Harimau masih berkeliaran di Dusun III Mungkal, Kampung Adat Asli Anak Rawa Penyengat, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak. Sementara anak sekolah harus ujian. Semua khawatir atas keselamatan anak-anak dan guru. Makanya diambil langkah kearifan lokal bernama tetau atau bele.
Laporan MONANG LUBIS, Siak
TETAU atau bele adalah cara tradisional mengusir hewan buas. Dipandu seorang tokoh bernama Seno, disiapkan sesaji berupa ketan kuning yang dimasak dengan kunyit, wajik, beras kuning, ketan hitam mentah, berondong atau ketan yang dipanaskan sehingga mengembang. Ada juga ketupat bergambar hewan jenis kerbau dan unggas, ayam panggang, telur rebus, pisang, lilin, rokok, tembakau yang dilipat dengan daun seperti daun sirih, serta kemenyan.
Semuanya ditata di atas nampan atau talam yang terbuat dari pelepah dan batang sagu. Ada lima nampan disiapkan, semua ditata cantik dan apik, ketan hitam mentah dengan ketan kuning mentah ditabur di atas nampan, sehingga berbentuk bendera. Di atasnya disusun empat pisang, lalu di atas pisang pisang itu diletakkan telur. Sebuah lilin berwarna merah dihidupkan di samping nampan.
Ritual itu dilakukan di makam leluhur sang tokoh di tepi laut, antara Mungkal dengan Teluk Pelekat. Hadir Penghulu Penyengat Abok Agustinus, Ketua Majelis Kerapatan Adat (MKA) Kehong, perangkat kampung, serta warga.
Empat nampan diletakkan di empat penjuru sekitar makam. Sementara satu nampan berisi wajik manis, di atasnya ada bendera hitam, merah dan kuning diletakkan di atas meja, bersama ayam panggang, ketupat bergambar kerbau dan unggas, serta ketan kuning.
Sang tokoh menghidupkan rokok yang diberi kemenyan, sehingga aromanya merebak. Selanjutnya Seno sang tokoh merapalkan mantera, di antaranya meminta keselamatan kepada leluhur, sekaligus membantu mengusir binatang buas yang meresahkan warga Mungkal.
Ada setengah jam Seno merapalkan manteranya. Sebagai ritual terakhir, di arah pulang, sesaji berupa ketat kuning dan lainnya dilarung atau diberikan ke penguasa laut.
Disebutkan Seno, apa yang dilakukannya sebagai bentuk permintaan kepada leluhur agar membantu harimau keluar dari wilayah Kampung Penyengat, sehingga aktivitas anak cucu kembali normal. “Sesaji yang diberikan merupakan bentuk ritual dengan filosofi dari alam, kembali ke alam,” sebut Seno.
Sementara Ketua Majelis Kerapatan Adat (MKA) Penyengat Kehong mengajak semuanya menjaga sikap dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Harimau keluar pasti ada sebabnya, makanya Kehong mengajak semua pihak, termasuk perusahaan yang memiliki karyawan untuk menjaga lingkungan dan kearifan lokal, sehingga harimau tidak kembali lagi ke perkampungan. “Kami ingin semua pihak sama-sama menjaga keamanan dan kedamaian,” ucap Kehong.
Kehong yakin, jika harimau mau memangsa pasti sudah ada korban. Ini harimau hanya memperlihatkan diri dan itu sangat meresahkan. Biasanya dalam satu bulan harimau akan pergi.
Sementara Penghulu Adat Asli Anak Rawa Penyengat Abok Agustinus mengatakan, sampai saat ini, harimau masih berkeliaran di Mungkal yang dihuni 120 kepala keluarga. Warga masih resah, karena tidak dapat beraktivitas dengan bebas, terutama para murid yang hendak melaksanakan ujian.
Sebagian guru tidak berani datang ke Mungkal karena situasi memang belum kondusif. Harimau yang terdiri dari ibu dan dua anaknya pada Rabu (21/2) malam, sempat menarik kaki bocah bernama Iman (2,1) putra pasangan Lastri dan Iwan di dalam rumah juga masih terlihat.
