Darah Tidak Diperjualbelikan

(RIAUPOS.CO) — rtolongan adalah pemahaman yang keliru. Darah dalam penggunaannya tidak diperjualbelikan, namun pengolahan hingga layak pakai dan bebas dari berbagai macam penyakit memerlukan biaya. 
 
Hal ini dikatakan Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Pekanbaru  HM Noer MBS kepada Riau Pos, Senin (1/7) .’’Banyak isu dan hoaks yang sedang ramai dibicarakan di  masyarakat dan media sosial tentang mafia darah dan pertanyaan-pertanyaan tentang kenapa sih kalau perlu darah kita harus beli. Jadi itu bukan beli,’’ sebutnya. 
 
Biaya yang dikenakan bagi masyarakat yang memerlukan darah sebut pria yang juga Sekdako Pekanbaru disebut biaya pengganti pengolahan darah (BPPD). ’’BPPD adalah biaya yang kita keluarkan untuk penggantian proses pengolahan darah, bukan harga jual darah,’’jelasnya. 
 
Biaya diperlukan karena setiap darah yang didistribusikan kepada pasien, memerlukan banyak komponen. Darah harus melalui proses pengolahan dan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan darah tersebut bermutu, aman dan terbebas dari berbagai macam penyakit. ’’Terutama penyakit – penyakit yang dapat menular melalui transfusi darah, seperti Sifilis, Hepatitis B, Hepatitis C dan HIV/AIDS,’’ urainya. 
 
BPPD memiliki tiga komponen penghitungan. Yakni komponen jasa meliputi tenaga, pembinaan donor dan transportasi. Komponen administrasi meliputi kartu donor, formulir donor, label kantong darah dan beberapa keperluan lainnya. ’’Komponen terakhir itu bahan dan alat habis pakai. Yaitu, alat dan bahan antiseptik, kantong darah, bahan pemeriksaan Hb, reagensia uji saring darah dan reagensia uji silang serasi,’’ tuturnya. 
 
BPPD diatur dalam Surat Edaran Nomor HK/Menkes/31/li 2014 tentang pelaksanaan standar tarif pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan. Juga  Keputusan Pengurus Pusat Palang Merah Indonesia No: 017/KEP/PP PMI/2014 tentang penetapan Biaya Pengganti Pengolahan Darah (BPPD) UDD PMI sebesar Rp360.000 per kantong darah.
 
Di rumah sakit biaya jadi lebih mahal karena untuk distribusi ke rumah sakit, kantong darah yang sudah siap digunakan akan disimpan di bank darah rumah sakit atau dikenal dengan nama BDRS. Menurut Permenkes 83/2014 pasal 52 disebutkan bahwa BPPD di BDRS merupakan biaya yang dibebankan kepada masyarakat atas penyelenggaraan kegiatan pengolahan darah dari UTD dan biaya penyelenggaraan pelayan darah di BDRS, dan ditetapkan oleh kepala atau direktur rumah sakit. ‘’Biaya penggantian pengolahan darah sebagaimana dimaksud paling tinggi 50 persen dari biaya penggantian penggolahan darah perkantong dari UTD yang memiliki kemampuan pelayanan dengan metode konvensional,’’ ujarnya.(ade)
 
Laporan M ALI NURMAN, Kota
 
(RIAUPOS.CO) — rtolongan adalah pemahaman yang keliru. Darah dalam penggunaannya tidak diperjualbelikan, namun pengolahan hingga layak pakai dan bebas dari berbagai macam penyakit memerlukan biaya. 
 
Hal ini dikatakan Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Pekanbaru  HM Noer MBS kepada Riau Pos, Senin (1/7) .’’Banyak isu dan hoaks yang sedang ramai dibicarakan di  masyarakat dan media sosial tentang mafia darah dan pertanyaan-pertanyaan tentang kenapa sih kalau perlu darah kita harus beli. Jadi itu bukan beli,’’ sebutnya. 
 
Biaya yang dikenakan bagi masyarakat yang memerlukan darah sebut pria yang juga Sekdako Pekanbaru disebut biaya pengganti pengolahan darah (BPPD). ’’BPPD adalah biaya yang kita keluarkan untuk penggantian proses pengolahan darah, bukan harga jual darah,’’jelasnya. 
 
Biaya diperlukan karena setiap darah yang didistribusikan kepada pasien, memerlukan banyak komponen. Darah harus melalui proses pengolahan dan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan darah tersebut bermutu, aman dan terbebas dari berbagai macam penyakit. ’’Terutama penyakit – penyakit yang dapat menular melalui transfusi darah, seperti Sifilis, Hepatitis B, Hepatitis C dan HIV/AIDS,’’ urainya. 
 
BPPD memiliki tiga komponen penghitungan. Yakni komponen jasa meliputi tenaga, pembinaan donor dan transportasi. Komponen administrasi meliputi kartu donor, formulir donor, label kantong darah dan beberapa keperluan lainnya. ’’Komponen terakhir itu bahan dan alat habis pakai. Yaitu, alat dan bahan antiseptik, kantong darah, bahan pemeriksaan Hb, reagensia uji saring darah dan reagensia uji silang serasi,’’ tuturnya. 
 
BPPD diatur dalam Surat Edaran Nomor HK/Menkes/31/li 2014 tentang pelaksanaan standar tarif pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan. Juga  Keputusan Pengurus Pusat Palang Merah Indonesia No: 017/KEP/PP PMI/2014 tentang penetapan Biaya Pengganti Pengolahan Darah (BPPD) UDD PMI sebesar Rp360.000 per kantong darah.
 
Di rumah sakit biaya jadi lebih mahal karena untuk distribusi ke rumah sakit, kantong darah yang sudah siap digunakan akan disimpan di bank darah rumah sakit atau dikenal dengan nama BDRS. Menurut Permenkes 83/2014 pasal 52 disebutkan bahwa BPPD di BDRS merupakan biaya yang dibebankan kepada masyarakat atas penyelenggaraan kegiatan pengolahan darah dari UTD dan biaya penyelenggaraan pelayan darah di BDRS, dan ditetapkan oleh kepala atau direktur rumah sakit. ‘’Biaya penggantian pengolahan darah sebagaimana dimaksud paling tinggi 50 persen dari biaya penggantian penggolahan darah perkantong dari UTD yang memiliki kemampuan pelayanan dengan metode konvensional,’’ ujarnya.(ade)
 
Laporan M ALI NURMAN, Kota
 
Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya