JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pemerintah menegaskan tidak akan menambah kuota impor bahan bakar minyak (BBM) untuk stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta yang belakangan mengalami kekosongan stok. Sebagai solusi, SPBU swasta disarankan membeli pasokan BBM dari PT Pertamina (Persero).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menjelaskan, opsi tambahan impor akan berdampak pada neraca dagang. “Pertamina itu representasi negara. Kalau pemerintah memberi tambahan impor lagi, justru bisa memperburuk neraca perdagangan,” ujarnya di Jakarta, Kamis (18/9).
Dirjen Migas Kementerian ESDM, Laode Sulaeman, menambahkan pihaknya sudah memanggil perwakilan SPBU swasta dan Pertamina untuk menyinkronkan data terkait kebutuhan dan kelebihan kuota BBM masing-masing. Hingga kini, SPBU swasta seperti Shell dan BP AKR belum mengajukan tambahan kuota resmi, karena masih melakukan evaluasi internal.
President Director & Managing Director Mobility Shell Indonesia, Ingrid Siburian, mengakui kelangkaan BBM masih akan berlangsung dengan durasi yang belum bisa dipastikan. “Namun Shell tetap berkomitmen memastikan distribusi dan ketersediaan produk BBM di jaringan SPBU kami,” jelasnya.
Selain itu, Shell juga berkoordinasi dengan Kementerian ESDM dan pihak terkait untuk menjaga kelangsungan pasokan BBM di lapangan.
Sementara itu, pengamat energi Universitas Gadjah Mada menilai kebijakan impor satu pintu melalui Pertamina bisa memukul iklim investasi. Menurutnya, perusahaan asing sejak awal bersedia berinvestasi di SPBU Indonesia karena tata kelola migas hilir yang liberal—bebas mendirikan SPBU, bebas mengadakan BBM sesuai kuota, dan bebas menentukan harga jual sesuai mekanisme pasar.
“Dengan kebijakan baru ini, pemerintah seolah mengembalikan tata kelola sektor hilir dari sistem liberal menjadi regulated,” jelas Fahmy, pengamat energi UGM.(jpg)