PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Hingga memasuki pekan pertama di Maret 2024, harga sembako disejumlah pasar tradisional di Kota Pekanbaru masih cukup tinggi. Harga bahan pokok yang masih jauh dari harga normal ini dikeluhkan oleh masyarakat. Bahkan, harga tomat melambung tinggi, naik Rp15 ribu per kilogram (kg)
Pantauan Riau Pos, Senin (4/3), di Pasar Agus Salim Pekanbaru, harga tomat melambung tinggi dari sebelumnya dijual Rp5.000 per kg, kini naik menjadi Rp20.000 per kg. Sedangkan, cabai merah dari Bukittinggi masih dijual Rp100.000 per kilogram (kg) dari harga normalnya hanya berkisar Rp45.000 per kg.
Cabai rawit merah dijual Rp90.000 per kg dari harga normal Rp55.000 per kg. Cabai hijau dijual Rp70.000 per kg dari harga normal Rp35.000 per kg, bawang merah dijual Rp40.000 per kg dari harga normal Rp30.000 per kg, dan bawang putih yang harga normalnya berkisar Rp26.000 per kg, naik menjadi Rp30.000 per kg.
Sedangkan harga ayam potong masih berkisar Rp33.000 hingga Rp35.000 per kg dari harga normalnya hanya berkisar Rp25.000 per kg. Telur ayam yang harga normalnya Rp47.000 per papan naik menjadi Rp58.000 per papan.
Daging sapi juga mengalami kenaikan dari sebelumnya Rp130.000 per kg menjadi Rp140.000 per kg, ikan lele harga normalnya Rp20.000 per kg naik menjadi Rp23.000 per kg, iklan patin juga ikut mengalami kenaikan harga dari sebelumnya Rp20.000 per kg menjadi Rp23.000 per kg.
Tak hanya itu, harga komoditas sayuran seperti buncis dan wortel juga masih mengalami kenaikan dari sebelumnya hanya berkisar Rp10.000 hingga Rp13.000 per kg menjadi Rp20.000 per kg.
Salah seorang pedagang di pasar Agus Salim Bernama Nilam mengaku, harga bahan pokok seperti cabai, tomat dan juga bawang masih belum mengalami penurunan yang cukup signifikan. Namun ia mengakui beberapa hari yang lalu sempat turun lantaran kualitasnya yang mulai menurun.
Meksipun begitu, untuk harga cabai merah dari Bukittinggi kualitas super masih dijual seharga Rp100.000 per kg. Sedangkan cabai merah dari Bukittinggi yang kualitasnya kurang baik dijual Rp80.000 per kg dengan sistem angkat bukan dipilih.
“Cuaca yang buruk seperti sekarang ini yang buat harganya masih naik turun. Kami ini kan hanya penjual, kalau barang yang kami beli kualitas menurun selama beberapa hari dijual, pasti harganya juga kami sesuaikan, daripada tidak laku dan kami malah rugi,” ucapnya.
Ia menambahkan selama harga bahan pokok yang masih tinggi seperti saat ini menyebabkan daya beli masyarakat menurun lantaran masyarakat harus mengurangi jumlah pembelian.
“Jelaslah berdampak pada kami selama harga bahan pokok ini mahal. Masyarakat pasti belanja lebih sedikit. Kalau biasanya beli cabai 1/2 kg, kini jadi seperempat atau bahkan cuma satu ons,” jelasnya.
Ia berharap pemerintah dapat kembali menstabilkan harga bahan pokok yang cukup tinggi jelang Ramadan ini. Karena dikhawatirkan di momentum hari besar harga bahan pokok akan semakin melonjak dan malah membuat pedagang kesulitan berjualan.
Sementara itu, warga Jalan Kayu Jati, Kecamatan Bukit Raya, Astuti mengaku kesulitan mendapatkan bahan pokok dengan harga yang terjangkau. Ia mengaku harus mengurangi jumlah pembelian.
“Sebenarnya bukan kita kurangi. Uangnya tetap segitu. Cuma yang tadinya uang Rp10.000 atau Rp20.000 kita bisa beli cabai seperempat kilo, sekarang malah dapat satu ons saja. Tentu segitu yang mampu dibeli. Sama seperti tomat, dulu Rp5.000 kita bisa dapat 1 kilogram, sekarang harus Rp20.000 dikeluarnya uang untuk membeli tomat,” katanya.
