Jumat, 20 September 2024

Berpuasa bagi Penyandang Diabetes

BULAN Ramadan merupakan bulan yang paling dinanti oleh umat muslim. Tak terkecuali oleh penyandang diabetes (diabetisi). Bagi diabetisi, kegiatan berpuasa dalam jangka waktu yang cukup lama akan meningkatkan timbulnya risiko dehidrasi, hipoglikemia (gula darah sangat rendah) maupun hiperglikemia (gula darah sangat tinggi). Untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan pemahaman dan pengamalan secara benar tentang perubahan perilaku pasien diabetes selama bulan suci Ramadan sangat diperlukan. Perubahan kondisi gula darah dan dampak yang akan terjadi harus dapat dikuasai oleh diabetisi maupun keluarga. Pemahaman yang baik akan sangat membantu dalam penyusunan progam pengobatan diabetisi selama menjalankan ibadah puasa.

Berpuasa di bulan Ramadan merupakan keputusan pribadi namun disarankan untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter yang merawat. Yang harus dipahami adalah, perawatan kesehatan diabetisi sangat bersifat individu. Perencanaan pengelolaan akan berbeda pada setiap individu, begitu pula pengelolaan pada saat berpuasa Ramadan. American Diabetes Association merekomendasikan diabetisi tipe 2 untuk melakukan pemeriksaan kesehatan sekurang-kurangnya satu atau dua bulan sebelum Ramadan. Panduan tatalaksana kelainan endokrin di daerah Asia Selatan juga merekomendasikan setidaknya perencanaan pengelolaan pada saat bulan Ramadan dilakukan 3 bulan sebelumnya. Anda harus berdikusi dengan dokter Anda, untuk menentukan apakah Anda tergolong kelompok yang memiliki risiko tinggi atau rendah pada saat berpuasa.

Yang harus dievaluasi sebelum menjalankan ibadah puasa Ramadan adalah antara lain mengidentifikasikan siapa kansi diabetisi atau penyandang diabetes termasuk pada kelompok risiko tinggi. Pada kelompok ini tidak disarankan untuk menjalani puasa Ramadan dikarenakan komplikasi akut yang sering terjadi. Kelompok ini antara lain adalah penyandang diabetes dengan riwayat hipoglikema berat dalam 3 bulan terakhir menjelang Ramadan, riwayat hipoglikemia berulang, hipoglikemia yang tidak disadari atau bergejala, kendali gula yang buruk (gula darah masih relatif tinggi), diabetes melitus tipe 1, sedang sakit, riwayat koma hiperglikemia (kadar gula tinggi) dalam 3 bulan terakhir menjelang Ramadan, menjalankan pekerjaan fisik yang berat, hamil atau cuci darah kronik. Penyandang diabetes dengan ciri-ciri tersebut disarankan untuk tidak menjalankan puasa, namun sekali lagi kembali pada keputusan individu. Maka dari itu sebaiknya diabetisi dengan kriteria tersebut benar-benar melakukan persiapan yang baik dan diskusi yang mendalam dengan dokter yang merawat sebelum memulai ibadah.

Baca Juga:  Ditinggal Tarawih, Rumah Disatroni Maling

Komplikasi akut yang sering terjadi pada penyandang diabetes antara lain adalah hipoglikemia, yaitu gula darah rendah, sampai dengan menyebabkan kehilangan kesadaran bahkan sampai dengan koma. Dilaporkan kejadian hipoglikemia di bulan Ramadan meningkat sebanyak 4,7 kali lipat terutama pada pasien DM tipe 1. Dan berefek pada meningkatnya angka rawat dengan hipoglikemia. Komplikasi lain antara lain adalah hiperglikemia, yaitu peningkatan gula darah yang sering terjadi pada pasien dengan kendali gula yang buruk sebelum puasa dimulai. Kendali gula yang buruk tersebut dapat bertambah buruk dan dapat berakibat pada kondisi lanjut seperti ketoasi dosis diabetikum yang merupakan salah satu kondisi yang mengancam nyawa. Hal lain yang dapat terjadi pada penyandang diabetes adalah dehidrasi dan menigkatnya kekentalan darah yang berakibat pada meningkatnya risiko stroke dan serangan jantung.

- Advertisement -

Apa gejala hipoglikemia yang harus diwaspadai oleh penderita, antara lain adalah adanya gejala lemas disertai berkeringat banyak, merasa gelisah, sakit kepala, bingung dan pusing, mudah mengantuk, mudah lapar, mudah marah dan detak jantung yang cepat. Apabila merasakan gejala seperti tersebut di atas, segeralah memeriksakan gula Anda. Apabila didapati gula darah < 70 mgdL, maka Anda disarankan harus segera berbuka puasa. Efek jangka panjang kondisi hipoglikemia dapat menyebabkan hilangnya kesadaran atau kejang yang memerlukan penanganan darurat. Maka dari itu harus dicegah terjadi kondisi yang lebih lanjut. Hal yang sama terhadap gejala hiperglikemia harus diwaspadai. Adanya gejala lemas memberat, mudah haus yang berlebihan, hilangnya konsentrasi, seringnya buang air kecil dan sakit kepala dapat merupakan gejala dari kondisi hiperglikemia, yang jika tidak segera ditangani dapat menyebabkan koma.

Baca Juga:  Jika Rusia Masuk ke Wilayah NATO, Begini Kata Biden

Oleh karena itu penting sekali Anda berkonsultasi dengan dokter Anda untuk mengatur pelaksanaan terapi diabetes selama Anda berpuasa. Konsultasi tidak hanya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan saja, namun juga diskusi tentang perencanaan diet, serta aktivitas fisik selama berpuasa. Pengaturan dosis dan jadwal konsumsi obat-obatan juga harus dilakukan selama bulan Ramadan, perubahan dosis, cara pemberian dan apa yang harus dilakukan oleh penyandang saat menghadapi gula darah yang tinggi atau rendah harus masuk dalam topik diskusi Anda dengan dokter Anda. Pemeriksaan atau pemantauan kadar gula darah selama berpuasa sangat disarankan, bahkan lebih sering lebih baik. Pola makan atau diet selama bulan Ramadan adalah hal mutlak yang harus diperhatikan oleh penyandang. Munculnya berbagai macam kudapan yang jarang ditemui kadang mengganggu usaha penyandang diabetes untuk dapat menjaga stabilisasi kadar gula selama berpuasa. Maka dari itu edukasi dan pemahaman yang baik terhadap pengaturan pola makan harus di kuasai oleh penyandang dan juga keluarga.

- Advertisement -

Pilihan–pilihan makanan yang baik dan harus dihindari harus dikuasi. Asupan cairan yang cukup (selama tidak ada pembatasan cairan karena penyakit tertentu), harus sangat diperhatikan. Diskusi tips dan trik konsumsi cairan untuk tetap menjaga status hidrasi selama bulan Ramadan sangat penting bagi penyandang diabetes. Dianjurkan untuk tetap melakukan aktivitas fisik selama bulan Ramadan, tentunya olahraga ringan yang masih aman dilakukan. Salat Tarawih dapat dipertimbangakan sebagai salah satu bagian aktivitas fisik selama berpuasa.

