JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Ancaman Donald Trump menerjunkan militer menghadapi kerusuhan pascakematian George Floyd tak diindahkan warga Amerika Serikat (AS). Gelombang demo masih terjadi di sejumlah lokasi. Kementerian Luar Negeri RI (Kemenlu) mengimbau WNI di sana untuk terus berhati-hati.
Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Kemenlu Judha Nugraha mengungkapkan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan enam perwakilan Pemerintah Indonesia di AS. Sejauh ini, tak ada WNI di sana yang terdampak ataupun ikut terlibat dalam aksi protes yang berujung kerusuhan tersebut. Pernyataan ini sekaligus mengonfirmasi status seorang pendemo dengan tato peta Indonesia di tangannya.
“Yang bersangkutan merupakan warga negara AS,” ujar Judha dalam temu media secara virtual, kemarin (3/6).
Dalam kesempatan tersebut, Judha juga memastikan bahwa seluruh WNI dalam kondisi aman. Menurutnya, enam perwakilan yang ada di AS yaitu KBRI Washington DC dan KJRI San Francisco, KJRI Los Angeles, KJRI Chicago, KJRI New York, dan KJRI Houston terus memantau kondisi seluruh WNI. Seluruh perwakilan juga telah memperluas komunikasi dengan berbagai macam komunitas masyarakat Indonesia di sana. Termasuk melalui pertemuan secara online.
“Alhamdulillah hingga saat ini kondisi warga negara kita dalam kondisi baik dan aman, termasuk akses kepada kesehatan juga telah diberikan,” paparnya.
Dia pun mewanti-wanti, agar para WNI di AS untuk tidak keluar rumah dan ikut aksi turun ke jalan. Judha meminta agar WNI patuh mengikuti arahan dari otoritas setempat agar tetap aman. Selain itu, jika dalam keadaan darurat diharapkan dapat segera menghubungi hotline dari perwakilan RI yang terdekat. Berdasarkan data terakhir yang diterima Kemenlu, total WNI yang berada di AS mencapai 142.141 jiwa. Sementara, aksi demo sudah menjalar ke lebih dari 140 kota yang ada di AS.
Seperti diketahui, aksi protes terjadi sebagai buntut kematian Goerge Floyd, warga AS keturunan Afrika oleh seorang polisi kulit putih. Aksi yang sebelumnya berjalan damai kini berubah menjadi kerusuhan dan penjarahan di berbagai tempat di AS. Bahkan sejumlah negara bagian telah memberlakukan status darurat. Seperti Arizona, Texas, dan Virginia. Kemudian sejumlah kota pun menerapkan jam malam.
Sementara itu, anggota Komisi I DPR Abdul Kadir Karding meminta pemerintah untuk melindungi keselamatan warga negara Indonesia (WNI) di Amerika.
“KBRI harus bertindak cepat agar memberikan warning kepada para WNI yang ada di sana,” jelas Karding, kemarin (3/6).
Selain itu, dia juga mengimbau WNI yang berada di AS untuk tidak perlu ikut-ikutan melakukan aksi demonstrasi. Sebab, kata dia, apa yang terjadi di AS merupakan urusan dalam negeri AS. Menurut Karding, kerusuhan yang terjadi di AS menunjukkan bahwa cara atau pola kekerasan tidak lagi mendapatkan tempat di zaman modern. Itu juga menjadi contoh atau gambaran bagi semua aparat yang memiliki kekuasaan atau kewenangan lebih untuk tidak melakukan tindakan hukum yang melampaui batas-batas hukum itu sendiri.
Mantan Sekjen PKB itu mengatakan, Indonesia harus bisa mengilhami dan mereduksi tindakan-tindakan yang berlebihan atas nama apa pun. “Baik atas nama agama, kelompok, suku, atau kelompok-kelompok tertentu bahwa cara-cara kekerasan tidak lagi tepat,” tutur Kading.
Menurutnya, kekerasan bisa muncul di mana saja, termasuk di AS yang disebut negara demokratis. Apalagi itu dilakukan oleh penegak hukum. Kekerasan tak boleh hanya diimbaukan saja, tapi harus diatur dalam aturan hukum yang tegas. Sehingga siapa pun yang melakukan kekerasan akan mendapat hukum, baik orangtua ke anak, negara kepada rakyat, atau penegak hukum dan objek hukumnya.
Legislator asal Dapil Jawa Tengah itu menyatakan bahwa saat ini masyarakat mempunyai solidaritas tertentu, sehingga tidak boleh ada penindasan atau penzaliman, karena dipastikan akan ada gerakan solidaritas.
“Hal itu harus diantisipasi oleh pihak-pihak yang berkuasa, baik oleh negara, penegak hukum atau lainnya,” ungkapnya.
Selain kekerasan, lanjut Karding, rasialisme yang menjadi akar persoalan di AS juga menjadi masalah laten. Di Indonesia bisa dimaknai dalam kelompok-kelompok suku. Hal itu bisa terjadi karena orang yang seagama atau sesuku mempunyai ikatan emosional yang kuat. Apa yang terjadi di AS sebagai simbol bahwa tidak boleh ada hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip alami.
Karding menegaskan, tidak boleh ada lagi tindakan-tindakan yang merusak toleransi, dan kebersamaan. “Dan tidak boleh ada pandangan bahwa sukunya lebih hebat dari suku lain,” tegasnya.(mia/lum/jpg)