PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Kondisi Pasar Cik Puan yang berada di Jalan Tuanku Tambusai kian memprihatinkan. Bangunan pasar terbengkalai dan tak kunjung selesai. Pedagang masih harus berjualan di tempat seadanya yang jauh dari kata nyaman.
Terbengkalainya nasib Pasar Cik Puan ini menjadi sorotan pengamat ekonomi Riau Edyanus Herman Halim. Ia mengatakan, seharusnya permasalahan yang terjadi pada Pasar Cik Puan tersebut dapat diselesaikan bersama-sama oleh Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru dan juga Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau.
"Pasar Cik Puan ini salah satu cerminan ketidakadaan sinergitas antara Pemerintah Kota Pekanbaru dan Pemerintah Provinsi Riau. Semua berpegang kepada kekuasaan dalam hal hukum dan tidak memandang kepentingan bersama demi peningkatakan pelayanan kesejahteraan masyarakat. Masa iya ini tanah milik pemko dan ini bangunan milik pemprov. Mana bisa begitu level pemerintahan kita? Ini kan sudah jelas milik negara. Apalagi mereka ini kan aparatur negara yang seharusnya terbuka," katanya.
Menurutnya, Pasar Cik Puan membuka peluang investasi yang menguntungkan. Namun karena tidak adanya sinergi antara pemko dan pemprov, Pasar Cik Puan jadi "korban".
"Ini kalau selesai permasalahan mereka berdua (pemko dan pemprov, red), sudah berapa banyak perputaran uang dikawasan tersebut (Pasar Cik Puan, red)? Selama mangkrak, ini sudah berapa banyak uang yang tak jadi masuk ditolak akibat tidak terselesainya permasalahan ini. Coba saja hitung sendiri. Misalnya ada 500 lapak di dalam. Sudah berapa banyak itu uang ditolak oleh pemerintah kota dan provinsi di kawasan pasar itu saja," ulasnya.
Untuk itu, oia berharap, DPRD Pekanbaru dan juga DPRD Riau untuk ikut menyikapi permasalahan yang sudah terbengkalai selama bertahun-tahun ini. "Ya, ini kan bisa dipertanyakan oleh anggota dewan kita. Kenapa ini aset sudah sekian lama terbengkalai dan tidak kunjung dimanfaatkan? Kan kalau Pekanbaru cantik, provinsi juga yang senang. Tapi Kota Pekanbaru juga harus dapat menerima kebijakan yang bisa diselesaikan bersama itu," tuturnya.
Sementara itu, Pemerintah provinsi (Pemprov) Riau melalui Gubernur Riau Syamsuar mengaku sudah berusaha mencarikan solusi untuk penyelesaian pembangunan Pasar Cik Puan. Namun pihak Pemprov Riau tidak mengetahui kenapa Pemerintah kota (Pemko) Pekanbaru terkesan masih enggan menyerahkan asetnya.
"Tujuan Gubernur yakni ingin pasar itu dibangun dan bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. Pemprov dan Pemko juga sudah melakukan pertemuan dengan difasilitasi oleh pihak Korsupgah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kami tidak tahu juga kenapa Pemko Pekanbaru masih belum mau juga," kata Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset (BPKAD) Riau, Syahrial Abdi.
Lebih lanjut dikatakannya, Gubernur Riau sudah menunjukkan itikad baiknya dengan membantu menguruskan agar pembangunan pasar itu bisa dibantu dengan dana APBN. Tentu hal ini merupakan sebuah peluang karena tidak perlu menggunakan dana APBD lagi.
"Kalau sebenarnya caranya sederhana, Pemko Pekanbaru tinggal menyerahkan asset sebagai persyaratan Gubernur bisa minta bantuan APBN. Begitu selesai dibangun, kalau Pemko mau memanfaatkan tinggal dihibahkan saja," sebutnya.
Namun sebelum pasar itu dibangun dengan skema APBN, terlebih Pemko Pekanbaru harus menuntaskan terlebih dahulu persoalan bangunan yang mangkrak dengan mekanisme tertentu.
"Kalau bangunan di atasnya perlu diselesaikan oleh mekanisme. Apa mekanisme yang terkait dengan konstruksi pekerjaan? Kan itu bisa dinilai dan sebagainya. Jadi harus dipisahkan masalahnya, antara bangunan yang sudah ada, dengan masalah rencana membangun pasar," jelasnya.
Sebab menurutnya, permasalahan antara bangunan mangkrak dan status kepemilikan aset lahan di pasar tersebut merupakan dua hal yang berbeda.
"Ini kan dua permasalahan berbeda. Yang satunya masalah tanah, asetnya Pemprov tanah. Kemudian asetnya Pemko bangunan. Ini mau diapakan? Kan mau membangun pasar, tentu selesaikan dulu persoalan bangunan yang ada," tuturnya.
Ditambahkan Syahrial, dari awal Gubernur Riau tetap konsisten terhadap kelanjutan pembangunan Pasar Cik Puan, untuk memenuhi harapan masyarakat pedagang di sana.
"Jadi sikap Pak Gubernur itu tidak ada yang berubah. Intinya bagaimana lahan itu bisa dimanfaatkan sebagai pasar. Tidak menghilangkan fungsinya sebagai pasar rakyat, maka dicari cara supaya bisa dibangunkan oleh pemerintah pusat," sebutnya.
Wako Tolak Pakai Uang Negara
Terkait nasib Pasar Cik Puan, Wali Kota (Wako) Pekanbaru Dr H Firdaus ST MT tetap pada pendiriannya tak sependapat jika pembangunan Pasar Cik Puan menggunakan sumber dana dari Anggaran negara, baik itu anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) maupun APBN. Pola ini sebutnya merugikan masyarakat, pedagang dan pemerintah.
Ujung penyelesaian pembangunan Pasar Cik Puan di Jalan Tuanku Tambusai setelah bertahun-tahun terhenti memang tak kunjung tampak. Terhentinya pembangunan pasar ini terjadi karena aset yang sama-sama dicatat sebagai milik Pemko Pekanbaru seluas 7.000 meter persegi dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau seluas 22 ribu meter persegi.
Di sana oleh Pemko Pekanbaru saat dipimpin Wali Kota H Herman Abdullah tahun 2010-2011 sudah sempat memulai pembangunan pasar tradisional. Bangunan yang baru berbentuk rangka berdiri menelan anggaran Rp18 miliar tahun dari Rp50 miliar yang direncanakan.
Kini, penyelesaian polemik Pasar Cik Puan kembali mengemuka. Opsi yang muncul adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) turun tangan menyelesaikan pembangunan melalui sumber dana dari APBN. Kini, Pemko Pekanbaru diminta menyerahkan aset yang ada di sana kepada Pemprov Riau terlebih dahulu.
Wako Pekanbaru Dr H Firdaus ST MT kepada Riau Pos, Senin (3/2) menyebut pihaknya tak mempermasalahkan jika harus menyerahkan aset disana pada Pemprov Riau. "Dualisme aset itu, Pemko Pekanbaru bersedia melepas yang tercatat di kota semua full tercatat ke Provinsi Riau," katanya.
Namun, Terkait sumber anggaran untuk pembangunan, dia tetap dalam pendiriannya sejak tahun 2012 lalu, yakni tidak dengan anggaran negara melainkan melalui inventasi pihak ketiga dengan konsesi selama 30 tahun. "Kalau diminta pendapat, saya konsisten sejak awal tahun 2012. Walaupun pakai APBN, ini tetap dana pemerintah. Wako Pekanbaru tidak sependapat," ucapnya.
Terkait solusi jika setelah Pasar Cik Puan selesai dibangun menggunakan APBN, pengelolaan diserahkan pada Pemko Pekanbaru, Wako tetap menolak. "Tidak mau, tidak usah. Walaupun saya tinggal 2,5 tahun. Tegas saya katakan, tidak mau. Kenapa? Karena (harus menyiapkan, red) subsidi biaya operasional. Ini kita tidak mau. Saya minta izin dulu ke 1 juta rakyat Pekanbaru, mau tidak menyubsidi ini," tegas dia.
Wako punya perhitungan sendiri kenapa pihaknya tidak setuju pembangunan Pasar Cik Puan dilanjutkan dengan anggaran negara. Ada beberapa alasan dia sampaikan. Secara historis, dia menyebut sejak zaman Gubernur Riau HM Rusli Zainal dan Wako Pekanbaru Herman Abdullah, sudah ada kesepakatan untuk membangun pasar ini dengan dana pihak ketiga. "Sebenarnya ini ide pak Rusli Zainal dengan Wali kota lama Pak Herman Abdullah. Sudah ada pra desainnya, saya sudah lihat. Dibangun pihak ketiga dengan bangunan multi fungsi," ungkapnya.
Dia melanjutkan, kelanjutan pembangunan Pasar Cik Puan harus dengan prinsip menguntungkan semua pihak. Kondisi yang ada saat ini, jika konsep pembangunan yang terhenti dilanjutkan, pedagang yang ada saat ini saja tidak tertampung. "Soal membangun, kita maunya semua untung. Pertama masyarakat banyak, kedua pedagang untung, dan ketiga pemerintah harus untung juga. Kalau kita lanjutkan pembangunan sekarang, itu cuma 800 pedagang kapasitasnya. Sementara 2015 di dalam sudah tercatat 1.100 pedagang, 300 pedagang tidak tertampung," urainya.
Selanjutnya, dia menilai desain yang ada sekarang sudah tak lagi cocok. "Dari pengalaman lihat pasar pusat dulu, lantai 2 tidak berfungsi dengan pola bangunan sekarang. Tidak maksimal," imbuhnya.
Kemudian, pengelolaan oleh pemerintah disebutnya tidak akan maksimal. "Itu nanti dikelola lagi oleh pemerintah. Ini pasti tidak profesional. Pedagang tidak dapat maksimal menikmati pelayanan disitu. Masyarakat umum tidak dapat pelayanan yang baik terhadap pasar," jelasnya.
Dari segi dana yang akan dikeluarkan, untuk membangun saja setidaknya akan menghabiskan anggaran Rp60 miliar hingga selesai. Jika pasar sudah operasional, sewa kios nantinya juga tidak akan menutupi kebutuhan operasional. "Kita pungut sewa juga tidak menutup biaya operasional. Perkiraan kasar kami perlu Rp3 miliar per tahun," katanya lagi.
Dikalkulasikannya, jika biaya operasional dikalikan 30 tahun, maka perlu anggaran Rp90 miliar. Ditambah biaya pembangunan dan maintance, total Rp100 miliar. Maka selama 30 tahun ke depan, tersedot anggaran Rp190 miliar ke Pasar Cik Puan."Ini uang siapa? Uang rakyat. Kalau APBD, yang punya uang 1 juta orang Pekanbaru. Kalau begini, masyarakat umum rugi, pedagang rugi, pemerintah lebih rugi lagi. Saya tidak mau rugi, rugi dan rugi," tegasnya.(ayi/sol/ali)