Masyarakat Sabu Raijua sangat ramah, hangat, dan perhatian terhadap orang yang dipercaya. Mereka memperlakukan tamunya dengan baik dan penuh penghormatan.
Oleh Hary B Koriun
KM FUNGKA membuang jangkarnya ketika warna kuning kemerah-merahan mulai muncul dari langit sebelah timur. Kapal itu kemudian merapat ke dermaga Pelabuhan Seba. Gerakannya pelan-pelan hingga dinding lambungnya menempel pada ban-ban yang dipasang di pelantar dermaga yang memanjang dari darat menjorok ke laut itu.
Hari masih pagi. Jarum jam menunjukkan pukul 06.10 Wita. Para penumpang satu per satu terbangun. Ada yang sudah turun dari kapal, ada yang masih ngobrol dengan yang lain di buritan.
Kami berempat sudah berjalan menuju jalur keluar kapal. Lalu meniti “jembatan” kecil untuk turun ke dermaga. Beberapa porter sudah mengangkat barang-barang.
Pelan-pelan juga, matahari sudah terlihat sinarnya. Langit terlihat cerah dengan warna dominan kekuningan. Terlihat awan bergerak, meski tidak banyak. Yang dominan terasa adalah angin yang berhembus sangat deras. Membuat gigil.
“Di pulau ini anginnya memang kencang, Mas. Apalagi kalau malam,” ujar Salim, saat kami berjalan menuju ke luar dermaga.
“Tapi nampaknya panas sekali di sini ya?” tanya saya.
“Sangat! Sangat panas,” jawab Salim. “Untungnya anginnya juga kencang,” tambahnya.
Saya kemudian mempersilahkan Salim jalan duluan. Saya keluarkan kamera dan mengambil beberapa take foto. KM Fungka dengan kesibukan ABK dan penumpang yang berdesakan turun. Sunrise. Juga beberapa foto lautan lepas dengan kapal-kapal kecil yang terlihat di kejauhan.
Setelah keluar dari dermaga, saya melihat ketiga teman seperjalanan sudah tak terlihat. Dr Sastri memanggil dari dalam sebuah mobil van merek Xenia warna abu-abu. Rupanya kami dijemput Ibu Dorkas Dira Tome. Di perjalanan, baru kami tahu kalau dia adalah istri Kepala Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sabu Raijua, I Putu Sudiarta. Katanya, suaminya tak bisa menjemput kami karena sedang persiapan upacara Hari Pendidikan Nasional.
Saya juga baru teringat, hari ini tanggal 2 Mei 2019.
“Tidak ada orang yang bisa diminta tolong menjemput. Jadi saya yang menjemput,” kata Ibu Dorkas. “Saya biasa menjemput tamu…” katanya kemudian sambil menyetir.
Tadi Salim menawarkan diri untuk menggantikannya untuk menyetir, namun Ibu Dorkas mengatakan bahwa di sini orang naik kendaraan sembarangan. Takut karena Salim orang baru, akan terjadi apa-apa. “Tidak apa-apa, biar saya yang nyetir…” kata Ibu Dorkas.
Kami berempat saling berpandangan. Dalam pikiran saya, merasa tak enak. Masak disetiri oleh istri Kepala Dinas Pendidikan. Mungkin dalam pikiran ketiga kolega saya ini juga begitu.
Kami kemudian keluar dari dermaga pelabuhan menuju ke penginapan. Sebelum itu, Ibu Dorkas menghentikan mobilnya. Katanya, “Mohon maaf sebentar ya Bapak dan Ibu. Saya mau melepas anak-anak yang akan ikut upacara Hari Pendidikan Nasional di Kantor Bupati,” ujarnya.
Saya melihat ke arah kiri. Ada gapura yang bertuliskan “SMP N 1 Sabu Barat”. Lalu terlihat ada sebuah truk berwarna kuning di halaman sekolah tersebut. Di atasnya terlihat puluhan siswa. Nampaknya, dengan truk itulah mereka akan menuju lokasi upacara.
Benar. Setelah duduk kembali di belakang stir, Ibu Dorkas bercerita bahwa anak-anak itu akan menuju tempat upacara, sekitar 8 Km dari sekolah.
“Kebetulan saya Kepala Sekolah SMP N 1 Sabu Barat ini. Tadi saya cuma menyampaikan pesan kepada sopir truknya agar hati-hati membawa anak-anak,” kata Ibu Dorkas lagi.
Setelah itu mobil bergerak ke jalan aspal hitam menuju pendakian. Saya bertanya-tanya dalam hati, mana yang disebut Kota Seba, ibukota Kabupaten Sabu Raijua? Yang dekat pelabuhan tadi atau masih jauh, yang kami tuju dengan mobil ini? Entah mendengar suara hati saya atau bagaimana, Salim tiba-tiba mengatakan, “Seba memang kecil dan sepi…”
“Jadi Seba itu deretan pasar dan pertokoan setelah kita keluar dari pelabuhan tadi?” tanya saya.
“Iya. Pelabuhan dan pasar itu. Di sini pusat keramaian di kabupaten ini,” ujar Salim lagi.
Salim pernah ke pulau ini, beberapa kali, dalam kegiatan yang dilakukan bersama Kantor Bahasa NTT yang berpusat di Kupang.