Jumat, 22 November 2024
spot_img

WP Terkait Covid-19 Dapat Pengurangan

(RIAUPOS.CO) – Pemerintah baru saja mengeluarkan dua regulasi angar terkait pajak. Yakni, PP 29/2020 tentang Fasilitas PPh Dalam Rangka Penanganan Covid-19. Kedua adalah PP 30/2020 tentang Pengurangan Tarif PPh bagi Wajib Pajak Badan dalam Negeri Berbentuk PT. Kedua PP tersebut mengatur sejumlah relaksasi bagi para wajib pajak terkait penanganan Covid-19.

Pada naskah PP 29 yang diperoleh Jawa Pos, Jumat (26/6), ada lima fasilitas yang diberikan. Pertama adalah tambahan pengurangan penghasilan neto. Fasilitas itu diberikan kepada produsen alat kesehatan atau perbekalan kesehatan rumah tangga terkait penanganan Covid-19. Hitungan penghasilan neto mereka bisa dikurangi 30 persen dari biaya yang dikeluarkan.

Kemudian, ada fasilitas bagi mereka yang ikut menyumbangkan hartanya bagi penanganan Covid-19. ’’Sumbangan boleh diberikan pada BNPB, BPBD, (lembaga yang ditunjuk) Kemenkes, Kementerian Sosial, atau Lembaga pengumpulan sumbangan,’’ terang Direktur Peraturan Perpajakan II Ditjen Pajak Yunirwansyah.

Meskipun demikian, Yunirwansyah mengingatkan bahwa pengurangan tersebut tidak boleh dobel. Dalam arti, bila sebelumnya sudah dikurangkan sesuai aturan PP 93/2010, maka tidak bisa lagi dikurangkan lewat PP 29/2020. Karena kedua PP itu sama-sama mengurangkan pajak bagi para dermawan. Wajib pajak bisa memilih mau menggunakan PP 93/2010 atau PP 29/2020.

Fasilitas ketiga adalah tarif pajak 0 persen untuk tambahan penghasilan dari pemerintah, bagi SDM yang berkutat dalam pelayanan kesehatan terlkait Covid-19. Dihitung dari jumlah penghasilan bruto yang diperoleh. Tarif tersebut berlaku sampai September tahun ini.

Baca Juga:  Huawei Nova 7 Dirilis, Dibanderol Rp6 Jutaan

Kemudian, tarif 0 persen untuk penghasilan wajib pajak, yang berasal dari asetnya yang disewa oleh pemerintah dalam rangka penanganan Covid-19. Misalnya seorang wajib pajak memiliki sebidang tanah, lalu tanah tersebut disewa pemerintah untuk pendirian RS daruat, maka penghasilan dia dari sewa tanah itu akan dikenakan tarif pajak 0 persen.

Terakhir, buy back atau pebelian kembali saham yang diperjualbelikan di bursa. Berlaku bagi PT yang minimal 40 persen sahamnya diperjual belikan di bursa. Bila dilakukan buy back, maka ada korting tarif 3 persen lebih rendah dari tarif yang diatur di UU 2/2020. Syaratnya, saham tersebut dimiliki minimal 300 pihak dan masing-masing pihak memiliki tidak lebih dari 5 persen saham.

Sementara, PP 30 mengatur lebih lanjut tentang teknis pengurangan tarif pajak bagi perusahaan-perusahaan yang melakukan buy back. Termasuk ketentuan bahwa Otoritas Jasa Keuangan akan menyampaikan daftar wajib pajak perseroan yang memenuhi syarat itu kepada Menkeu, melalui Dirjen Pajak.

Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Ditjen Pajak Ihsan Priyawibawa mengatakan, ada lima sektor usaha yang banyak menerima insentif pajak akibat pandemi. Yakni, perdagangan, industri, perusahaan jasa profesional, akomodasi, serta makanan dan minuman. ”Jasa profesional seperti jasa hukum, akuntansi, arsitektur, teknik sipil, dan periklanan. Begitu pula jasa persewaan, agen perjalanan, tenaga kerja, dan keamanan,” urai Ihsan.

Baca Juga:  Dukung Green Tourism, PLN Hadirkan 27 SPKLU di 5 Destinasi Wisata

Pemerintah sudah menambah klasifikasi lapangan usaha (KLU) pemberian insentif tersebut sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) PMK-44/PMK.03/2020. Bentuk insentifnya adalah PPh (pajak penghasilan) pasal 21 dan PPHh final UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) ditanggung pemerintah (DTP), pembebasan PPh pasal 22 impor, dan pengurangan angsuran PPh pasal 25 sebesar 30 persen.

”Selain itu, pengembalian pendahuluan PPN (pajak pertambahan nilai) sebagai pengusaha kena pajak (PKP) berisiko rendah,” imbuhnya.

Ditjen Pajak mencatat jumlah pemohon 389.546 wajib pajak (WP) yang mengajukan permohonan. Dari jumlah tersebut 105.759 WP menerima insentif PPh pasal 21 dan pasal 22 impor sebesar 8.994 WP. Sementara PPh final pasal 23 UKM sebanyak 197.735 WP dan PPh final pasal 25 48.330 WP.

”Bagi WP yang usulannya tidak diterima, lantaran bidang usahanya tidak sesuai KLU yang sudah ditetapkan. Atau tidak memenuhi kriteria PMK-44/PMK.03/2020 serta SPT Tahunan 2018 belum disampaikan sebagai basis menentukan KLU,” jelas Ihsan.(byu/han/jrr)

Laporan JPG, Jakarta

 

(RIAUPOS.CO) – Pemerintah baru saja mengeluarkan dua regulasi angar terkait pajak. Yakni, PP 29/2020 tentang Fasilitas PPh Dalam Rangka Penanganan Covid-19. Kedua adalah PP 30/2020 tentang Pengurangan Tarif PPh bagi Wajib Pajak Badan dalam Negeri Berbentuk PT. Kedua PP tersebut mengatur sejumlah relaksasi bagi para wajib pajak terkait penanganan Covid-19.

Pada naskah PP 29 yang diperoleh Jawa Pos, Jumat (26/6), ada lima fasilitas yang diberikan. Pertama adalah tambahan pengurangan penghasilan neto. Fasilitas itu diberikan kepada produsen alat kesehatan atau perbekalan kesehatan rumah tangga terkait penanganan Covid-19. Hitungan penghasilan neto mereka bisa dikurangi 30 persen dari biaya yang dikeluarkan.

- Advertisement -

Kemudian, ada fasilitas bagi mereka yang ikut menyumbangkan hartanya bagi penanganan Covid-19. ’’Sumbangan boleh diberikan pada BNPB, BPBD, (lembaga yang ditunjuk) Kemenkes, Kementerian Sosial, atau Lembaga pengumpulan sumbangan,’’ terang Direktur Peraturan Perpajakan II Ditjen Pajak Yunirwansyah.

Meskipun demikian, Yunirwansyah mengingatkan bahwa pengurangan tersebut tidak boleh dobel. Dalam arti, bila sebelumnya sudah dikurangkan sesuai aturan PP 93/2010, maka tidak bisa lagi dikurangkan lewat PP 29/2020. Karena kedua PP itu sama-sama mengurangkan pajak bagi para dermawan. Wajib pajak bisa memilih mau menggunakan PP 93/2010 atau PP 29/2020.

- Advertisement -

Fasilitas ketiga adalah tarif pajak 0 persen untuk tambahan penghasilan dari pemerintah, bagi SDM yang berkutat dalam pelayanan kesehatan terlkait Covid-19. Dihitung dari jumlah penghasilan bruto yang diperoleh. Tarif tersebut berlaku sampai September tahun ini.

Baca Juga:  Enam Produsen Minyak Goreng Setop Produksi

Kemudian, tarif 0 persen untuk penghasilan wajib pajak, yang berasal dari asetnya yang disewa oleh pemerintah dalam rangka penanganan Covid-19. Misalnya seorang wajib pajak memiliki sebidang tanah, lalu tanah tersebut disewa pemerintah untuk pendirian RS daruat, maka penghasilan dia dari sewa tanah itu akan dikenakan tarif pajak 0 persen.

Terakhir, buy back atau pebelian kembali saham yang diperjualbelikan di bursa. Berlaku bagi PT yang minimal 40 persen sahamnya diperjual belikan di bursa. Bila dilakukan buy back, maka ada korting tarif 3 persen lebih rendah dari tarif yang diatur di UU 2/2020. Syaratnya, saham tersebut dimiliki minimal 300 pihak dan masing-masing pihak memiliki tidak lebih dari 5 persen saham.

Sementara, PP 30 mengatur lebih lanjut tentang teknis pengurangan tarif pajak bagi perusahaan-perusahaan yang melakukan buy back. Termasuk ketentuan bahwa Otoritas Jasa Keuangan akan menyampaikan daftar wajib pajak perseroan yang memenuhi syarat itu kepada Menkeu, melalui Dirjen Pajak.

Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Ditjen Pajak Ihsan Priyawibawa mengatakan, ada lima sektor usaha yang banyak menerima insentif pajak akibat pandemi. Yakni, perdagangan, industri, perusahaan jasa profesional, akomodasi, serta makanan dan minuman. ”Jasa profesional seperti jasa hukum, akuntansi, arsitektur, teknik sipil, dan periklanan. Begitu pula jasa persewaan, agen perjalanan, tenaga kerja, dan keamanan,” urai Ihsan.

Baca Juga:  Accor Hotel Gelar Batik Nusantara Celebration

Pemerintah sudah menambah klasifikasi lapangan usaha (KLU) pemberian insentif tersebut sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) PMK-44/PMK.03/2020. Bentuk insentifnya adalah PPh (pajak penghasilan) pasal 21 dan PPHh final UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) ditanggung pemerintah (DTP), pembebasan PPh pasal 22 impor, dan pengurangan angsuran PPh pasal 25 sebesar 30 persen.

”Selain itu, pengembalian pendahuluan PPN (pajak pertambahan nilai) sebagai pengusaha kena pajak (PKP) berisiko rendah,” imbuhnya.

Ditjen Pajak mencatat jumlah pemohon 389.546 wajib pajak (WP) yang mengajukan permohonan. Dari jumlah tersebut 105.759 WP menerima insentif PPh pasal 21 dan pasal 22 impor sebesar 8.994 WP. Sementara PPh final pasal 23 UKM sebanyak 197.735 WP dan PPh final pasal 25 48.330 WP.

”Bagi WP yang usulannya tidak diterima, lantaran bidang usahanya tidak sesuai KLU yang sudah ditetapkan. Atau tidak memenuhi kriteria PMK-44/PMK.03/2020 serta SPT Tahunan 2018 belum disampaikan sebagai basis menentukan KLU,” jelas Ihsan.(byu/han/jrr)

Laporan JPG, Jakarta

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari