Jumat, 22 November 2024
spot_img

Kenaikan Iuran BPJS Memberatkan

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Kenaikan iuran BPJS Kesehatan dinilai memberatkan penggunanya, terutama pengguna mandiri. Untuk itu, BPJS perlu menghitung lagi penyebab paling krusial hingga harus menaikkan iuran.

Hal ini diungkapkan perwakilan dari Fitra Riau Tarmizi dalam sebuah acara diskusi, Sabtu (7/12). "Apakah yang mandiri yang paling banyak tunggakan atau yang pekerja penerima upah? Lalu pola kecurangan masih banyak ditemui dari penelitiannya bersama dengan ICW seperti pembelian obat, permainan RS dengan BPJS," terangnya.

Ia juga menambahkan, ada salah satu rumah sakit swasta di Pekanbaru yang mengatakan jika pasien ingin dengan dokter pilihan, maka harus menambah biaya lebih dari Rp4 juta. "Lalu di RSUD saat itu anggota keluarga saya perlu obat cepat, lalu dibilang ‘bapak gratis kan? Jadi harus menunggu’. Perkataan seperti itu menyakitkan masyarakat. Padahal kita kan juga dibayar pemerintah," tegasnya.

Dalam diskusi itu hadir Kabid Perluasan Peserta dan Kepatuhan BPJS Kesehatan Alicia Ade Nursyafni, Direktur RSUD Arifin Achmad dr Nuzelly Husnedi MARS, Kabid Pelayanan Dinkes Provinsi Riau dr Yohannes, dan dari Fitra Riau Tarmizi.

Dalam penjelasannya, Kabid Perluasan Peserta dan Kepatuhan BPJS Kesehatan Alicia Ade Nursyafni mengatakan, sesuai dengan Peraturan Presiden nomor 75/2019 yang sudah keluar pada September lalu, bahwa ada perubahan dari Perpres 82/2016. Salah satunya adalah perubahan iuran bagi peserta pekerja bukan penerima upah atau disebut dengan peserta mandiri.

"Untuk pekerja bukan penerima upah atau peserta mandiri dikenai biaya per bulan bagi kelas III yang sebelumnya iuran Rp25.500 menjadi Rp42 ribu, kelas II sebelumnya iuran Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu, dan kelas I dari iuran Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu. Ini berlaku pada 1 Januari 2020," sebutnya dalam diskusi yang digelar di Pelangi Kafe tersebut.

Selain itu, iuran juga naik untuk segmen pekerja penerima upah penyelenggara negara. Seperti PNS, TNI dan Polri. "Iuran untuk PNS,TNI dan Polri iurannya itu tiga dan dua. Artinya tiga persen ditanggung oleh pemberi kerja dan dua persen oleh pekerja itu sendiri. Di Perpres 75 itu empat banding satu, artinya empat persen dari pemberi kerja dan satu persen dari pekerja," jelasnya.

Baca Juga:  Lima Tersangka Narkoba Diamankan di Tempat Berbeda

Dijelaskannya, hal yang mendasari kenaikan iuran BPJS Kesehatan karena sejak sejak 1 Januari 2014, BPJS Kesehatan setiap tahunnya selalu devisit. Di mana penghitungannya tidak sesuai dengan aturan yang dihitungkan. Katanya, setiap awal tahun sudah memikirkan hasil devisitnya di akhir tahun.

"Di UU sendiri jika sudah tidak sesuai, ada tiga kriteria yang harus dilakukan. Pertama menurunkan jaminan atau benefit. Namun, tidak memungkinkan suatu penyakit itu tidak dijamin. Kemudian yang kedua diambil ada penaikan iuran. Sehingga penyesuaian penaikan iuran sudah dua kali yaitu pada 2016 dan 2019. Jadi, setiap dua tahun sesuai UU boleh dilakukan penyesuaian," tuturnya.

Menurutnya, iuran yang ability to pay masyarakat untuk kemampuan bayar jika dihitung dari baseline-nya sebenarnya dengan iuran yang sekarang ini tidak sesuai dengan penghitungan aktuarianya. "Jadi kalau misalnya ability to pay-nya masyarakat tidak mampu juga, maka masyarakat harus menyesuaikan untuk membayarnya. Jadi turun kelas tidak masalah. Dan angka yang sekarang adalah angka yang ideal," ucapnya.

Perihal isu pemborosan benefit, Ade katakan, BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara jaminan sosial ada regulatornya. BPJS sudah punya aturan sendiri yang ditanggung oleh pemerintah. "Misalnya, yang ditanggung di program JKN itu adalah apabila sesuai prosedur dan indikasi medis akan dijamin," sebutnya. 

Ade mencontohkan, ada pasien memerlukan tindakan secara medis maka akan dilayani. Seperti pasien cuci darah di mana dilakukan setiap tiga kali sepekan dan seumur hidup. Ade pun mengajak peserta diskusi untuk membayangkan berapa banyak yang harus dikumpulkan untuk satu pasien cuci daerah tersebut.

"Jadi sistemnya gotong-royong. Yang sehat membantu yang sakit. Jadi kalau dibilang kita ada pemborosan sesuai dengan aturan dan indikasi medis itu sudah sesuai prosedur," paparnya.

Baca Juga:  Tabrakan Beruntun, 4 Mobil Terlibat Lakalantas di Tugu Zapin Pekanbaru

Sementara itu, Dirut RSUD Arifin Achmad Nuzelly Husnedi MARS katakan, naiknya iuran BPJS Keseharan berdampak ke rumah sakit di mana tugas rumah sakit adalah memberikan pelayanan. Menurutnya, RS sebenarnya sudah harap-harap cemas atau H2C. Tapi rumah sakit tidak bisa memikirkan itu. 

"Maka dari itu, daripada teriak-teriak dan menunggu duit yang belum ada, lebih baik bekerja. Bagi saya, yang penting berikan pelayanan ke masyarakat tidak boleh terkendala. Soal uang itu ada yang urus, soal uang belum datang juga ada cara lain," ujarnya. 

Diakuinya, dampak dari tidak ada pembayaran oleh BPJS, vendor-vendor berhenti mensuplai dan itu berdampak langsung kepada masyarakat. Sehingga ia meminta kepada vendor agar tidak menstop suplai. "Caranya, uang BPJS sebagai jaminan dan pemerintah harus hadir di tengah masyarakat. Agar pelayanan tidak terganggu," katanya. 

Lalu katanya, di samping meningkatkan pembiayaan, ia mengusulkan untuk memperpendek birokrasi. Digambarkannya jika dulu mengantri bisa berjam-jam kini hanya satu menit. Dengan cara mendaftar secara daring melalui aplikasi Mirai.

Selanjutnya dari Kabid Pelayanan Dinas Kesehatan Provinsi Riau dr Yohanes menjelaskan, tugasnya yang bekerja sebagai pembiayaan bahwa bolanya ada di BPJS. Sehingga harus mengawal pelayanan sesuai dengan standar mutu. Menurutnya, terdapat tujuh standar mutu di dalamnya terdiri dari pelayanan efisien, efek pelayanan, pelayanan tepat waktu, berkeadilan, pasien umum dan pasien center.

"Saya tidak bisa menutupi di era milenial pasien umum di dulukan sedangkan pasien BPJS belakangan. Jika salah satunya tidak ada berarti tidak berjalan," katanya.

Naik atau tidaknya BPJS, intinya masyarakat mendapat pelayanan bermutu. Itu yang diupayakan. Tidak ada yang berobat ke luar negeri, sesuai dengan permintaan gubernur. Pada zona layanan primer dapat layanan terbaik se Indonesia.(*3/yls)

Laporan MUSLIM NURDIN, Kota

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Kenaikan iuran BPJS Kesehatan dinilai memberatkan penggunanya, terutama pengguna mandiri. Untuk itu, BPJS perlu menghitung lagi penyebab paling krusial hingga harus menaikkan iuran.

Hal ini diungkapkan perwakilan dari Fitra Riau Tarmizi dalam sebuah acara diskusi, Sabtu (7/12). "Apakah yang mandiri yang paling banyak tunggakan atau yang pekerja penerima upah? Lalu pola kecurangan masih banyak ditemui dari penelitiannya bersama dengan ICW seperti pembelian obat, permainan RS dengan BPJS," terangnya.

- Advertisement -

Ia juga menambahkan, ada salah satu rumah sakit swasta di Pekanbaru yang mengatakan jika pasien ingin dengan dokter pilihan, maka harus menambah biaya lebih dari Rp4 juta. "Lalu di RSUD saat itu anggota keluarga saya perlu obat cepat, lalu dibilang ‘bapak gratis kan? Jadi harus menunggu’. Perkataan seperti itu menyakitkan masyarakat. Padahal kita kan juga dibayar pemerintah," tegasnya.

Dalam diskusi itu hadir Kabid Perluasan Peserta dan Kepatuhan BPJS Kesehatan Alicia Ade Nursyafni, Direktur RSUD Arifin Achmad dr Nuzelly Husnedi MARS, Kabid Pelayanan Dinkes Provinsi Riau dr Yohannes, dan dari Fitra Riau Tarmizi.

- Advertisement -

Dalam penjelasannya, Kabid Perluasan Peserta dan Kepatuhan BPJS Kesehatan Alicia Ade Nursyafni mengatakan, sesuai dengan Peraturan Presiden nomor 75/2019 yang sudah keluar pada September lalu, bahwa ada perubahan dari Perpres 82/2016. Salah satunya adalah perubahan iuran bagi peserta pekerja bukan penerima upah atau disebut dengan peserta mandiri.

"Untuk pekerja bukan penerima upah atau peserta mandiri dikenai biaya per bulan bagi kelas III yang sebelumnya iuran Rp25.500 menjadi Rp42 ribu, kelas II sebelumnya iuran Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu, dan kelas I dari iuran Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu. Ini berlaku pada 1 Januari 2020," sebutnya dalam diskusi yang digelar di Pelangi Kafe tersebut.

Selain itu, iuran juga naik untuk segmen pekerja penerima upah penyelenggara negara. Seperti PNS, TNI dan Polri. "Iuran untuk PNS,TNI dan Polri iurannya itu tiga dan dua. Artinya tiga persen ditanggung oleh pemberi kerja dan dua persen oleh pekerja itu sendiri. Di Perpres 75 itu empat banding satu, artinya empat persen dari pemberi kerja dan satu persen dari pekerja," jelasnya.

Baca Juga:  DPC PPP Pekanbaru Gelar Muscab

Dijelaskannya, hal yang mendasari kenaikan iuran BPJS Kesehatan karena sejak sejak 1 Januari 2014, BPJS Kesehatan setiap tahunnya selalu devisit. Di mana penghitungannya tidak sesuai dengan aturan yang dihitungkan. Katanya, setiap awal tahun sudah memikirkan hasil devisitnya di akhir tahun.

"Di UU sendiri jika sudah tidak sesuai, ada tiga kriteria yang harus dilakukan. Pertama menurunkan jaminan atau benefit. Namun, tidak memungkinkan suatu penyakit itu tidak dijamin. Kemudian yang kedua diambil ada penaikan iuran. Sehingga penyesuaian penaikan iuran sudah dua kali yaitu pada 2016 dan 2019. Jadi, setiap dua tahun sesuai UU boleh dilakukan penyesuaian," tuturnya.

Menurutnya, iuran yang ability to pay masyarakat untuk kemampuan bayar jika dihitung dari baseline-nya sebenarnya dengan iuran yang sekarang ini tidak sesuai dengan penghitungan aktuarianya. "Jadi kalau misalnya ability to pay-nya masyarakat tidak mampu juga, maka masyarakat harus menyesuaikan untuk membayarnya. Jadi turun kelas tidak masalah. Dan angka yang sekarang adalah angka yang ideal," ucapnya.

Perihal isu pemborosan benefit, Ade katakan, BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara jaminan sosial ada regulatornya. BPJS sudah punya aturan sendiri yang ditanggung oleh pemerintah. "Misalnya, yang ditanggung di program JKN itu adalah apabila sesuai prosedur dan indikasi medis akan dijamin," sebutnya. 

Ade mencontohkan, ada pasien memerlukan tindakan secara medis maka akan dilayani. Seperti pasien cuci darah di mana dilakukan setiap tiga kali sepekan dan seumur hidup. Ade pun mengajak peserta diskusi untuk membayangkan berapa banyak yang harus dikumpulkan untuk satu pasien cuci daerah tersebut.

"Jadi sistemnya gotong-royong. Yang sehat membantu yang sakit. Jadi kalau dibilang kita ada pemborosan sesuai dengan aturan dan indikasi medis itu sudah sesuai prosedur," paparnya.

Baca Juga:  Dinas PUPR Janji Segera Perbaiki Lima Ruas Jalan

Sementara itu, Dirut RSUD Arifin Achmad Nuzelly Husnedi MARS katakan, naiknya iuran BPJS Keseharan berdampak ke rumah sakit di mana tugas rumah sakit adalah memberikan pelayanan. Menurutnya, RS sebenarnya sudah harap-harap cemas atau H2C. Tapi rumah sakit tidak bisa memikirkan itu. 

"Maka dari itu, daripada teriak-teriak dan menunggu duit yang belum ada, lebih baik bekerja. Bagi saya, yang penting berikan pelayanan ke masyarakat tidak boleh terkendala. Soal uang itu ada yang urus, soal uang belum datang juga ada cara lain," ujarnya. 

Diakuinya, dampak dari tidak ada pembayaran oleh BPJS, vendor-vendor berhenti mensuplai dan itu berdampak langsung kepada masyarakat. Sehingga ia meminta kepada vendor agar tidak menstop suplai. "Caranya, uang BPJS sebagai jaminan dan pemerintah harus hadir di tengah masyarakat. Agar pelayanan tidak terganggu," katanya. 

Lalu katanya, di samping meningkatkan pembiayaan, ia mengusulkan untuk memperpendek birokrasi. Digambarkannya jika dulu mengantri bisa berjam-jam kini hanya satu menit. Dengan cara mendaftar secara daring melalui aplikasi Mirai.

Selanjutnya dari Kabid Pelayanan Dinas Kesehatan Provinsi Riau dr Yohanes menjelaskan, tugasnya yang bekerja sebagai pembiayaan bahwa bolanya ada di BPJS. Sehingga harus mengawal pelayanan sesuai dengan standar mutu. Menurutnya, terdapat tujuh standar mutu di dalamnya terdiri dari pelayanan efisien, efek pelayanan, pelayanan tepat waktu, berkeadilan, pasien umum dan pasien center.

"Saya tidak bisa menutupi di era milenial pasien umum di dulukan sedangkan pasien BPJS belakangan. Jika salah satunya tidak ada berarti tidak berjalan," katanya.

Naik atau tidaknya BPJS, intinya masyarakat mendapat pelayanan bermutu. Itu yang diupayakan. Tidak ada yang berobat ke luar negeri, sesuai dengan permintaan gubernur. Pada zona layanan primer dapat layanan terbaik se Indonesia.(*3/yls)

Laporan MUSLIM NURDIN, Kota

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari