Minggu, 26 Oktober 2025
spot_img

Kecerdasan Guru dalam Mengendalikan Diri dari Amarah

Pada suatu malam lewat live di akun TikTok saya bertemu dengan siswa. Baik yang masih aktif, siswa berhenti lalu pindah sekolah, maupun yang sudah alumni. Di sana saya bercengkrama dengan berbagai obrolan mulai dari rasa rindu terhadap suasana sekolah, rindu guru-guru, sampai pada ungkapan rasa senangnya terhadap guru tertentu dalam proses belajar-mengajar.

Dalam obrolan tersebut salah seorang siswa nyeletuk, saya senang belajar sama Bapak. Kenapa? Karena Bapak mengajar tidak marah-marah. Dia sampai membandingkan dengan guru yang lain. Satu sisi senang, satu sisi saya harus memberikan klarifikasi, bahwa setiap guru punya gaya mengajar yang berbeda-beda. Semua itu harus dipahami oleh mereka, supaya rasa hormat pada guru tidak boleh berkurang hanya karena pernah atau sering dimarahi.

Dalam pengalaman mengajar saya memang jarang marah, bukan berarti tidak pernah. Saya selalu menyampaikan di awal pertemuan mengajar di kelas. “Ananda jangan buat bapak marah, ya! Karena banyak efek negatif pada saya, seperti kepala saya jadi sakit, kepikiran, dan suasana kelas menjadi tidak nyaman sesudahnya.”

Namun semua tidak berlangsung lama, ada saja perilaku siswa yang buat saya emosi. Tapi di sini peran saya bagaimana cerdas dalam mengendalikan diri dari sifat amarah tersebut. Yang saya lakukan adalah selalu berpikir positif setiap kali menemukan studi kasus atas kesalahan atau pelanggaran aturan yang dilakukan oleh siswa.

Pada salah satu studi kasus yang pernah saya tangani, ada salah satu siswa yang memakai kalung saat proses belajar mengajar. Dalam aturannya siswa tidak boleh memakai aksesoris di sekolah, kecuali jam tangan. Pertama yang saya lakukan memberikan pengertian dan pemahaman terhadap aturan yang berlaku di sekolah, dan meminta siswa tersebut menanggalkan dan tidak memakainya lagi.

Baca Juga:  Unpri Dampingi Guru SMPN 3 Sungai Lala, Fokus pada Kesehatan Mental dan Profesionalisme

Pada pertemuan berikutnya, siswa tersebut kembali memakai kalung. Saya berusaha untuk sabar. Saya menyuruhnya menanggalkan, seraya memberikan konsekuensi, jika dipakai lagi maka kalung tersebut akan disita. Pada pertemuan berikutnya masih juga dipakai, maka dengan senang hati siswa tersebut menyerahkan kalungnya dan menyadari kesalahannya. Setelah itu tidak ada lagi siswa tersebut dan siswa lainnya yang memakai kalung.

Pada studi kasus selanjutnya, ada siswa tanpa sadar dan refleks berkata kotor kepada temannya, padahal ada saya dalam kelas. Saya tidak marah. Saya memanggil ke depan kelas memberikan penjelasan dan pengertian bahaya yang ditimbulkan bahasa kotor tersebut baik terhadap diri maupun orang lain. Menariknya, siswa tersebut matanya berkaca-kaca dan teman-temannya pun merenung diam sehingga kejadian tersebut tak terulang lagi.

Banyak hal sebenarnya studi kasus jika tidak cerdas guru dalam mengendalikan diri maka amarah tentu yang dikedepankan. Maka perlu guru membaca lagi dan membedakan antara tegas dan amarah, sehingga tidak disalahartikan oleh siswa.

Dari literatur yang saya baca, siswa menyukai guru yang tidak pernah marah. Karena hubungan mereka menjadi lebih nyaman dan positif, sehingga mereka tidak merasa takut dan lebih terbuka untuk belajar. Guru yang sabar dan tulus dalam mengajar cenderung menciptakan lingkungan kelas yang menyenangkan, membangun rasa percaya, dan membuat siswa merasa dihargai.

Baca Juga:  SMK Muti Pekanbaru Ikuti Bimtek

Alasan siswa menyukai guru yang tidak pernah marah di antaranya:
Pertama, lingkungan belajar yang positif. Guru yang tidak mudah marah menciptakan suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan, membuat siswa tidak takut untuk berinteraksi dan bertanya.

Kedua, hubungan yang lebih kuat. Siswa cenderung membangun hubungan yang lebih dekat dan percaya dengan guru yang sabar dan tulus dalam mendidik.

Ketiga, kenyamanan emosional. Siswa merasa lebih aman secara emosional saat belajar karena tidak khawatir akan dimarahi, sehingga mereka bisa fokus pada materi pelajaran tanpa rasa cemas.

Keempat, model peran yang baik. Guru yang mampu mengendalikan emosi menjadi contoh perilaku yang baik untuk siswa, yang dapat membantu membentuk kepribadian dan sikap siswa menjadi lebih positif.

Kelima, penyampaian nasihat yang efektif. Nasihat dari guru yang tulus dan penuh kasih sayang akan lebih mudah diterima dan diingat oleh siswa, bahkan setelah mereka lulus.

Keenam, merasa diperhatikan. Guru yang mengenali dan berinteraksi sesuai karakter siswa akan membuat siswa merasa istimewa dan diperhatikan dengan baik, yang meningkatkan rasa senang mereka.

Siswa menyukai guru yang kreatif, sabar, dan interaktif. Guru yang disukai siswa juga sering kali mampu membangun hubungan baik dengan siswa, bersikap ramah, serta menjadi panutan yang menginspirasi.

SYALMA HENDRI SPDI, Guru SMK Negeri 1 Pekanbaru

Pada suatu malam lewat live di akun TikTok saya bertemu dengan siswa. Baik yang masih aktif, siswa berhenti lalu pindah sekolah, maupun yang sudah alumni. Di sana saya bercengkrama dengan berbagai obrolan mulai dari rasa rindu terhadap suasana sekolah, rindu guru-guru, sampai pada ungkapan rasa senangnya terhadap guru tertentu dalam proses belajar-mengajar.

Dalam obrolan tersebut salah seorang siswa nyeletuk, saya senang belajar sama Bapak. Kenapa? Karena Bapak mengajar tidak marah-marah. Dia sampai membandingkan dengan guru yang lain. Satu sisi senang, satu sisi saya harus memberikan klarifikasi, bahwa setiap guru punya gaya mengajar yang berbeda-beda. Semua itu harus dipahami oleh mereka, supaya rasa hormat pada guru tidak boleh berkurang hanya karena pernah atau sering dimarahi.

Dalam pengalaman mengajar saya memang jarang marah, bukan berarti tidak pernah. Saya selalu menyampaikan di awal pertemuan mengajar di kelas. “Ananda jangan buat bapak marah, ya! Karena banyak efek negatif pada saya, seperti kepala saya jadi sakit, kepikiran, dan suasana kelas menjadi tidak nyaman sesudahnya.”

Namun semua tidak berlangsung lama, ada saja perilaku siswa yang buat saya emosi. Tapi di sini peran saya bagaimana cerdas dalam mengendalikan diri dari sifat amarah tersebut. Yang saya lakukan adalah selalu berpikir positif setiap kali menemukan studi kasus atas kesalahan atau pelanggaran aturan yang dilakukan oleh siswa.

Pada salah satu studi kasus yang pernah saya tangani, ada salah satu siswa yang memakai kalung saat proses belajar mengajar. Dalam aturannya siswa tidak boleh memakai aksesoris di sekolah, kecuali jam tangan. Pertama yang saya lakukan memberikan pengertian dan pemahaman terhadap aturan yang berlaku di sekolah, dan meminta siswa tersebut menanggalkan dan tidak memakainya lagi.

- Advertisement -
Baca Juga:  Pendidikan Anak yang Ideal dalam Gurindam Dua Belas

Pada pertemuan berikutnya, siswa tersebut kembali memakai kalung. Saya berusaha untuk sabar. Saya menyuruhnya menanggalkan, seraya memberikan konsekuensi, jika dipakai lagi maka kalung tersebut akan disita. Pada pertemuan berikutnya masih juga dipakai, maka dengan senang hati siswa tersebut menyerahkan kalungnya dan menyadari kesalahannya. Setelah itu tidak ada lagi siswa tersebut dan siswa lainnya yang memakai kalung.

Pada studi kasus selanjutnya, ada siswa tanpa sadar dan refleks berkata kotor kepada temannya, padahal ada saya dalam kelas. Saya tidak marah. Saya memanggil ke depan kelas memberikan penjelasan dan pengertian bahaya yang ditimbulkan bahasa kotor tersebut baik terhadap diri maupun orang lain. Menariknya, siswa tersebut matanya berkaca-kaca dan teman-temannya pun merenung diam sehingga kejadian tersebut tak terulang lagi.

- Advertisement -

Banyak hal sebenarnya studi kasus jika tidak cerdas guru dalam mengendalikan diri maka amarah tentu yang dikedepankan. Maka perlu guru membaca lagi dan membedakan antara tegas dan amarah, sehingga tidak disalahartikan oleh siswa.

Dari literatur yang saya baca, siswa menyukai guru yang tidak pernah marah. Karena hubungan mereka menjadi lebih nyaman dan positif, sehingga mereka tidak merasa takut dan lebih terbuka untuk belajar. Guru yang sabar dan tulus dalam mengajar cenderung menciptakan lingkungan kelas yang menyenangkan, membangun rasa percaya, dan membuat siswa merasa dihargai.

Baca Juga:  PTPN IV Regional III Gelontorkan Rp3 Miliar Bantu Warga Inhu Lewat Program TJSL

Alasan siswa menyukai guru yang tidak pernah marah di antaranya:
Pertama, lingkungan belajar yang positif. Guru yang tidak mudah marah menciptakan suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan, membuat siswa tidak takut untuk berinteraksi dan bertanya.

Kedua, hubungan yang lebih kuat. Siswa cenderung membangun hubungan yang lebih dekat dan percaya dengan guru yang sabar dan tulus dalam mendidik.

Ketiga, kenyamanan emosional. Siswa merasa lebih aman secara emosional saat belajar karena tidak khawatir akan dimarahi, sehingga mereka bisa fokus pada materi pelajaran tanpa rasa cemas.

Keempat, model peran yang baik. Guru yang mampu mengendalikan emosi menjadi contoh perilaku yang baik untuk siswa, yang dapat membantu membentuk kepribadian dan sikap siswa menjadi lebih positif.

Kelima, penyampaian nasihat yang efektif. Nasihat dari guru yang tulus dan penuh kasih sayang akan lebih mudah diterima dan diingat oleh siswa, bahkan setelah mereka lulus.

Keenam, merasa diperhatikan. Guru yang mengenali dan berinteraksi sesuai karakter siswa akan membuat siswa merasa istimewa dan diperhatikan dengan baik, yang meningkatkan rasa senang mereka.

Siswa menyukai guru yang kreatif, sabar, dan interaktif. Guru yang disukai siswa juga sering kali mampu membangun hubungan baik dengan siswa, bersikap ramah, serta menjadi panutan yang menginspirasi.

SYALMA HENDRI SPDI, Guru SMK Negeri 1 Pekanbaru

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari

Pada suatu malam lewat live di akun TikTok saya bertemu dengan siswa. Baik yang masih aktif, siswa berhenti lalu pindah sekolah, maupun yang sudah alumni. Di sana saya bercengkrama dengan berbagai obrolan mulai dari rasa rindu terhadap suasana sekolah, rindu guru-guru, sampai pada ungkapan rasa senangnya terhadap guru tertentu dalam proses belajar-mengajar.

Dalam obrolan tersebut salah seorang siswa nyeletuk, saya senang belajar sama Bapak. Kenapa? Karena Bapak mengajar tidak marah-marah. Dia sampai membandingkan dengan guru yang lain. Satu sisi senang, satu sisi saya harus memberikan klarifikasi, bahwa setiap guru punya gaya mengajar yang berbeda-beda. Semua itu harus dipahami oleh mereka, supaya rasa hormat pada guru tidak boleh berkurang hanya karena pernah atau sering dimarahi.

Dalam pengalaman mengajar saya memang jarang marah, bukan berarti tidak pernah. Saya selalu menyampaikan di awal pertemuan mengajar di kelas. “Ananda jangan buat bapak marah, ya! Karena banyak efek negatif pada saya, seperti kepala saya jadi sakit, kepikiran, dan suasana kelas menjadi tidak nyaman sesudahnya.”

Namun semua tidak berlangsung lama, ada saja perilaku siswa yang buat saya emosi. Tapi di sini peran saya bagaimana cerdas dalam mengendalikan diri dari sifat amarah tersebut. Yang saya lakukan adalah selalu berpikir positif setiap kali menemukan studi kasus atas kesalahan atau pelanggaran aturan yang dilakukan oleh siswa.

Pada salah satu studi kasus yang pernah saya tangani, ada salah satu siswa yang memakai kalung saat proses belajar mengajar. Dalam aturannya siswa tidak boleh memakai aksesoris di sekolah, kecuali jam tangan. Pertama yang saya lakukan memberikan pengertian dan pemahaman terhadap aturan yang berlaku di sekolah, dan meminta siswa tersebut menanggalkan dan tidak memakainya lagi.

Baca Juga:  Peranan Paguyuban Kelas terhadap Sekolah

Pada pertemuan berikutnya, siswa tersebut kembali memakai kalung. Saya berusaha untuk sabar. Saya menyuruhnya menanggalkan, seraya memberikan konsekuensi, jika dipakai lagi maka kalung tersebut akan disita. Pada pertemuan berikutnya masih juga dipakai, maka dengan senang hati siswa tersebut menyerahkan kalungnya dan menyadari kesalahannya. Setelah itu tidak ada lagi siswa tersebut dan siswa lainnya yang memakai kalung.

Pada studi kasus selanjutnya, ada siswa tanpa sadar dan refleks berkata kotor kepada temannya, padahal ada saya dalam kelas. Saya tidak marah. Saya memanggil ke depan kelas memberikan penjelasan dan pengertian bahaya yang ditimbulkan bahasa kotor tersebut baik terhadap diri maupun orang lain. Menariknya, siswa tersebut matanya berkaca-kaca dan teman-temannya pun merenung diam sehingga kejadian tersebut tak terulang lagi.

Banyak hal sebenarnya studi kasus jika tidak cerdas guru dalam mengendalikan diri maka amarah tentu yang dikedepankan. Maka perlu guru membaca lagi dan membedakan antara tegas dan amarah, sehingga tidak disalahartikan oleh siswa.

Dari literatur yang saya baca, siswa menyukai guru yang tidak pernah marah. Karena hubungan mereka menjadi lebih nyaman dan positif, sehingga mereka tidak merasa takut dan lebih terbuka untuk belajar. Guru yang sabar dan tulus dalam mengajar cenderung menciptakan lingkungan kelas yang menyenangkan, membangun rasa percaya, dan membuat siswa merasa dihargai.

Baca Juga:  SMK Negeri Kehutanan Wisuda 102 Siswa

Alasan siswa menyukai guru yang tidak pernah marah di antaranya:
Pertama, lingkungan belajar yang positif. Guru yang tidak mudah marah menciptakan suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan, membuat siswa tidak takut untuk berinteraksi dan bertanya.

Kedua, hubungan yang lebih kuat. Siswa cenderung membangun hubungan yang lebih dekat dan percaya dengan guru yang sabar dan tulus dalam mendidik.

Ketiga, kenyamanan emosional. Siswa merasa lebih aman secara emosional saat belajar karena tidak khawatir akan dimarahi, sehingga mereka bisa fokus pada materi pelajaran tanpa rasa cemas.

Keempat, model peran yang baik. Guru yang mampu mengendalikan emosi menjadi contoh perilaku yang baik untuk siswa, yang dapat membantu membentuk kepribadian dan sikap siswa menjadi lebih positif.

Kelima, penyampaian nasihat yang efektif. Nasihat dari guru yang tulus dan penuh kasih sayang akan lebih mudah diterima dan diingat oleh siswa, bahkan setelah mereka lulus.

Keenam, merasa diperhatikan. Guru yang mengenali dan berinteraksi sesuai karakter siswa akan membuat siswa merasa istimewa dan diperhatikan dengan baik, yang meningkatkan rasa senang mereka.

Siswa menyukai guru yang kreatif, sabar, dan interaktif. Guru yang disukai siswa juga sering kali mampu membangun hubungan baik dengan siswa, bersikap ramah, serta menjadi panutan yang menginspirasi.

SYALMA HENDRI SPDI, Guru SMK Negeri 1 Pekanbaru

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari