Selain terkenal dengan air terjunnya, Kabupaten Kuansing juga punya hutan kota yang menawan. Berada di jantung kota Telukkuantan. Lalu, seperti apa kawasanya?
RIAUPOS.CO – Hutan kota itu berada di kawasan Pulau Bungin, Desa Koto Taluk Kecamatan Kuantan Tengah. Iya, Pulau Bungin. Begitu masyarakat Kuansing menyebutkan nama daerahnya.
Dulu, sekitar tahun 1980 hingga 1990-an, kawasan ini menjadi hamparan pasir putih atau bungin. Bahkan, di tengah Sungai Kuantan yang tidak jauh dari hutan kota itu, terdapat seperti pulau kecil.
Di pulau kecil itu, ramai jika sore hari. Masyarakat Seberang Taluk menjadikan pulau kecil itu untuk tempat olahraga. Mulai dari main bola, voli hingga takrau waktu itu, kondisi Sungai Kuantan tidak keruh seperti sekarang. Kondisi air Sungai Kuantan jernih. Sehingga, masyarakat yang tinggal di sepanjang aliran Sungai Kuantan menjadikannya untuk mandi dan mencuci.
Sungai Kuantan keruh dan berubah warna diperkirakan sejak tahun 2006 hingga sekarang. Penyebabnya, kuat dugaan karena adanya aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) di sepanjang aliran sungai Kuantan. Mulai dari Sumbar hingga Indragiri Hulu.
Kembali ke Hutan Kota Telukkuantan. Sekarang, Hutan Kota Telukkuantan itu masih terawat. Terutama tentang kebersihannya. Tidak jarang masyarakat datang untuk beristirahat bersama keluarga. Cuaca yang sejuk dan teduh membuat kawasan ini menjadi tujuan utama masyarakat untuk bersantai ketika sampai di Kota Telukuantan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kuansing, Deflides Gusni SP MSi kepada Riau Pos, mengatakan, hutan kota ini perlu sentuhan. Secara geografis, hutan kota Telukkuantan masih terbilang berada di jantung kota.
“Kalau sisi kawasan, hutan kota kita ini cukup bagus. Dekat dengan Kota, dekat dengan masjid. Apalagi, di halaman taman kota langsung diperlihatkan dengan pemandangan yang menakjubkan dengan terbentangnya Sungai Kuantan. Di mana, setiap tahun kawasan ini menjadi arena festival pacu jalur tradisional yang diikuti ratusan jalur dari berbagai daerah,” kata Deflides Gusni.
Namun, hutan kota perlu dilengkapi fasilitas umum. Menjawab ini, tentu harus mengucurkan anggaran yang cukup banyak. Mulai dari perbaikan rumah dan pangung besar hingga perbaikan gazebo, air bersih dan lampu penerang hutan kota.
“Iya. Ini sesuai dengan program pak Bupati bahwa wajah kota Telukkuantan harus jauh berubah ke arah yang lebih baik. Terkait hutan kota, saya akan minta arahan pak bupati. Sebab, dulu pak bupati juga punya keinginan untuk memperindah hutan kota ini,” kata mantan Camat Singingi ini.
Menurut Deflides Gusni, keberadaan hutan kota ini adalah untuk mengurangi degradasi lingkungan kota yang diakibatkan oleh ekses negatif pembangunan. Selain mempunyai fungsi perbaikan lingkungan hidup, hutan kota juga memiliki fungsi estetika.
Hutan kota penting untuk keseimbangan ekologi manusia dalam berbagai hal seperti, kebersihan udara, ketersediaan air tanah, pelindung terik matahari, kehidupan satwa dalam kota dan juga sebagai tempat rekreasi.
“Dengan adanya hutan kota, bisa mengurangi dampak cuaca yang tidak bersahabat seperti mengurangi kecepatan angin, mengurangi banjir, memberi keteduhan. Juga memberikan efek pengurangan pemanasan global,” kata Deflides Gusni.
Maka dari itu, Deflides menyebutkan, keberadaan hutan kota dinilai penting mengingat pemanasan global yang terus mengancam. Hutan kota ini masih asri dan indah. Berbagai satwa masih menghuni hutan ini.
“Kita tahu, ruang hidup satwa di perkotaan semakin terdesak. Keberadaan hutan kota bisa memberikan pelindungan bagi satwa-satwa tersebut. Kita sepakat, hutan kota ini harus menjadi tempat rekreasi oleh masyarakat,” harap Deflides Gusni.
Ke depan, kata Deflides Gusni, hutan kota Telukkuantan harus sering dijadikan tempat belajar di luar sekolah bagi pelajar dan sekolah di Kabupaten Kuansing. Karena, di kota-kota besar, hutan kota merupakan media untuk pertemuan berbagai instansi.
Seperti keinginan salah seorang warga Kecamatan Kuantan Tengah bernama Rudi. Ia berharap, hutan kota ini diperindah dengan memasang lampu jalan. Sehingga hutan kota nampak menawan di malam hari.
“Saya juga membayangkan kalau di pinggir jalan hutan kota ini dijadikan tempat kuliner malam. Artinya, seluruh pedagang dan UMKM yang ada di Taman Jalur dipindahkan ke jalan hutan kota. Alangkah indahnya pemandangan malam hari duduk di pinggir sungai sambil menikmati minuman dan makanan,” kata Rudi.
Rudi berharap, Kota Telukkuantan harus terkenal dengan kuliner malamnya. Sehingga, ketika orang dari luar menyebut Telukkuantan, selain pacu jalur, orang akan teringat dengan kuliner malamnya.
“Ini juga bagian dalam meningkatkan ekonomi masyarakat. Selain hutan kota kita menjadi indah, masyarakat tempatan koakan merasa terbantu karena bisa berjualan untuk membantu perekonomian,” kata Rudi.(gus)
Laporan Mardias Can, Telukkuantan