Di sisi lain, kenaikan harga sejumlah bahan pokok di pasaran menjelang bulan Ramadan ini masih menjadi perhatian Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru. Bahkan, kini pemerintah kota terus mencari angkah-langkah yang tepat dalam mengantisipasi lonjakan harga beberapa hari ke depan.
Pj Wali Kota Pekanbaru Muflihun mengatakan, Pemko Pekanbaru dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) segera menggelar rapat membahas harga bahan pokok. Pemko Pekanbaru siap mengucurkan belanja tak terduga (BTT) sebagai salah satu upaya mengendalikan kenaikan harga yang sudah mulai terjadi.
“Kami segera menggelar rapat forkopimda. Rapat ini akan membahas harga bahan pokok sebelum bulan Ramadan dan Idulfitri,” kata Muflihun.
Ia menjelaskan, jika terjadi lonjakan harga bahan pokok, maka pemko akan mengucurkan BTT agar, bahan pokok bisa Kembali normal. Rencananya BTT ini bisa dimanfaatkan untuk subsidi transportasi kepada pengusaha angkutan bahan pokok yang masuk ke Pekanbaru. Subsidi diberikan agar mengurangi biaya mereka, dan diharapkan pasokan lancar dan harga dari daerah penghasil terkendali.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Pekanbaru juga terus melakukan pemantauan harga bahan pokok di pasaran. Mereka juga memastikan suplai dan ketersediaan bahan pokok.
Harga beberapa komoditi saat ini masih tinggi. Diharapkan harga cabai dan ayam potong bisa turun di awal Ramadan. Harga cabai melonjak saat ini akibat efek musim hujan disertai longsor jalur Sumbar-Riau.
Kepala Disperindag Pekanbaru Zulhelmi Arifin mengatakan, harga bahan pokok yang naik itu antara lain cabai dan bawang merah. Kenaikan harga terjadi karena kurangnya pasokan dari daerah penghasil.
Produksi cabai dan bawang merah berkurang akibat cuaca. Ditambah lagi, Jalan Sumbar-Riau putus beberapa waktu lalu sehingga, harga bahan pangan naik cukup tinggi. “Saya berharap cabai dan bawang bisa panen yang bagus. Sehingga, kita mendapat harga yang terjangkau di awal Ramadan,” ujar Ami, sapaan akrabnya, Selasa (27/2).
Ia menambahkan, harga ayam potong juga mengalami kenaikan. Para pengusaha ayam potong sudah dipanggil soal kendala pakan. “Harga pakan ayam masih stabil. Saya perkirakan harga ayam potong turun pada bulan Maret. Karena, jumlah pasokan ayam lebih banyak,” tegasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Pekanbaru T Azwendi Fajri meminta Pemko Pekanbaru untuk membanjiri sembako di Pekanbaru dengan mendatangkannya dari luar provinsi. Menurutnya, keperluan pangan di Kota Pekanbaru memang tiap akan semakin meningkat menjelang Ramadan. Ini memjadi salah satu faktor harga melambung.
‘’Maka kita berharap Pemerintah Kota Pekanbaru dapat mengawasi dengan cermat pasokan barang dan memastikan ketersediaan mencukupi. Harus berkoordinasi dengan daerah-daerah penghasil sembako yang diperlukan. Bahkan Pulau Jawa pun bisa saja, jika permintaannya memang sangat tinggi, atau kurang, tentu daerah-daerah lain juga bisa kita coba,’’ kata Azwendi.
Pemko Pekanbaru menurut Azwendi bisa mengatasi kondisi yang mengarah pada krisis harga pangan ini lewat suplai sembako dari Sumatera Barat, Sumatera Utara hingga Pulau Jawa. Tidak boleh hanya mengandalkan satu sumber.
‘’Pasar Induk juga kan akan segera beroperasi, jangan lupa fungsinya. Kita membangun Pasar Induk untuk mengendalikan barang keluar-masuk ke Pekanbaru, juga menjaga stabilitas harga. Tolong ini optimalkan. Ingat konsep Pasar Induk itu tidak sama dengan pasar tradisional,’’ tutur Azwendi.
Pasar Murah hanya Meredam bukan Menurunkan
Sejumlah pemerintah daerah (pemda) sudah mengambil ancang-ancang untuk menyelenggarakan pasar murah jelang Ramadan. Langkah ini diambil guna membantu daya beli masyarakat di tengah kenaikan harga sejumlah bahan pangan yang gila-gilaan.
Berdasarkan konsep dan teori, menurut Pakar Kebijakan Agribisnis dan Ekonomi Pertanian IPB University Feryanto, pasar murah memang akan memberikan dampak terhadap pengendalian harga. Tapi, dengan syarat, pasar murah ini harus didukung oleh stok yang memadai.
”Guyuran komoditas dalam pasar murah jika dalam jumlah sedikit tidak akan memberikan pengaruh pada pengendalian harga pangan itu sendiri,” ungkapnya dihubungi, Senin (4/3).
Pada kondisi sekarang, terlihat bahwa keperuan atau demand lebih besar dari supply. Sehingga, perlu dihitung berapa kebutuhan cadangan yang efektif untuk mengendalikan harga. ”Pada saat ini efek langsung yang dirasakan adalah meredam harga agar tidak naik, belum pada tahap sampai menurunkan harga,” sambungnya.
Lebih lanjut, Fery menjelaskan, kenaikan harga pangan khususnya beras dan beberapa komoditi tertentu sejatinya sudah terjadi sejak tahun 2022. Hal ini akibat permintaan dari industri dan hotel, restoran, dan kafe (HOREKA) yang mulai normal kembali pasca pandemi Covid-19. Tingginya permintaan ini pun akhirnya menyebabkan harga terdorong untuk naik.
Berdasarkan catatannya, untuk beras misalnya, di tahun 2022, beras kualitas bawah I pernah berada di angka Rp 10 ribu per kg. Namun kini, harga beras yang sama nyaris menyentuh angka Rp14 ribu. ”Karena produksi saat masa pandemi belum normal dan butuh waktu, lalu kita dihadapkan pada perubahan iklim serta dampak elnino berlanjut tahun 2023,” jelasnya.
Hal ini kemudian menyebabkan produksi terganggu dan mengalami penurunan. Ini sebenarnya sudah diingatkan oleh FAO sekitar tahun 2021 lalu pada negara-negara produsen komoditas pangan dunia lainnya, termasuk Indonesia.
Di sisi lain, dosen Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB University itu turut mengkritisi kesiapan pemerintah terhadap fenomena meningkatnya permintaan komoditas pangan jelang hari besar keagamaan negara (HKBN), termasuk saat Ramadan.
Dipastikan ada kenaikan temporer dari beberapa komoditas pangan tertentu yang banyak dikonsumsi oleh warga seperti beras, telur, gula, cabai, bawang, dan komoditas lain, karena adanya acara keluarga, hantaran, dan lainnya.
”Pemerintah seharusnya telah mengetahui dan memperhitungkan kondisi ini, sehingga strategi dan mitigasi risikonya dijalankan. Tapi selama ini kebijakan tidak berjalan efektif,” keluhnya.
Sebab, jika itu dijalankan maka harusnya pemerintah memiliki cadangan pangan yang kuat. Apalagi ketersediaan cadangan pangan ini sudah diamanatkan dalam UU Pangan Nomor 18 Tahun 2012.
Cadangan pangan bisa dilakukan oleh pemerintah daerah, dan level pusat oleh Bulog dan BAPANAS. Dengan begitu, bisa mengantisipasi kebutuhan masyarakat pada kondisi tertentu seperti kekurangan supply dan atau akibat permintaan tinggi saat HBKN.
Untuk bisa mencapai cadangan pangan kuat, kata dia, pemerintah bisa melakukan sejumlah hal. Pertama, perhitungan dan manajemen produksi nasional yang terintegrasi dan terukur. Artinya, pemerintah bisa bekerja sama dengan asosiasi petani untuk mengatur jadwal tanam agar produksi bisa dilakukan sepanjang periode. Khususnya untuk komoditas pangan yang bisa ditanam sepanjang tahun seperti bawang, cabai, dan beras.
Kemudian, pemerintah dan stakeholder terkait (lembaga penelitian dan perguruan tinggi) harus bisa meningkatkan produktivitas dalam negeri dengan menyiapkan bibit yang cocok untuk perubahan iklim. Selain itu, penguatan ketahanan pangan berbasis keluarga melalui diversifikasi pangan dengan memanfaatkan pangan lokal perlu terus didorong. Masyarakat juga diedukasi terkait pemanfaatan pekarangan untuk tanaman-tanaman sayur yang dikonsumsi sehari-hari.(ayi/end/mia/das)
Laporan PRAPTI DWI LESTARI dan HENDRAWAN, Pekanbaru