JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menuai sorotan. Selain terus dihantui kasus dugaan keracunan massal, program yang menjadi prioritas Presiden Prabowo Subianto itu juga dikritik karena tata kelola dan pelaksanaannya dinilai belum optimal.
Dalam rapat koordinasi di Kementerian Kesehatan, Kamis (2/10), Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menyampaikan, Presiden Prabowo menginstruksikan perbaikan sistem serta pengawasan ketat. Salah satu langkah yang diambil, penerima manfaat MBG akan diukur tinggi dan berat badannya setiap enam bulan untuk mengukur efektivitas program.
Namun, di lapangan, masalah terus muncul. Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia mencatat sudah lebih dari 6.000 siswa di berbagai daerah menjadi korban keracunan sejak MBG digulirkan awal tahun ini. Kasus terbaru terjadi di Kecamatan Lubukbasung, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Hingga Kamis sore (2/10), total korban mencapai 113 orang yang terdiri dari pelajar TK, SD, SMP, guru, hingga orang tua.
Kepala Dinas Kesehatan Agam, Hendri Rusdian, menyebut 64 pasien sudah pulang karena membaik, sementara 49 masih dirawat intensif di sejumlah fasilitas kesehatan. Gejala yang dialami korban antara lain mual, muntah, pusing, hingga diare setelah menyantap nasi goreng dari dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Nagari Kampungtangah.
Bupati Agam Benni Warlis menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) dan menghentikan sementara operasional dapur tersebut. “Program MBG sangat baik, tapi harus dipastikan aman, higienis, dan sesuai standar kesehatan. Kita tidak ingin niat baik justru membawa dampak buruk,” tegasnya.
Kritik juga datang dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G). Mereka menolak Surat Edaran Badan Gizi Nasional yang menugaskan guru mengawasi distribusi MBG di sekolah. P2G menilai peran teknis itu membebani guru dan berpotensi mengganggu kegiatan belajar.
Kasus di Agam menambah panjang daftar persoalan MBG. Di Bandung Barat, seorang siswi SMKN 1 Cihampelas, Bunga Rahmawati, meninggal dunia setelah diduga terkait konsumsi makanan program MBG. Meski penyebab pastinya belum dipastikan, kasus ini memperkuat desakan agar tata kelola MBG benar-benar dibenahi.(kro/lyn/mia/ttg/mg8/ant/ptr/jpg)