Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Penerbitan Buku Kartun Pemilu Lalu: Kartun Opini 2014-2019

Melihat Perjalanan Pemilu dalam Kartun

Kartunis senior Riau, Furqon Elwe, menerbitkan buku kartun kelimanya. Sebuah upaya merawat kekritisan dan cermin sejarah.

RIAUPOS.CO – DUNIA kartun opini memang kurang populer di kalangan pecinta kartun. Ini berbeda dengan kartun cerita, baik dengan media cetak maupun audio visual di televisi, yang memang selalu mendapat tempat pada semua usia. Sebab, kartun opini jelas visinya: sebuah medium kritik atas persoalan yang tak wajar di sekitar kita. Baik itu masalah sosial, politik, dan lainnya.

Berangkat dari hal itulah kartunis senior Riau, Furqon Elwe, menerbitkan buku kartun terbarunya berjudul Pemilu Lalu: Kartun Opini 2014-2019. Semua kartun yang dimuat dalam buku tersebut bicara tentang politik yang berhubungan dengan pemilihan umum (pemilu). Baik pemilihan kepala daerah (pilkada), pemilihan anggota legislatif (pilek), hingga pemilihan presiden (pilpres).

Buku yang diterbitkan pada Desember 2023 dan beredar mulai Januari 2024 ini adalah buku kelima kartunis yang sehari-hari adalah Wakil Pemimpin Redaksi Bidang Desain dan Perwajahan Riau Pos ini. Empat buku kartun sebelumnya adalah RiAaauuu… Negeriku (2003), Kumpulan Kartun Opini Riau Pos Grup (2005), Riau Bustanul Kartun (2017) dan Karenakorona: Koleksi Kartun Opini Covid-19 (2020-2021). Buku terbaru ini berjarak tiga tahun dari buku keempatnya yang menjelaskan bahwa Furqon tak berhenti berkarya.

Pemilihan diksi untuk judul Pemilu Lalu, menurut Furqon, dimaksudkan sebagai komparasi dengan Pemilu 2024, tahun ketika buku ini diedarkan. Penikmat buku ini diharapkan dapat mengambil hikmah dari hiruk-pikuk pemilu lima tahun lalu –terutama terhadap polarisasi yang terjadi di masyarakat– sehingga lebih siap menyikapi pesta demokrasi tahun ini.

“Ini semacam refleksi, bahwa setiap pemilu, baik itu pilkada, pilek, maupun pilpres selalu menimbulkan kegaduhan dan polarisasi. Ini yang selalu saya rekam dalam kartun-kartun opini yang saya buat,” ujar lelaki yang juga Ketua Galeri Hang Nadim (GHN) ini di Pekanbaru, Kamis (25/1/2024).

Dijelaskannya, ada seratusan lebih kartun opini bertema pemilu –pilpres, pileg, dan pilkada– yang dia buat dalam kurun waktu 2014-2019 dan sudah diterbitkan di akun medsos (Facebook, Instagram, Twitter/X) miliknya maupun blog elwecartoon.id (sekarang elwecartoon.wordpress.com). Dia memilih sendiri kartun-kartun tersebut hingga hanya 88 kartun yang dimuat di buku ini. Selain itu dia juga melakukan diskusi kecil-kecilan dengan beberapa kawan maupun mencoba menyerap aspirasi audiens dari komen-komen mereka terhadap kartun yang terbit di medsos.

“Kartun-kartun bertema pemilu ini belum pernah dibukukan sebelumnya. hanya terbit di medsos dan blog saya saja,” kata lelaki yang pernah mendirikan majalah khusus kartun, Sikari, ini.

Dijelaskannya, baginya kartun sudah seperti napas hidupnya sehingga dia akan terus membuat kartun opini sampai akhir usia nanti. Sebagai kartunis freelance yang tak terikat dengan lembaga apa pun dalam berkarya, Furqon menggunakan berbagai media untuk menyiarkan kartun-kartunnya, terutama di media sosial dan blog miliknya. Dia mengaku sangat jarang ikut lomba/kontes kartun, karena biasanya harus mengubah sudut pandangnya sebagai kartunis opini untuk ikut selera tema yang diberikan oleh penyelenggara lomba. Beberapa waktu lalu misalnya, dia ikut lomba kartun internasional 2023 bertema Whoosh –kereta api cepat Indonesia-Cina—namun tak menjadi pemenang. Namun, baginya, mengikuti lomba juga penting untuk mengukur kemampuan dan kualitas karyanya.

Baca Juga:  Kehadiran TNI Buat Masyarakat Tenang

Khusus tentang buku terbarunya ini, Furqon menjelaskan bahwa pilpres, pileg, dan pilkada yang dia rekam merupakan peristiwa politik nasional dan daerah sehingga otomatis kartun-kartun opini buku ini hanya membicarakan politik nasional dan daerah (Riau). Tidak politik secara umum. Karakter kartun opini, katanya, yang lebih to the point juga yang menyebabkan jarang menyampaikan pesan secara general. Misalkan ada seorang pejabat yang terkena kasus korupsi, maka si pejabat tidak akan digambarkan seperti orang berwajah anonim berbaju jas-berdasi-berpeci, tapi akan digambar mirip dengan wajah oknum pejabat tersebut.

Penerbitan buku ini, jelasnya, punya target tertentu. Tapi bukan untuk lomba. Buku ini terbit dengan beberapa alasan. Yang utama memang sudah niat dirinya untuk menerbitkan buku kumpulan kartun minimal dua tahun sekali. Kemudian juga karena beberapa permintaan audiens agar menerbitkan buku kumpulan kartun untuk dikoleksi.

“Ini menarik, karena sebenarnya kartun-kartun opini saya rutin terbit online. Bisa dilihat kapan dan di mana saja. Tapi mereka bilang tetap lebih nyaman menikmati dalam bentuk buku,” kata mantan pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pekanbaru ini.

Furqon merasa, setiap buku yang diterbitkannya adalah titik pencapaian tinggi dalam dunia seni yang digelutinya ini. Namun setelah itu dia harus memulai lagi dari bawah dengan membuat kartun lagi selama beberapa waktu untuk naik lagi mendaki puncak baru. Jadi, katanya, setiap buku yang diterbitkannya adalah puncak kekaryaan.

Furqon mengaku merasa jadi kartunis seutuhnya setelah memutuskan jadi kartunis freelance pada 2014 ketika kartun-kartunnya yang sebelumnya dimuat di media tempat dia bekerja, Riau Pos, mulai dialihkan ke medium lain di blog dan media sosial. Itu artinya dia menikmati sebagai kartunis bebas sejak sembilan tahun lalu.

Lelaki kelahiran Pekanbaru, 53 tahun lalu ini mengaku belajar membuat kartun opini secara otodidak. Dia melihat dan mnyerap “ilmu” kartun dari bnyak kartunis dengan melihat karya mereka di koran/majalah maupun buku kumpulan kartun mereka. Tapi paling awal yang paling mempengaruhi cara dia memvisualisasikan ide ke kartun adalah GM Sudarta, kartunis Kompas. Dia juga menyukai goresan kartunis Pramono yang rapi, dan kartunis Tempo, Pri S, yang terkesan asal coret, serta goresan kartunis ternama Malaysia, Lat, yang menurutnya pletat-pletot itu.

Pada awalnya dia merasa goresan, bahkan bentuk karakter kartunnya memang dipengaruhi GM Sudarta dan Pramono yang rapi. Terus berubah dipengaruhi gaya Lat. Hingga dia kini nyaman dengan goresan yang sekarang, mungkin gabungan tiga kartunis tadi, hitam-putih dengan garis tebal tipis menggunakan pena kaligrafi.

Baca Juga:  Operasi Bina Kusuma Lancang Kuning Antisipasi Aksi Premanisme

“Tapi gaya visualisasi ide kartun opini saya sekarang, rasanya beda dengan tiga kartunis tadi. Saya lebih mnyukai ide dengan visualisasi yang ‘tunjuk hidung’, tidak multitafsir. Seperti kartun-kartun editorial Barat. Sementara cara kritik kartunis Asia umumnya tidak langsung. Kalau orang Melayu mungkin akan berpantun-pantun dulu untuk memperhalus kritik.

Kata seorang kawan yang juga kartunis, gaya ‘tunjuk hidung’. ini hanya strategi untuk melawan hegemoni kartunis yang sudah mapan. Hahahhaa…” ujar Furqon sambil bercanda.

Dalam perjalanannya sebagai seorang kartunis, Furqon merasa banyak dipengaruhi orang, terutama teman-temannya di tempat bekerja sekarang di Riau Pos karena berinteraksi secara langsung. Beberapa kawan kartunis nasional yang sering diskusi juga mmpengaruhi konsep kekartunannya.

Meski mengaku jarang ikut lomba, namun lelaki dua anak ini pernah menjadi juara dalam beberapa lomba. Misalnya dalam International Cartoon & Caricature Contest 2019, as 1th Winner in Utilazion Peatlands Categori; Finalist in International Cartoon Competition and Exhibition Malaysia 2020 under the Theme “Save Our Heritage”; dan The 100 Best Cartoonist on Year 2020-2021, Selected by Semarang International Cartoon Exhibition (SICE) Indonesia.

Direktur dan Pemimpin Redaksi Riau Pos, Firman Agus, menyambut baik penerbitan buku Pemilu Lalu: Kartun Opini 2014-2019. Menurutnya, kartun-kartun yang dimuat dalam buku tersebut akan membawa pembaca menangkap dan memahami berbagai macam fenomena yang terjadi di tengah masyarakat terkait pilkada, pileg, dan pilpres yang selama ini diselenggarakan di Indonesia dalam masa Reformasi. Menurutnya, Furqon bisa menerjemahkan hiruk-pikuk yang terjadi di media arus utama, media sosial, maupun obrolan warung kopi ke dalam karya kartun yang unik, menarik, dan mudah dipahami.

Alumni Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Andalas (Unand) Padang ini menambahkan, tak banyak kartunis di Riau, dan Furqon adalah salah satu yang konsisten dalam berkarya dalam bentuk kartun opini. Dengan banyak referensi karena latar belakangnya sebagai pekerja media, menurut Firman, idealisme Furqon terlihat dalam kartun-kartun yang dibuatnya dan itu layak dipuji.

“Gaya mengkritik yang khas tetap membuat pembaca ‘tersenyum’ meski gambar kartun tersebut menusuk hati,” kata Firman.

Aktivis dan filmmaker Dandhy Laksono, menyambut baik penerbitan buku ini. Dia menyoroti salah satu kartun tentang pengamanan pelantikan presiden yang “bak persiapan perang” yang dibuat Furqon, bukan sebagai sindirian atas pengamanan yang dianggap berlebihan, tapi sebuah cemoohan pada rezim yang menciptakan musuh-musuh palsu –yang setelah pilpres justru masuk dalam kabinet– agar masyarakat terfragmentasi dan terbelah, sementara para elit jusru bersatu.

“Buku kumpulan kartun ini adalah cermin sejarah bagi kita, yang mungkin telah mengorbankan pertemanan dan persaudaraan demi dukung-mendukung politik. Cermin agar kita punya rasa malu,” kata sutradara film Sexy Killers yang sempat menghebohkan beberapa waktu lalu tersebut.***

Laporan HARY B KORIUN, Pekanbaru

Kartunis senior Riau, Furqon Elwe, menerbitkan buku kartun kelimanya. Sebuah upaya merawat kekritisan dan cermin sejarah.

RIAUPOS.CO – DUNIA kartun opini memang kurang populer di kalangan pecinta kartun. Ini berbeda dengan kartun cerita, baik dengan media cetak maupun audio visual di televisi, yang memang selalu mendapat tempat pada semua usia. Sebab, kartun opini jelas visinya: sebuah medium kritik atas persoalan yang tak wajar di sekitar kita. Baik itu masalah sosial, politik, dan lainnya.

- Advertisement -

Berangkat dari hal itulah kartunis senior Riau, Furqon Elwe, menerbitkan buku kartun terbarunya berjudul Pemilu Lalu: Kartun Opini 2014-2019. Semua kartun yang dimuat dalam buku tersebut bicara tentang politik yang berhubungan dengan pemilihan umum (pemilu). Baik pemilihan kepala daerah (pilkada), pemilihan anggota legislatif (pilek), hingga pemilihan presiden (pilpres).

Buku yang diterbitkan pada Desember 2023 dan beredar mulai Januari 2024 ini adalah buku kelima kartunis yang sehari-hari adalah Wakil Pemimpin Redaksi Bidang Desain dan Perwajahan Riau Pos ini. Empat buku kartun sebelumnya adalah RiAaauuu… Negeriku (2003), Kumpulan Kartun Opini Riau Pos Grup (2005), Riau Bustanul Kartun (2017) dan Karenakorona: Koleksi Kartun Opini Covid-19 (2020-2021). Buku terbaru ini berjarak tiga tahun dari buku keempatnya yang menjelaskan bahwa Furqon tak berhenti berkarya.

- Advertisement -

Pemilihan diksi untuk judul Pemilu Lalu, menurut Furqon, dimaksudkan sebagai komparasi dengan Pemilu 2024, tahun ketika buku ini diedarkan. Penikmat buku ini diharapkan dapat mengambil hikmah dari hiruk-pikuk pemilu lima tahun lalu –terutama terhadap polarisasi yang terjadi di masyarakat– sehingga lebih siap menyikapi pesta demokrasi tahun ini.

“Ini semacam refleksi, bahwa setiap pemilu, baik itu pilkada, pilek, maupun pilpres selalu menimbulkan kegaduhan dan polarisasi. Ini yang selalu saya rekam dalam kartun-kartun opini yang saya buat,” ujar lelaki yang juga Ketua Galeri Hang Nadim (GHN) ini di Pekanbaru, Kamis (25/1/2024).

Dijelaskannya, ada seratusan lebih kartun opini bertema pemilu –pilpres, pileg, dan pilkada– yang dia buat dalam kurun waktu 2014-2019 dan sudah diterbitkan di akun medsos (Facebook, Instagram, Twitter/X) miliknya maupun blog elwecartoon.id (sekarang elwecartoon.wordpress.com). Dia memilih sendiri kartun-kartun tersebut hingga hanya 88 kartun yang dimuat di buku ini. Selain itu dia juga melakukan diskusi kecil-kecilan dengan beberapa kawan maupun mencoba menyerap aspirasi audiens dari komen-komen mereka terhadap kartun yang terbit di medsos.

“Kartun-kartun bertema pemilu ini belum pernah dibukukan sebelumnya. hanya terbit di medsos dan blog saya saja,” kata lelaki yang pernah mendirikan majalah khusus kartun, Sikari, ini.

Dijelaskannya, baginya kartun sudah seperti napas hidupnya sehingga dia akan terus membuat kartun opini sampai akhir usia nanti. Sebagai kartunis freelance yang tak terikat dengan lembaga apa pun dalam berkarya, Furqon menggunakan berbagai media untuk menyiarkan kartun-kartunnya, terutama di media sosial dan blog miliknya. Dia mengaku sangat jarang ikut lomba/kontes kartun, karena biasanya harus mengubah sudut pandangnya sebagai kartunis opini untuk ikut selera tema yang diberikan oleh penyelenggara lomba. Beberapa waktu lalu misalnya, dia ikut lomba kartun internasional 2023 bertema Whoosh –kereta api cepat Indonesia-Cina—namun tak menjadi pemenang. Namun, baginya, mengikuti lomba juga penting untuk mengukur kemampuan dan kualitas karyanya.

Baca Juga:  Melihat Kartun Opini sebagai Produk Pers

Khusus tentang buku terbarunya ini, Furqon menjelaskan bahwa pilpres, pileg, dan pilkada yang dia rekam merupakan peristiwa politik nasional dan daerah sehingga otomatis kartun-kartun opini buku ini hanya membicarakan politik nasional dan daerah (Riau). Tidak politik secara umum. Karakter kartun opini, katanya, yang lebih to the point juga yang menyebabkan jarang menyampaikan pesan secara general. Misalkan ada seorang pejabat yang terkena kasus korupsi, maka si pejabat tidak akan digambarkan seperti orang berwajah anonim berbaju jas-berdasi-berpeci, tapi akan digambar mirip dengan wajah oknum pejabat tersebut.

Penerbitan buku ini, jelasnya, punya target tertentu. Tapi bukan untuk lomba. Buku ini terbit dengan beberapa alasan. Yang utama memang sudah niat dirinya untuk menerbitkan buku kumpulan kartun minimal dua tahun sekali. Kemudian juga karena beberapa permintaan audiens agar menerbitkan buku kumpulan kartun untuk dikoleksi.

“Ini menarik, karena sebenarnya kartun-kartun opini saya rutin terbit online. Bisa dilihat kapan dan di mana saja. Tapi mereka bilang tetap lebih nyaman menikmati dalam bentuk buku,” kata mantan pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pekanbaru ini.

Furqon merasa, setiap buku yang diterbitkannya adalah titik pencapaian tinggi dalam dunia seni yang digelutinya ini. Namun setelah itu dia harus memulai lagi dari bawah dengan membuat kartun lagi selama beberapa waktu untuk naik lagi mendaki puncak baru. Jadi, katanya, setiap buku yang diterbitkannya adalah puncak kekaryaan.

Furqon mengaku merasa jadi kartunis seutuhnya setelah memutuskan jadi kartunis freelance pada 2014 ketika kartun-kartunnya yang sebelumnya dimuat di media tempat dia bekerja, Riau Pos, mulai dialihkan ke medium lain di blog dan media sosial. Itu artinya dia menikmati sebagai kartunis bebas sejak sembilan tahun lalu.

Lelaki kelahiran Pekanbaru, 53 tahun lalu ini mengaku belajar membuat kartun opini secara otodidak. Dia melihat dan mnyerap “ilmu” kartun dari bnyak kartunis dengan melihat karya mereka di koran/majalah maupun buku kumpulan kartun mereka. Tapi paling awal yang paling mempengaruhi cara dia memvisualisasikan ide ke kartun adalah GM Sudarta, kartunis Kompas. Dia juga menyukai goresan kartunis Pramono yang rapi, dan kartunis Tempo, Pri S, yang terkesan asal coret, serta goresan kartunis ternama Malaysia, Lat, yang menurutnya pletat-pletot itu.

Pada awalnya dia merasa goresan, bahkan bentuk karakter kartunnya memang dipengaruhi GM Sudarta dan Pramono yang rapi. Terus berubah dipengaruhi gaya Lat. Hingga dia kini nyaman dengan goresan yang sekarang, mungkin gabungan tiga kartunis tadi, hitam-putih dengan garis tebal tipis menggunakan pena kaligrafi.

Baca Juga:  Operasi Bina Kusuma Lancang Kuning Antisipasi Aksi Premanisme

“Tapi gaya visualisasi ide kartun opini saya sekarang, rasanya beda dengan tiga kartunis tadi. Saya lebih mnyukai ide dengan visualisasi yang ‘tunjuk hidung’, tidak multitafsir. Seperti kartun-kartun editorial Barat. Sementara cara kritik kartunis Asia umumnya tidak langsung. Kalau orang Melayu mungkin akan berpantun-pantun dulu untuk memperhalus kritik.

Kata seorang kawan yang juga kartunis, gaya ‘tunjuk hidung’. ini hanya strategi untuk melawan hegemoni kartunis yang sudah mapan. Hahahhaa…” ujar Furqon sambil bercanda.

Dalam perjalanannya sebagai seorang kartunis, Furqon merasa banyak dipengaruhi orang, terutama teman-temannya di tempat bekerja sekarang di Riau Pos karena berinteraksi secara langsung. Beberapa kawan kartunis nasional yang sering diskusi juga mmpengaruhi konsep kekartunannya.

Meski mengaku jarang ikut lomba, namun lelaki dua anak ini pernah menjadi juara dalam beberapa lomba. Misalnya dalam International Cartoon & Caricature Contest 2019, as 1th Winner in Utilazion Peatlands Categori; Finalist in International Cartoon Competition and Exhibition Malaysia 2020 under the Theme “Save Our Heritage”; dan The 100 Best Cartoonist on Year 2020-2021, Selected by Semarang International Cartoon Exhibition (SICE) Indonesia.

Direktur dan Pemimpin Redaksi Riau Pos, Firman Agus, menyambut baik penerbitan buku Pemilu Lalu: Kartun Opini 2014-2019. Menurutnya, kartun-kartun yang dimuat dalam buku tersebut akan membawa pembaca menangkap dan memahami berbagai macam fenomena yang terjadi di tengah masyarakat terkait pilkada, pileg, dan pilpres yang selama ini diselenggarakan di Indonesia dalam masa Reformasi. Menurutnya, Furqon bisa menerjemahkan hiruk-pikuk yang terjadi di media arus utama, media sosial, maupun obrolan warung kopi ke dalam karya kartun yang unik, menarik, dan mudah dipahami.

Alumni Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Andalas (Unand) Padang ini menambahkan, tak banyak kartunis di Riau, dan Furqon adalah salah satu yang konsisten dalam berkarya dalam bentuk kartun opini. Dengan banyak referensi karena latar belakangnya sebagai pekerja media, menurut Firman, idealisme Furqon terlihat dalam kartun-kartun yang dibuatnya dan itu layak dipuji.

“Gaya mengkritik yang khas tetap membuat pembaca ‘tersenyum’ meski gambar kartun tersebut menusuk hati,” kata Firman.

Aktivis dan filmmaker Dandhy Laksono, menyambut baik penerbitan buku ini. Dia menyoroti salah satu kartun tentang pengamanan pelantikan presiden yang “bak persiapan perang” yang dibuat Furqon, bukan sebagai sindirian atas pengamanan yang dianggap berlebihan, tapi sebuah cemoohan pada rezim yang menciptakan musuh-musuh palsu –yang setelah pilpres justru masuk dalam kabinet– agar masyarakat terfragmentasi dan terbelah, sementara para elit jusru bersatu.

“Buku kumpulan kartun ini adalah cermin sejarah bagi kita, yang mungkin telah mengorbankan pertemanan dan persaudaraan demi dukung-mendukung politik. Cermin agar kita punya rasa malu,” kata sutradara film Sexy Killers yang sempat menghebohkan beberapa waktu lalu tersebut.***

Laporan HARY B KORIUN, Pekanbaru

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari