SEMARANG (RIAUPOS.CO) Kontroversi tentang kepulangan eks WNI yang memilih membela ISIS kini terus bergulir. Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo dengan tegas akan menolak mereka kembali ke Jateng karena tak ingin terjadi permasalahan nantinya.
Ganjar juga menegaskan dirinya tak takut dituduh melanggar hak asasi manusia (HAM) karena pernyataannya tersebut. Menurutnya, bukan dirinya dan orang-orang yang menolak kepulangan mereka yang melanggar HAM, tetapi justru mereka yang sangat melanggar HAM.
"Melanggar HAM bagaimana? Justru mereka (eks ISIS, red) itu yang melanggar HAM dengan sadis. Coba lihat mereka melanggar HAM tidak? Mereka malah supersadis, nyembelih orang, kok, bukan pelanggaran HAM," kata Ganjar usai mengisi acara Rakernas Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) di Asrama Haji Donohudan, Kabupaten Boyolali, Sabtu (8/2/2020).
Ganjar mengatakan, pemulangan kombatan ISIS yang kewarganegaraan Indonesianya diragukan itu justru menimbulkan kontradiksi karena yang bersangkutan sudah tidak mengakui bahwa mereka adalah warga negara Indonesia (WNI).
"Dia negaranya mana? Lho kan paspor saja sebagai data keindonesiaannya sudah dibakar berarti sudah tidak mau dengan kita. Wong sudah tidak mau dengan kita, kok, mau diterima, kan aneh," ujarnya.
Ada berapa warga Jateng yang tergabung dengan ISIS? Ganjar mengaku tidak tahu sebab mereka tidak pamit saat meninggalkan Indonesia.
"Ya, tidak tahu, perginya juga tidak pamit saya," kata Ganjar dalam bahasa Jawa.
Secara khusus, Ganjar meminta pemerintah pusat untuk berhati-hati dalam menentukan sikap terkait dengan rencana pemulangan kombatan ISIS ke Indonesia.
"Saya bisa dan berani memberikan kesaksian-kesaksian dari yang ada di lapangan, kalau memang dibutuhkan," ujar politikus PDI Perjuangan itu.
Sebelumnya, Gubernur Ganjar menyatakan menolak wacana pemulangan eks ISIS ke Indonesia, khususnya yang berasal dari provinsi yang dipimpinnya. "Yang saya tunggu kembali ke Tanah Air itu WNI asal Jateng yang sukses di luar negeri, bukan mereka (eks WNI ISIS, red)," katanya.
Laporan: Antara/JPNN.com
Editor: Hary B Koriun