Negeri ini memerlukan peimimpin yang visioner. Pemimpin visioner adalah pemimpin yang mempunyai suatu pandangan visi dan misi yang jelas dalam organisasi, pemimpin visioner sangatlah cerdas dalam mengamati suatu kejadian dimasa depan dan dapat menggambarkan visi misinya dengan jelas. Dia dapat membangkitkan semangat para anggotanya dengan menggunakan motivasi serta imajinasinya untuk membuat organisasi lebih hidup, meggerakkan semua komponen yang ada dalam organisasi agar organisasi yang dipimpinnya dapat berkembang untuk mencapai visi dan misnya.
Adapun karakteristik pemimpin visioner adalah memiliki ciri-ciri yang menggambarkan segala sikap dan perilakunya yang menunjukan kepemimpinnya berorientasi kepada pencapaian visi, jauh memandang kedepan dan terbiasa menghadapi segala tantangan dan resiko. Adapun ciri-ciri utama kepemimpinan visioner adalah berwawasan ke masa depan, berani bertindak, mampu menggerakkan orang lain, mampu mengubah visi ke dalam aksi, berpegang teguh pada nilai spiritual yang diyakininya, mampu membangun tim yang solid serta kreatif dan proaktif.
Kalau kita baca konsep kepemimpinan visioner ala Ki Hajar Dewantara. Sosok seorang Bapak Pendidikan Indonesia, sangatlah menarik. Menurut konsepnya Ing ngarso sungtuladho ing madyo mangun karso, tut wuri handayani yang artinya yang didepan memberi teladan, yang di tengah menciptkan peluang untuk berprakarsa, dan yang dibelakang memberi dorongan.
Melalui semboyan Ing ngarso sungtuludho, Ki Hajar Dewantara mengajarkan bahwa seorang pemimpin harus menjadi contoh dalam panutan bagi pengikutnya.
Namun kenyataannya dalam berbagai kasus, justru hal ini tidak tercapai. Pemimpin banyak tidak bisa menjadi panutan bagi pengikutnya. Dalam konteks kepemimpinan visioner, peimpin harus mampu melakukan prinsip greater good dengan berani berkorban (untuk sementara) guna mencapai hasil yang lebih baik. Peimpin tidak hanya berani menuntut pengikutnya untuk berkorban tetap dia sendiri harus melakukannya.
Ing madyo mangun karso yang artinya yang ditengah menciptakan peluang untuk berprakarsa. Dalam konteks kepemimpinan visioner, semboyan ini dioperasionalkan dalam wujud konsep bahwa pemimpin tidak selamanya harus memiliki suatu jabatan kepemimpinan. Perspektif semboyan ini adalah ketika seseorang tidak memiliki jabatan atau validitas sebagai pemimpin. Ia memiliki kekuasaan untuk memimpin.
Slogan yang berikutnya yaitu Tut wuri handayani yang di belakang memberikan dorongan. Ini sangat penting bagi seorang pemimpin visioner. Pemimpin visioner harus mengerti bahwa adakalanya tidak memimpin sama sekali justru menerapkan tindakan memimpin. Dalam konteks semacam ini yang perlu dipersiapkan adalah pengikut, bukan pemimpin.
Semboyan Ki Hajar Dewantara kalau dilebur dalam konsep kepemimpinan akan menghasilkan konsep kepemimpinan visioner yang ideal karena di dalamnya tercakup pemimpin yang berani dan rela berkorban karena memiliki visi yang baik untuk orang yang dipimpinnya dan tidak "gila jabatan".
Semboyan Ki Hajar Dewantara di atas sejalan dengan Ali Syari`ati. Menurut Ali Syari`ati kepemimpinan adalah pahlawan, idola dan insan kamil. Tanya pemimpin ingat manusia akan mengalami disorientasi dan alienasi. Ketika suatu masyarakat memerlukan seorang pemimpin, maka seorang yang paham akan realitas masyarakatlah yang pantas mengemban amanah kepemimpinan tersebut. Pemimpin harus dapat membuat masyarakat menjadi sejahtera dan makmur serta menuju kepada kesempurnaan.
Konsep pemimpin menurtua Ali Syari`ati bahwa pemimpin itu memiliki insan kuat sejalan dengan yang dikatakan Tenas Effendy dalam bukunya Tunjuk Ajar Melayu halaman 654, bahwa seorang pemimpin wajib memiliki kepribadian sempurna dan berusaha terus menerus menyempurnakannya. Untuk itu dalam tunjuk ajar atau petuah amanah melayu disebutkan secara jelas acuan bagi seorang pemimpin yang berkait dengan sifat, perilaku, hak, kewajiban dan sebagainya.
Menurut tunjuk ajar Melayu yang dikatakan pemimpin, didahulukan selangkah ditinggikan seranting, dituakan oleh orang banyak dikemukan oleh orang ramai, diangkat menurut patutnya dikukuhkan menurut layaknya diangkat menurut adat dikukuhkan menurut lembaga. Berbagai acuan dan criteria yang berikatn dengan kepemimpinan menunjukan kecermatan orang Melayu dalam memilih dan menentukan pemimpinnya.
Ungkapan adat mengatakan "bila didalam tidak ada yang patut, hendaklah keluar mencari unut", maksudnya bila dalam suatu kaum atau puak tidak ada orang yang patut dan layak dijadikan pemimpin, maka perlu harus mencari pemimpin "orang luar" asal memenuhi kriteria dan acaun yang sudah ditetapkan. Sikap ini pula yang sejak dahulu member peluang masuknya pihak luar yang lambat laun membentuk masyarakat Melayu yang majemuk.
Orang tua-tua menegaskan, "Kalau memilih pemimpin, jangan memandang elok mukanya, tetapi pandang elok hatinya". Ungkapan lain mengatakan, "bila hendak memilih peimpin, pilih yang mulia budi pekertinya" Selanjutnya dikatakan, " memilih jangan karena suku, tetapi memilih karena laku".***