Jika harimau ingin memangsa, pasti sudah dilakukannya. Sebab untuk bisa menarik kaki bocah Iman, harimau melangkahi ibu korban Lastri. Di wilayah itu, keesokan harinya harimau juga mengejar kucing sampai masuk rumah warga.
Tak hanya di Mungkal, sekitar 25 sampai 30 menit dari Mungkal, yaitu di Teluk Pelekat juga diteror harimau. Kompleks sarang burung walet yang dihuni belasan pekerja asal Kepulauan Meranti didatangi harimau.
Petang itu, Rabu (6/3), Aheng dan tiga rekannya penjaga bangunan sarang walet milik Acin warga Selatpanjang, Kepulauan Meranti sedang beristirahat di bangunan seperti menara pantau berbentuk persegi beratap seperti pondok.
Aheng dan tiga rekannya dikejutkan dengan suara gonggongan anjing penjaga yang ada di dalam bangunan sarang walet. Hal itu menimbulkan kecurigaan Aheng dan tiga rekannya. Aheng mengarahkan senter ke bawah sehingga terlihatlah harimau mengelilingi bangunan, lalu hilir mudik di depan pintu di tengah gonggongan anjing yang semakin menjadi-jadi. “Lalu Aheng merekam, sementara temannya menyenter harimau,” terang Abok.
Sinar senter membuat harimau pergi dan masuk ke dalam hutan. Selanjutnya, setelah menenangkan diri, pada pukul 19.00 WIB, Aheng menghubungi Kepala Dusun Mungkal bernama Ali Zona alias Akiong, sekaligus mengirimkan video penampakan harimau itu.
Akiong berkoordinasi dengan Penghulu Abok pihak kepolisian, lalu Aheng dan tiga rekannya, serta menjaga lainnya dievaluasi dari bangunan walet yang memang di sekelilingnya tidak ada kediaman warga. Kawasan Teluk Pelekat, berhadap hadapan dengan Kepulauan Meranti, terpisahkan oleh selat yang jika ditempuh dengan perahu bermotor, memakan waktu 30-45 menit.
Saat ini, kompleks sarang walet itu kosong, penjaga belum berani kembali ke sana. Sebab diduga harimau masih bekeliaran. “Kami sudah melakukan dua kali ritual kearifan lokal mengusir raja hutan itu, di Mungkal dan di pemakaman leluhur,” terang Abok.
Penghulu Abok sangat berharap, ritual mengusir harimau itu membuahkan hasil, sehingga aktivitas warganya dapat kembali normal. “Kami juga sudah berkoordinasi dengan BBKSDA (Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam). Kami meminta waktu melakukan pengusiran harimau ini dengan cara kearifan lokal, sebab kami tak ingin berkonflik dengan harimau,” sebut Penghulu Abok.
Abok yakin jumlah harimau lebih banyak. Makanya pihaknya tidak ingin berkonflik. Abok ingin warganya aman dan damai dalam menjalani hari hari, tanpa harus berkonflik dengan harimau.
Disebutkan Abok, pihak BBKSDA Riau, Tim Animal Rescue Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Siak, serta pihak Polsek Sungai Apit juga sudah melakukan observasi. Ada sejumlah standar operasional prosedur (SOP), yang akan dilakukan terhadap harimau. Abok meminta ditangguhkan untuk sementara waktu, termasuk pemasangan kerangkeng dan pengusiran dengan SOP BBKSDA.
“Selain melakukan ritual kearifan lokal, untuk sementara, kami bersama BBKSDA dan kepolisian memasang plang berisi informasi trik menghindari harimau Sumatera di Mungkal dan Teluk Pelekat,” terang Penghulu Abok.
Tips menghindari harimau, jalan mundur dan tetap menghadap arah harimau, tidak mencoba kabur atau membelakangi harimau, berusaha tetap tenang, hubungi BBKSDA Riau, ketahui aktif harimau pada pagi dan petang, jangan bepergian sendirian, kontak orang terdekat atau naik kendaraan terdekat, dan bawa tongkat dan obor api.***