- Advertisement -
JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Dewan Perwakilan AS menepati janji mereka untuk mentransformasi lembaga kepolisian di 50 negara bagian. Kamis (25/6) mereka meloloskan Undang-Undang George Floyd. Namun, jalan untuk mengesahkan regulasi itu masih terjal.
Aturan yang diberi nama The George Floyd Justice in Policing Act tersebut lolos setelah 236 anggota dewan memberikan dukungan dalam pemungutan suara. Mengalahkan suara penolakan dari 181 anggota. Mereka sengaja memasukkan nama Floyd yang menjadi korban kebrutalan polisi di Kota Minneapolis dan memicu gelombang protes nasional.
- Advertisement -
"Tepat sebulan lalu Floyd mengucapkan kata-kata terakhirnya, "Saya tak bisa bernapas". Sejak itu sejarah berubah," ungkap Ketua Dewan Perwakilan AS Nancy Pelosi seperti yang dilansir BBC.
Aturan tersebut bakal mewajibkan petugas untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada hukum. Aturan itu juga menghapus sistem penggeledahan tanpa peringatan yang biasa dilakukan saat operasi narkoba dan menghentikan penghibahan peralatan militer dari angkatan bersenjata ke polisi. Sayang, kemungkinan aturan tersebut diberlakukan masih kecil.
Gedung Putih sudah mengancam bakal memveto undang-undang tersebut. Sementara itu, Senat AS sendiri sudah menyiapkan aturan serupa versi mereka. Dua aturan tersebut punya poin sama dengan larangan menindih tersangka, kewajiban penggunaan kamera tubuh, dan menciptakan daftar polisi yang melakukan kesalahan secara nasional.
- Advertisement -
Namun, Senat AS lebih menekankan transformasi kepada insentif dan pengumpulan data. Bukan penegakan hukum kepada polisi seperti aturan yang dirancang dewan perwakilan. "Ada perbedaan filosofi di antara kami," ungkap Presiden AS Donald Trump.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi
JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Dewan Perwakilan AS menepati janji mereka untuk mentransformasi lembaga kepolisian di 50 negara bagian. Kamis (25/6) mereka meloloskan Undang-Undang George Floyd. Namun, jalan untuk mengesahkan regulasi itu masih terjal.
Aturan yang diberi nama The George Floyd Justice in Policing Act tersebut lolos setelah 236 anggota dewan memberikan dukungan dalam pemungutan suara. Mengalahkan suara penolakan dari 181 anggota. Mereka sengaja memasukkan nama Floyd yang menjadi korban kebrutalan polisi di Kota Minneapolis dan memicu gelombang protes nasional.
- Advertisement -
"Tepat sebulan lalu Floyd mengucapkan kata-kata terakhirnya, "Saya tak bisa bernapas". Sejak itu sejarah berubah," ungkap Ketua Dewan Perwakilan AS Nancy Pelosi seperti yang dilansir BBC.
Aturan tersebut bakal mewajibkan petugas untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada hukum. Aturan itu juga menghapus sistem penggeledahan tanpa peringatan yang biasa dilakukan saat operasi narkoba dan menghentikan penghibahan peralatan militer dari angkatan bersenjata ke polisi. Sayang, kemungkinan aturan tersebut diberlakukan masih kecil.
- Advertisement -
Gedung Putih sudah mengancam bakal memveto undang-undang tersebut. Sementara itu, Senat AS sendiri sudah menyiapkan aturan serupa versi mereka. Dua aturan tersebut punya poin sama dengan larangan menindih tersangka, kewajiban penggunaan kamera tubuh, dan menciptakan daftar polisi yang melakukan kesalahan secara nasional.
Namun, Senat AS lebih menekankan transformasi kepada insentif dan pengumpulan data. Bukan penegakan hukum kepada polisi seperti aturan yang dirancang dewan perwakilan. "Ada perbedaan filosofi di antara kami," ungkap Presiden AS Donald Trump.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi