputar-putar, Sungai Siak ini terkenal angker karena kalau banjir besar biasanya “minta korban” dulu baru surut airnya. Kembali cerita saya dan teman2 suatu ketika tahun 1976 setelah pulang sekolah kami bermain ke gudang PANAM dan teman2 berenang saya hanya dipinggiran saja rendam kaki, dan sejam kemudian kami pulang tetapi ada beberapa teman masih tinggal melanjutkan berenang sampai senja magrib, dan petaka terjadi ada orang yang datang ke rumah mencari saya dan menanyakan apakah saya melihat si Anu, saya bilang saya pulang duluan tadi dan singkat cerita teman saya itu ternyata tenggelam dan akhirnya keesokan harinya beliau ditemukan mengambang telah meninggal dunia. Inilah awal saya tahu perasaan takut yang membayangi ketika teman kecil dan sekelas mati (meninggal) rasa menghantui itu bertahun-tahun baru sedikit demi sedikit hilang kenangan bersamanya. Si Anu juga merupakan putra dari seorang karyawan Caltex,’’ tuturnya.

Baca Juga:  Giliran Eks Ketua FPI Jakarta Melaporkan Sukmawati Soekarnoputri

Sementara itu, akun Rahmadmahadewa menceritakan kisah yang agak mistis. “Penyelesaian jembatan lekhton penuh misteri dimna butuh kepala manusia untuk tumbal biar betonnya nancap kita waktu kecil d larang keluar rumah hati hati sama bapk 2 yg bawa karung n parang dia tukang begal,’’ tulisnya.

Dan komentar-komentar mengenang kisah jembatan Siak 1 dan cerita di seputarnya pun silih berganti di grup tersebut. Hal ini menjadi hiburan tersendiri dalam mengenang kisah hidup mereka. Terbukti, dengan sebuah jembatan saja, ternyata menyimpan banyak cerita yang menarik. Tentu saja dibalik kenangan nostalgia tersebut, Jembatan Siak 1 sesuai dengan tujuan awal pembangunannya adalah sebagai sarana transportasi penghubung jalan darat dari pesisir Timur pulau Sumatera di Kota Dumai ke wilayah pantai barat tepatnya Kota Padang di Sumatera Barat. Sejak jembatan dibangun, secara drastis pembangunan pun kian pesat. Gejolak perekonomian pun makin tinggi seiring melonjaknya harga minyak dunia di kala itu, tahun 1970-an.

Dari berbagai sumber informasi yang dihimpun menyebutkan, kondisi infrastruktur di Provinsi Riau dan daerah tetangga pada awal tahun 1950-an tidak sebagus saat ini. Jalan utama yang menghubungkan Pekanbaru dengan Kota Padang  masih berupa  jalan tanah. Begitu pun arah ke Kota Dumai. Jika ada pegawai PT Caltex Pacific Indonesia bepergian dari Pekanbaru ke Padang, harus menggunakan bus. Perjalanan kala itu cukup melelahkan dan memakan waktu berhari-hari. Para penumpang pun harus mempersiapkan bekal makanan yang cukup di dalam bus. Mengingat medan jalan yang berat serta kondisi bus, membuat kendaraan kadang terpaksa berhenti lama di tengah jalan. Tak jarang saat bus rusak atau jalan putus, penumpang harus tidur di tepi jalan.

PT Caltex Pacific Indonesia kemudian membangun jaringan jalan raya yang merupakan bagian infrastruktur dalam pengangkutan minyak. Infrastruktur ini mencakup penyelesaian pembuatan jalan raya yang menghubungkan Padang-Dumai untuk pertama kalinya dalam sejarah. Tahun 1958, jalan ke Dumai telah tersambung. Selanjutnya, untuk menghubungkan Rumbai dan Pekanbaru, PT Caltex Pacific Indonesia membangun jembatan sepanjang 95 meter pada tahun 1958 dengan empat landasan apung (jembatan ponton) yang sebelumnya berfungsi sebagai feri Rumbai-Pekanbaru.

Jembatan ini merupakan kumpulan perahu besi yang bersambung-sambung hingga ke seberang sungai. Jika ada kapal yang akan lewat, maka perahu jembatan ponton akan diputus sementara dan dirapatkan ke pinggir sungai. Masyarakat dapat menggunakannya hanya pada pagi dan sore hari di jam yang telah ditentukan. Selanjutnya hanya dibuka untuk keperluan PT Caltex Pacific Indonesia. Hal ini dikarenakan jembatan ponton tersebut milik PT Caltex Pacific Indonesia. Jembatan ini berfungsi selama 18 tahun sebagai satu-satunya penghubung Kota Pekanbaru  yang terbelah oleh sungai dan tugasnya kemudian diambil alih oleh Jembatan Siak 1.

Jembatan Lekton dengan nama resmi Jembatan Siak 1 mulai dibangun pada tahun 1973 dan selesai tahun 1977. Menghubungkan 2 wilayah Pekanbaru yang terbelah oleh Sungai Siak. Kedua wilayah itu adalah Kecamatan Senapelan di sisi Selatan dan Kecamatan Rumbai Pesisir di Utara. Jembatan ini merupakan jembatan berkonstruksi termegah yang pertama di Pekanbaru. Sekitar tahun 1973, jembatan ini pernah menjadi yang terpanjang di Sumatera.

Jembatan Siak I dapat dibangun setelah adanya kerjasama antara PT Caltex Pacific Indonesia dengan Pemerintah Provinsi Riau. Dibangun dengan panjang total 350 meter dan lebar 9,3 meter oleh PT Leighton Indonesia Construction Company yang berasal dari Australia sebagai kontraktor pembangunannya. Proyek pembangunan Jembatan Siak I ini menghabiskan 600 ton baja, 1.200 kaki kubik beton, 150.000 kaki kubik tanah timbun, dan pengaspalan jalan 700 meter persegi.

Jembatan yang merupakan bantuan dari PT Caltex Pacific ini diresmikan pada tanggal 19 April 1977 oleh Presiden Republik Indonesia, Soeharto. Saat meresmikan jembatan yang menjadi landmark Kota Pekanbaru tersebut, Presiden RI Soeharto menyatakan bahwa Jembatan Siak mempunyai arti penting dari segi ekonomi dan sosial, tidak saja bagi Provinsi Riau, tetapi juga bagi bagian tengah Sumatera. Jembatan yang membentang di atas Sungai Siak sepanjang 350 meter ini direncanakan dapat bertahan selama 50 tahun.

Baca Juga:  Sopir Vanessa Terancam Enam Tahun Penjara

Jembatan Siak I resmi diserahkan kepada pemerintah Provinsi Riau pada tanggal 12 Juli 1977 dalam sebuah acara singkat di Pekanbaru. Berita acara serah terima ditandatangani oleh Chairman of Managing Board Haroen Al dan Gubernur Riau Arifin Achmad disaksikan oleh pejabat pemerintahan dan Duta Besar Amerika Serikat untuk Republik Indonesia saat itu, DD Newsom .

Awalnya, masyarakat Pekanbaru belum mengetahui nama jembatan ini ketika pertama kali dibangun. Kontraktor yang menjadi pelaksana pembangunan Jembatan Siak I adalah sebuah perusahaan konstruksi jembatan dari Australia bernama PT Leighton Indonesia Construction Company. Ketika itu perusahaan dari Negeri Kangguru tersebut mungkin bermaksud mempromosikan perusahaannya yang masih baru, maka dibuatlah spanduk besar-besar dengan nama perusahaan “PT Leighton Indonesia Construction Company” di depan gerbang proyek pembangunan jembatan Sungai Siak. Sejak itu, masyarakat Pekanbaru beranggapan bahwa jembatan baru tersebut bernama “Lekton”, karena mirip dengan nama jembatan lama “ponton”.

Referensi lain menyebut, masyarakat Pekanbaru lebih akrab menyebut Jembatan Siak I sebagai “Jembatan Leton”. “Leton” merupakan pelafalan sederhana dari “Leighton”. Ada pula yang menyebutnya “Jembatan Caltex” karena pihak yang membiayai pembangunannya adalah PT Caltex Pacific Indonesia.

Sampai sekitar tahun 1984, PT Caltex Pacific Indonesia menyadari kesalahan nama jembatan yang diketahui oleh masyarakat, sehingga mensosialisasikan kembali nama resmi dari pemerintah yaitu Jembatan Siak 1 kepada masyarakat. Setelah dibangunnya serangkaian jembatan yang melintasi Sungai Siak oleh Pemerintah Kota Pekanbaru, Jembatan Siak 1 merupakan nama resmi yang ditetapkan dan digunakan dalam kalangan pemerintahan untuk jembatan ini.

Saat ini karena pesatnya perkembangan Kota Pekanbaru dan padatnya arus transportasi maka sudah dibangun 3 jembatan lain melintasi Sungai Siak. Jembatan tersebut yaitu Jembatan Siak 2 sebagai lintasan kendaraan-kendaran berat di pinggiran kota. Kemudian Jembatan Siak 3 yang dibangun tepat di tapak bekas jalur penyeberangan jembatan ponton dulu. Terakhir Jembatan Siak 4 dengan nama Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah atau bisa juga disebut Jembatan Marhum Bukit, menghubungkan Jalan Jenderal Sudirman yang dulu terputus menuju arah Rumbai.

Dengan berfungsinya tiga jembatan tadi maka berkuranglah beban Jembatan Siak 1. Namun akibat pemakaian dan menahan beban selama puluhan tahun, maka kini diperkirakan jembatan ini kekuatannya tinggal 30 persen saja. Sehingga di kedua ujung jembatan dipasang portal untuk membatasi tonase kendaraan yang melewatinya.

Jembatan Siak 1 sempat mempermalukan Jembatan Siak 3. Karena jembatan yang diresmikan pada tahun 2011 ini, baru dua tahun beroperasi telah dinyatakan tidak layak pakai oleh pemerintah, lantaran besi penyangganya bengkok-bengkok dan membahayakan pengendara. Lalu dilakukanlah penutupan pada tahun 2013 dan direhab yang memakan waktu lama. Jembatan Siak 1 kembali jadi pilihan sebagai akses dari Pekanbaru menuju Rumbai dan sebaliknya.

Kondisi arus lalu lintas mulai memadati jembatan legenda ini, bahkan kerap terjadi kemacetan. Kalau sedang padat-padatnya, Jembatan Siak I sering terasa bergetar apalagi bagi pengendara roda 2. Hal ini membuat kekhawatiran bagi warga sekitar dan pengendara yang melewatinya. Mereka khawatir jembatan runtuh seperti kejadian yang menimpa jembatan di Kutai Kartanegara yang baru berusia 10 tahun.

Namun kekhawatiran ini ditepis oleh pihak Dinas Marga Provinsi Riau. Syafril Buchori yang menjadi kepala dinas saat itu mengatakan bahwa Jembatan Siak I masih sanggup menahan beban hingga 250 ton. Untuk itu, ia meminta masyarakat agar tidak khawatir dan was-was. ‘’Untuk Siak I itu, saya rasa masyarakat tidak perlu khawatir lah ya. Karena jembatan tersebut masih tahan untuk dilewati dan Insya Allah tidak akan goyang,’’ sebutnya.

Kini Jembatan Siak 3 selesai direhab dan bisa dilewati kembali. Jembatan Siak 1 pun tetap difungsikan untuk jalur satu arah, dari kota menuju Rumbai. Dia masih tetap berdiri melengkung dengan angkuhnya. Bangunan pe­ninggalan era keemasan minyak di Bumi Lancang Kuning ini seakan berkata, “Aku ingin hidup seribu tahun lagi”.***

Laporan YOSE RIZAL, Pekanbaru

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari