JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Proses penggeledahan yang tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhambat akibat harus meminta izin Dewan Pengawas KPK. Bahkan, KPK diduga gagal melakukan penggeledahan di kantor PDI Perjuangan pada Kamis (9/1) lalu.
Hal ini pun disesalkan oleh sejumlah aktivis antikorupsi, Erwin Natosmal Oemar. Menurutnya, secara jelas ada pelemahan terstruktur akibat keberadaan Dewas KPK. Karena dalam proses penggeledahan, penyitaan dan penyidikan berdasarkan UU Nomor 19/2019 tentang KPK harus seizin Dewas KPK.
"Fenomena tersebut jelas menunjukan adanya pelemahan secara terstruktur via undang-undang KPK yang baru. Dewas KPK hanya sebagai topeng yang seakan-akan UU KPK yang baru akan efektif, padahal kondisi aktual menunjukan sebaliknya," kata Erwin kepada JawaPos.com, Senin (13/1).
Erwin menegaskan, jalan keluar agar proses penindakan seperti operasi tangkap tangan (OTT) tetap berjalan lancar satu-satunya dengan menuntut Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Hal ini semata untuk mengembalikan marwah KPK yang independen.
"Jalan keluar satu-satunya adalah Presiden mengeluarkan Perppu KPK untuk memulihkan fungsi dan kinerja lembaga antirasuah," tegas Erwin.
Senada dengan Erwin, Direktur Pusat Studi dan Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari menyesalkan kehadiran Dewas KPK akibat berlakunya UU Nomor 19/2019 tentang KPK. Feri pun mengkhawatirkan, jika informasi penggeledahan lebih awal diketahui berpotensi hilangnya barang bukti.
"Ini yang dikhawatirkan dari berjenjangnya proses penanganan perkara di KPK. Harusnya proses rumit ini mampu diantisipasi Dewas dengan mempermudah izin, tapi Dewas pun terlihat memperlambat proses dan menjadi penghambat baru pemberantasan korupsi," sesal Feri.
Proses yang berbelit-belit untuk melakukan penggeledahan hingga penyadapan kinerja pemberantasan korupsi tidak dipungkiri akan menghilangkan barang bukti. Karena sejatinya, kejahatan korupsi merupakan kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime.
"Proses yang lama ini tentu akan menghilangkan barang bukti. Bukankah kejahatan extra ordinary juga diberantas dengan penanganan yang extra ordinary, termasuk soal waktu," ujar Feri.
Oleh karena itu, Feri pun lagi-lagi tidak bosan agar Presiden Jokowi dapat mengeluarkan Perppu untuk membatalkan UU Nomor 19/2019 perubahan atas UU Nomor 30/2002 tentang KPK.
"Dari dulu Perppu adalah solusi terbaik yang diabaikan oleh pemerintah. Itu sebabnya pemerintah patut dicurigai memang berkeinginan dari awal UU bermasalah ini berlaku dan menghambat kerja KPK," pungkasnya.
Sebelumnya, Dewan Pengawas KPK Syamsudin Haris menyebut, pihaknya telah memberikan izin penyidik KPK untuk melakukan proses penggeledahan kasus yang menyeret Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan politikus PDI Perjuangan Harun Masiku. Menurutnya, pengajuan izin penggeledahan kasus KPU baru meminta izin pada Jumat (10/1), padahal Dewas sudah menunggu sejak Kamis (9/1).
"Malam itu juga Dewas memberi izin geledah dan sita komisioner KPU, padahal Dewas sudah menunggu datangnya permintaan izin pada Kamis (9/1)," ungkap Haris.
Haris menegaskan, pada prinsipnya Dewas tidak akan pernah menghambat kinerja KPK. Kendati demikian hingga kini belum tahu tempat mana saja yang akan digeledah KPK. "Dewan Pengawas pada prinsipnya tidak akan mengganggu kinerja KPK," tegasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal