tembok yang memiliki telinga, sesungguhnya adalah sebuah penggambaran sederhana agar kita selalu berhati-hati dengan tingkah dan ucapan kita. Mungkin tak seorang pun mengetahui rencana jahat kita. Mungkin tak seorang pun mendengar rencana licik kita. Tapi percayalah bahwa ada yang mendengar dan mengetahui setiap rencana-rencana kita. Suara hati kita saja bisa didengar, apalagi yang kita ucapkan. Itulah Tuhan Yang Maha Tahu.
Untuk mencatat setiap amal manusia dan mencatat atau merekam segala sesuatu di langit dan di bumi, Allah telah menciptakan recorder yang Maha Canggih yang Allah perkenalkan kepada kita dalam Alquran dengan nama ‘Kitab yang nyata’ juga kita kenal sebagai Lauhmahfuz. QS Yasiin (36):12. Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauhmahfuz).
Compact Disk Semesta. Setiap kita ternyata adalah pemancar. Seluruh aktivitas yang kita lakukan selalu memancarkan gelombang dan energi. Baik itu berupa perbuatan, suara, maupun sekedar pikiran atau perkataan dalam hati.
Perbuatan selalu memantul-mantulkan cahaya yang kemudian bisa ditangkap oleh orang lain lewat matanya. Cahaya adalah gelombang yang memancarkan energi dan bisa direkam. Baik oleh otak kita maupun oleh kamera perekam.
Demikian pula suara. Ia adalah gelombang yang dipancarkan akibat pita suara bergetar. Dan pancaran gelombang itu menghasilkan energi yang bisa direkam oleh kita lewat telinga maupun oleh alat perekam elektronik, digital maupun analog.
Termasuk pikiran. Setiap kali berpikir dan berkata-kata dalam hati, maka kita juga memancarkan gelombang dan energi yang bisa direkam. Penelitian di berbagai negara maju, termasuk di Rusia, mendapati bahwa seseorang berpikir atau telepati (berkomunikasi dalam hati) ternyata otaknya selalu memancar-mancarkan gelombang elektromanetik. Dan getaran-getaran itu bisa direkam dengan menggunakan otak, misalnya EEG (Elektric Encephalo Graph).
Judul artikel ini saya pinjam dari Tauhid Nur Azhar dan Eman Sulaiman dalam bukunya “Ajaib bin Aneh. Yang pada halaman 21 dan 22 ia menyajikan sebuah renungan buat kita semua, tentang Compact Disk Semesta sebagai berikut ini.
Pernakah kita berbicara jarak jauh dengan seseorang dengan menggunakan HP? Jawabannya pasti pernah, bahkan boleh jadi kita melakukannya setiap hari. Biasanya, setelah selesai berbicara, pada handset kita akan terlihat beberapa data yang tersimpan, yaitu dengan siapa kita berbicara, atau berapa jumlah pulsa yang kita gunakan. Yang menarik, ke mana ya “larinya” isi percakapan tersebut? Perkataan kita dalam bentuk suara hilang begitu saja tanpa bisa diulang kembali.
Sesungguhnya, isi percakapan kita terserap dalam gelombang elektromagnetik. Ia terdekoding (tersandikan) dalam sebuah dimensi fisik kita. Dr Kruschvinc dari California Institute of Technology berhipotesis bahwa setiap yang kita lakukan akan direkam oleh elemen-elemen di alam semesta, di mana “rekaman†tersebut akan disimpan dalam bentuk muatan. Ia menggambarkan keberadaan molekul besi sulfat yang bersifat negatif termasuk salah satu materi yang turut menentukan konformasi ingatan pada otak manusia. Jika memori dapat digambarkan sebagai sebuah profil muatan atau bagian dari sebuah medan, setiap elemen di alam semesta pasti memiliki memori masing-masing. Oleh karena itu jangan heran, di Padang Mahsyar kelak, ytang akan menjadi saksi atas semua yang pernah kita perbuat di dunia ini, adalah semua unsur di alam semesta yang pernah berinteraksi dengan kita, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Hebatnya, kecerdasan elemen alam semesta ini tidak terbatas pada kemampuan menyimpan data atau memori saja, melainkan juga pada kemampuan dalam menjalin sebuah proses komunikasi melalui banyak model. Jika kita mengenal e-mail, video call, chatting, SMS, dan hubungan telepon jarak jauh, di tingkat sel tubuh terdapat hormon, enzim, sitokin, saraf, dan hubungan elektromagnetik.
Bagaimana bisa terekam? Sungguh suatu mekanisme rekaman yang luar biasa. Rekaman manusia saja sudah menggunakan cahaya. Apakah ‘recorder’ Allah menggunakan cahaya juga, karena kan segala sesuatu memancarkan gelombang cahaya, gelombang electromagnetis yang dapat direkam, atau bisa juga ‘recorder’ Allah ini lebih canggih lagi.
Ada pepatah mengatakan kalau tembok punya telinga. Ternyata tembok punya telinga dan mata. Kedengarannya bohong, kedengarannya juga menakutkan. Jika memang benar adanya, bukannya itu berarti kita tidak memiliki privasi? Bukan. Kita bukannya tidak memiliki privasi, tapi tidak pernah punya tempat untuk membicarakan sesuatu yang buruk. Seperti yang kita ketahui, kita tinggal di dunia ini bersama dengan orang-orang di sekitar kita. Keterbatasan indera membuat kita tidak pernah bisa seutuhnya menyadari ada atau tidak orang di dekat kita. Pernah kita mengira sedang sendirian sehingga bebas bertindak semaunya, padahal sebenarnya ada yang mengamati atau tidak sengaja melihat tingkah kita.
Kalau semuanya telah terekam tentu kita tidak dapat mengelak lagi akan semua ucapan dan perbuatan kita pada hari perhitungan nanti. Wallaahu a’lam bishshowab.***