Sebagai kesimpulan, puasa Ramadaan adalah ibadah yang membawa keberkahan bagi semua orang, baik secara spiritual dan jasmani. Namun perlu diperhatikan, pada penyandang diabetes, harus melakukan  persiapan yang baik sebelum melakukan ibadah tersebut agar dapat mendapatkan manfaat ibadah secara maksimal. Marhaban ya Ramadan, dan selamat menjalankan ibadah puasa bagi semua diabetisi di Provinsi Riau.***

*Dokter Spesialis Penyakit Dalam RS Awal Bros Pekanbaru

 

BULAN Ramadan merupakan bulan yang paling dinanti oleh umat muslim. Tak terkecuali oleh penyandang diabetes (diabetisi). Bagi diabetisi, kegiatan berpuasa dalam jangka waktu yang cukup lama akan meningkatkan timbulnya risiko dehidrasi, hipoglikemia (gula darah sangat rendah) maupun hiperglikemia (gula darah sangat tinggi). Untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan pemahaman dan pengamalan secara benar tentang perubahan perilaku pasien diabetes selama bulan suci Ramadan sangat diperlukan. Perubahan kondisi gula darah dan dampak yang akan terjadi harus dapat dikuasai oleh diabetisi maupun keluarga. Pemahaman yang baik akan sangat membantu dalam penyusunan progam pengobatan diabetisi selama menjalankan ibadah puasa.

Berpuasa di bulan Ramadan merupakan keputusan pribadi namun disarankan untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter yang merawat. Yang harus dipahami adalah, perawatan kesehatan diabetisi sangat bersifat individu. Perencanaan pengelolaan akan berbeda pada setiap individu, begitu pula pengelolaan pada saat berpuasa Ramadan. American Diabetes Association merekomendasikan diabetisi tipe 2 untuk melakukan pemeriksaan kesehatan sekurang-kurangnya satu atau dua bulan sebelum Ramadan. Panduan tatalaksana kelainan endokrin di daerah Asia Selatan juga merekomendasikan setidaknya perencanaan pengelolaan pada saat bulan Ramadan dilakukan 3 bulan sebelumnya. Anda harus berdikusi dengan dokter Anda, untuk menentukan apakah Anda tergolong kelompok yang memiliki risiko tinggi atau rendah pada saat berpuasa.

Yang harus dievaluasi sebelum menjalankan ibadah puasa Ramadan adalah antara lain mengidentifikasikan siapa kansi diabetisi atau penyandang diabetes termasuk pada kelompok risiko tinggi. Pada kelompok ini tidak disarankan untuk menjalani puasa Ramadan dikarenakan komplikasi akut yang sering terjadi. Kelompok ini antara lain adalah penyandang diabetes dengan riwayat hipoglikema berat dalam 3 bulan terakhir menjelang Ramadan, riwayat hipoglikemia berulang, hipoglikemia yang tidak disadari atau bergejala, kendali gula yang buruk (gula darah masih relatif tinggi), diabetes melitus tipe 1, sedang sakit, riwayat koma hiperglikemia (kadar gula tinggi) dalam 3 bulan terakhir menjelang Ramadan, menjalankan pekerjaan fisik yang berat, hamil atau cuci darah kronik. Penyandang diabetes dengan ciri-ciri tersebut disarankan untuk tidak menjalankan puasa, namun sekali lagi kembali pada keputusan individu. Maka dari itu sebaiknya diabetisi dengan kriteria tersebut benar-benar melakukan persiapan yang baik dan diskusi yang mendalam dengan dokter yang merawat sebelum memulai ibadah.

Baca Juga:  Restoran Italia di Inggris Tak Diminati Lagi

Komplikasi akut yang sering terjadi pada penyandang diabetes antara lain adalah hipoglikemia, yaitu gula darah rendah, sampai dengan menyebabkan kehilangan kesadaran bahkan sampai dengan koma. Dilaporkan kejadian hipoglikemia di bulan Ramadan meningkat sebanyak 4,7 kali lipat terutama pada pasien DM tipe 1. Dan berefek pada meningkatnya angka rawat dengan hipoglikemia. Komplikasi lain antara lain adalah hiperglikemia, yaitu peningkatan gula darah yang sering terjadi pada pasien dengan kendali gula yang buruk sebelum puasa dimulai. Kendali gula yang buruk tersebut dapat bertambah buruk dan dapat berakibat pada kondisi lanjut seperti ketoasi dosis diabetikum yang merupakan salah satu kondisi yang mengancam nyawa. Hal lain yang dapat terjadi pada penyandang diabetes adalah dehidrasi dan menigkatnya kekentalan darah yang berakibat pada meningkatnya risiko stroke dan serangan jantung.

Apa gejala hipoglikemia yang harus diwaspadai oleh penderita, antara lain adalah adanya gejala lemas disertai berkeringat banyak, merasa gelisah, sakit kepala, bingung dan pusing, mudah mengantuk, mudah lapar, mudah marah dan detak jantung yang cepat. Apabila merasakan gejala seperti tersebut di atas, segeralah memeriksakan gula Anda. Apabila didapati gula darah < 70 mgdL, maka Anda disarankan harus segera berbuka puasa. Efek jangka panjang kondisi hipoglikemia dapat menyebabkan hilangnya kesadaran atau kejang yang memerlukan penanganan darurat. Maka dari itu harus dicegah terjadi kondisi yang lebih lanjut. Hal yang sama terhadap gejala hiperglikemia harus diwaspadai. Adanya gejala lemas memberat, mudah haus yang berlebihan, hilangnya konsentrasi, seringnya buang air kecil dan sakit kepala dapat merupakan gejala dari kondisi hiperglikemia, yang jika tidak segera ditangani dapat menyebabkan koma.

Baca Juga:  Kadiskes Cek Kesiapan Pelabuhan dan RSUD Dumai

Oleh karena itu penting sekali Anda berkonsultasi dengan dokter Anda untuk mengatur pelaksanaan terapi diabetes selama Anda berpuasa. Konsultasi tidak hanya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan saja, namun juga diskusi tentang perencanaan diet, serta aktivitas fisik selama berpuasa. Pengaturan dosis dan jadwal konsumsi obat-obatan juga harus dilakukan selama bulan Ramadan, perubahan dosis, cara pemberian dan apa yang harus dilakukan oleh penyandang saat menghadapi gula darah yang tinggi atau rendah harus masuk dalam topik diskusi Anda dengan dokter Anda. Pemeriksaan atau pemantauan kadar gula darah selama berpuasa sangat disarankan, bahkan lebih sering lebih baik. Pola makan atau diet selama bulan Ramadan adalah hal mutlak yang harus diperhatikan oleh penyandang. Munculnya berbagai macam kudapan yang jarang ditemui kadang mengganggu usaha penyandang diabetes untuk dapat menjaga stabilisasi kadar gula selama berpuasa. Maka dari itu edukasi dan pemahaman yang baik terhadap pengaturan pola makan harus di kuasai oleh penyandang dan juga keluarga.

Pilihan–pilihan makanan yang baik dan harus dihindari harus dikuasi. Asupan cairan yang cukup (selama tidak ada pembatasan cairan karena penyakit tertentu), harus sangat diperhatikan. Diskusi tips dan trik konsumsi cairan untuk tetap menjaga status hidrasi selama bulan Ramadan sangat penting bagi penyandang diabetes. Dianjurkan untuk tetap melakukan aktivitas fisik selama bulan Ramadan, tentunya olahraga ringan yang masih aman dilakukan. Salat Tarawih dapat dipertimbangakan sebagai salah satu bagian aktivitas fisik selama berpuasa.

Sebagai kesimpulan, puasa Ramadaan adalah ibadah yang membawa keberkahan bagi semua orang, baik secara spiritual dan jasmani. Namun perlu diperhatikan, pada penyandang diabetes, harus melakukan  persiapan yang baik sebelum melakukan ibadah tersebut agar dapat mendapatkan manfaat ibadah secara maksimal. Marhaban ya Ramadan, dan selamat menjalankan ibadah puasa bagi semua diabetisi di Provinsi Riau.***

*Dokter Spesialis Penyakit Dalam RS Awal Bros Pekanbaru

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari