JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Selama ini jamaah haji mendapatkan uang saku (living cost) sebesar 1.500 riyal atau sekitar Rp5,4 juta. Perkembangan terbaru dalam pembahasan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 2020, Kementerian Agama (Kemenag) mengusulkan pengurangan uang saku menjadi 1.000 riyal (Rp3,6 juta).
Keterangan tersebut disampaikan Direktur Pengelolaan Dana Haji dan Sistem Informasi Haji Terpadu Kemenag, Maman Saepulloh.
Dia mengatakan, tahun lalu jamaah haji mendapatkan 40 kali katering makan selama di Makkah. Sedangkan tahun ini jamaah mendapatkan 50 kali jatah makan. Dengan penambahan katering itu, otomatis menambah biaya perjalanan ibadah haji (Bipih).
"Maka untuk mengurangi biaya Bipih, rencana diusulkan (uang saku, red) menjadi 1.000 riyal. Tapi itu baru usul," kata Maman, Senin (13/1).
Dia memperkirakan BPIH 2020 disahkan awal Februari depan. Pada 15-17 Januari, akan dilakukan rapat bersama Komisi VIII DPR. Lalu, pada 18 Januari dilakukan kunjungan kerja ke Arab Saudi untuk survei dan melihat layanan hotel, katering, transportasi, dan lainnya. Maman mengatakan, sesuai arahan Menteri Agama, tahun ini ditargetkan BPIH yang dibayar jamaah (direct cost) tidak mengalami kenaikan. Yakni sama seperti tahun lalu dengan rata-rata Rp35,23 juta. Ada sejumlah aspek yang bisa memengaruhi besaran biaya haji. Mulai dari harga tiket pesawat yang terkait dengan harga avtur dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Pengamat haji dari UIN Syarif Hidayatullah, Dadi Darmadi, mempertanyakan pengurangan uang saku itu apakah dikonversi menjadi penambahan jumlah katering di Makkah.
"Kalau memang tidak, patut disayangkan (pengurangan uang saku, red)," tuturnya.
Menurut Dadi, uang saku sebaiknya tetap dipertahankan 1.500 riyal seperti saat ini. Sebab, ada kalanya jamaah haji ingin membeli makanan sendiri. Setiap hari makan sajian katering, adakalanya muncul rasa bosan. Meskipun katering yang disajikan sesuai dengan cita rasa nusantara.
"Walau bagaimanapun orang ingin juga menjajal makanan dan minuman di sana," katanya.
Dia berharap Kemenag mengkaji dengan betul rencana pengurangan uang saku untuk jamaah haji. Menurut dia masyarakat tidak keberatan jika biaya haji naik. Selama pemerintah bisa menjelaskan dengan baik alasan kenaikannya itu. Menurut Dadi, pemerintah tidak perlu mati-matian menjaga popularitas dengan tidak menaikkan biaya haji. Padahal, semua komponen penyelenggaraan haji mengalami kenaikan. Seperti harga tiket pesawat dan biaya pengurusan visa haji.
Dia juga tidak ingin terlalu banyak layanan jamaah dipegang oleh Kemenag. Misalnya, seluruh jatah makan di Makkah ditangani oleh Kemenag dengan total 50 kali pemberian katering. Jika seluruh jatah makan ditangani Kemenag, harus bisa dipastikan pelayanannya terjaga. Jangan sampai karena dipaksakan, makan yang diterima jamaah nanti terlambat atau bahkan basi.(wan/oni/jpg)