LONDON (RIAUPOS.CO) — Mulusnya proposal Brexit yang diajukan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson di parlemen membuat Uni Eropa (UE) makin resah. Eropa menganggap pria 55 tahun itu makin memperburuk jalur perceraian kedua belah pihak.
Perdana Menteri Irlandia Leo Varadkar menyatakan, strategi Johnson tak mencerminkan pihak yang mencari solusi. Dia khawatir bahwa rezim pemerintah Inggris saat ini mencoba segala cara untuk mencari keuntungan. Termasuk diam-diam menjegal kompetitor industri makanan dan kesehatan dari Eropa. "Pendekatannya terkait dengan Brexit lebih keras daripada yang kami kira," ujarnya sebagaimana yang dilansir The Guardian.
Michel Barnier, kepala tim negosiator Eropa, ikut mendukung pernyataan Varadkar. Dia mengingatkan bahwa Inggris masih harus menghormati aturan UE untuk mengamankan kesepakatan dagang. Jika tidak, hubungan antara Inggris dan sisa negara di Eropa Barat bakal buruk.
Dia menuturkan, industri Inggris dan Eropa seharusnya bersaing dari sisi inovasi, keterampilan, dan kualitas produk. Jika kedua belah pihak hanya memperhatikan aspek sosial dan lingkungan, pekerja dan konsumen akan dirugikan. "Kesepakatan dagang harus menghadirkan kesempatan yang sama bagi semua pihak. Baik dari aspek standar, bantuan pemerintah, maupun pajak," tutur Barnier.
Dia juga menyoroti penetapan Inggris untuk menyelesaikan masa transisi sebelum 2021. Menurut dia, tugas berat itu pasti bakal memunculkan konflik di suatu titik. Apalagi, Johnson sudah memberikan sinyal tak akan mengalah. Termasuk soal penyelarasan aturan domestik dengan UE.
"Tentu kami bakal memanfaatkan waktu pendek ini sebaik-baiknya. Namun, sama dengan Inggris, kami akan menempatkan kepentingan kami (UE) sebagai prioritas," jelasnya.
Sementara itu, Johnson tak terlalu menanggapi tekanan Uni Eropa. Ditanya media dalam kunjungan ke Estonia, Johnson hanya menjawab bahwa amat penting bagi Inggris segera menuntaskan Brexit. "Kami tentu punya banyak tekad dan energi untuk membangun kemitraan baru (dengan UE, red) yang lebih dalam dan spesial," paparnya.
Sejak kemenangan besar dalam pemilu dini pada 12 Desember, jalan Johnson untuk meloloskan strategi Brexit di dalam negeri memang supermulus. Akhir pekan lalu parlemen menyetujui UU Brexit, hal yang tiga tahun gagal dilakukan PM sebelumnya, Theresa May.
Pekan lalu 50 anggota parlemen Inggris membuat petisi agar lonceng Big Ben dibunyikan pada 31 Januari malam. Proposal yang dikatakan menandai era baru itu tak ditolak Ketua Majelis Rendah Lindsay Hoyle. Padahal, proposal yang sama ditolak pendahulu Hoyle, John Bercow. "Jika itu yang diinginkan parlemen, saya tak bakal menghalanginya," katanya kepada Daily Express.
Selain itu, Inggris berencana mencetak koin khusus untuk memperingati Brexit. Koin senilai 50 sen tersebut akan diluncurkan dengan ukiran tanggal 31 Januari bersama kalimat: Perdamaian, Kesejahteraan, dan Persahabatan dengan Semua Negara. Pemerintah sempat mencetak koin Brexit. Namun, koin itu kembali dileburkan saat Inggris gagal menepati batas waktu 31 Oktober.(bil/c14/sof)
Laporan JPG, London