Jumat, 22 November 2024
spot_img

DPR Kecam Fachmi Idris

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Anggota Komisi IX DPR menggelar rapat kerja bersama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Rapat terbuka yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan itu sempat memanas saat membahas soal iuran BPJS.

Terlebih saat Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menyebut iuran BPJS lebih murah daripada membeli pulsa telepon. Mendengar hal itu, anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay langsung geram dan protes.

"Jadi perlu dicatat. Saya protes karena Dirut BPJS sangat menyederhanakan masalah. Padahal, masalah-masalah itu sangat kompleks," kata Saleh saat rapat kerja Komisi IX DPR dengan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, BPJS, DJSN, dan Badan Pengawas BPJS di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (6/11).

"Coba bayangkan iuran BPJS dibandingkan pulsa telepon, itu sangat-sangat tidak komparatif, tidak kompatibel, dan tidak komparabel. Tidak boleh dibandingkan seperti itu," lanjut politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu.

Bahkan, legislator dapil Sumatera Utara II itu lantas mengajak Fachmi sekali-sekali ke kampungnya untuk melihat bahwa masih ada warga yang susah yang gajinya Rp20 ribu sampai Rp30 ribu sehari.

Baca Juga:  Pemprov Riau dan Korem 031/Wirabima Launching Program Ketahanan Pangan

"Tidak usah menunggu setengah jam, 20 menit saya tunjukkan ini loh orang yang gajinya Rp20 ribu, Rp30 ribu sehari," katanya.

Saleh menegaskan, dirinya tidak setuju analogi Dirut BPJS yang sebelumnya menyebut bahwa untuk membayar iuran BPJS Kesehatan, masyarakat bisa menabung Rp2 ribu per hari. Jadi, kalau dalam satu keluarga itu ada suami, istri, dan satu anak, berarti setiap hari harus menambung Rp6 ribu.

Namun, di kampung itu, rata-rata banyak yang punya anak. Kalau ada anak lima, maka ditambah suami dan istri, iuran yang harus dibayar adalah untuk tujuh orang. Artinya, sehari harus menabung Rp14 ribu. Kalau sepuluh hari Rp140 ribu. Kalau 30 hari sudah Rp420 ribu.

"Jadi pertanyaannya, lebih murah mana iuran BPJS atau pulsa telepon?" kata Saleh.

Lebih lanjut, Saleh juga menegaskan, pulsa telepon itu adalah keperluan sekunder, bahkan tersier. Menurut dia, orang yang tidak punya telepon bisa hidup senang, gembira, tertawa, beraktivitas, dan sekolah.

"Lantas, kalau tidak punya akses kesehatan, orang bisa meriang, merinding, bahkan meninggal dunia. Jadi tolong cabut itu (pernyataan)," katanya.

Baca Juga:  Simulasi Dulu, Pemberangkatan Awal untuk Petugas Travel Umrah

Saleh pun kembali mengingatkan Dirut BPJS tidak usah ngomong macam-macam ketika banyak orang mempertanyakan ihwal kenaikan iuran. Dia menyarankan sebaiknya Dirut BPJS menyatakan bahwa kenaikan iuran itu adalah urusan pemerintah.

"Karena undang-undangnya yang menaikkan itu pemerintah, bukan Dirut BPJS. Kenapa dikomentari? Itu tidak pas," kata Saleh.

Diketahui, Fachmi menyebut iuran BPJS Kesehatan lebih murah dibanding pulsa telepon. Hal itu dia katakan mengomentari kenaikan tarif Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Sesuai Perpres, iuran peserta mandiri untuk kelas I menjadi RP160 ribu. Kelas II Rp110 ribu, dan kelas III Rp42 ribu.

Menurut Fachmi, kalau dikalkulasi per tahun, memang besaran pembayaran mencapai jutaan, tetapi dihitung secara harian iuran BPJS lebih murah dibanding pulsa karena hanya menyisihkan Rp2 ribu per hari.

"Kalau bicara perbandingan lebih murah dari pulsa," ujar Fahmi di Kantor Pusat Kemenkes, Jakarta Pusat, Jumat (1/11).

Sumber : Jawapos.com
Editor : Rinaldi

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Anggota Komisi IX DPR menggelar rapat kerja bersama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Rapat terbuka yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan itu sempat memanas saat membahas soal iuran BPJS.

Terlebih saat Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menyebut iuran BPJS lebih murah daripada membeli pulsa telepon. Mendengar hal itu, anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay langsung geram dan protes.

- Advertisement -

"Jadi perlu dicatat. Saya protes karena Dirut BPJS sangat menyederhanakan masalah. Padahal, masalah-masalah itu sangat kompleks," kata Saleh saat rapat kerja Komisi IX DPR dengan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, BPJS, DJSN, dan Badan Pengawas BPJS di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (6/11).

"Coba bayangkan iuran BPJS dibandingkan pulsa telepon, itu sangat-sangat tidak komparatif, tidak kompatibel, dan tidak komparabel. Tidak boleh dibandingkan seperti itu," lanjut politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu.

- Advertisement -

Bahkan, legislator dapil Sumatera Utara II itu lantas mengajak Fachmi sekali-sekali ke kampungnya untuk melihat bahwa masih ada warga yang susah yang gajinya Rp20 ribu sampai Rp30 ribu sehari.

Baca Juga:  Harga Beras di Kota Pekanbaru Sudah Tinggi sejak Awal Tahun

"Tidak usah menunggu setengah jam, 20 menit saya tunjukkan ini loh orang yang gajinya Rp20 ribu, Rp30 ribu sehari," katanya.

Saleh menegaskan, dirinya tidak setuju analogi Dirut BPJS yang sebelumnya menyebut bahwa untuk membayar iuran BPJS Kesehatan, masyarakat bisa menabung Rp2 ribu per hari. Jadi, kalau dalam satu keluarga itu ada suami, istri, dan satu anak, berarti setiap hari harus menambung Rp6 ribu.

Namun, di kampung itu, rata-rata banyak yang punya anak. Kalau ada anak lima, maka ditambah suami dan istri, iuran yang harus dibayar adalah untuk tujuh orang. Artinya, sehari harus menabung Rp14 ribu. Kalau sepuluh hari Rp140 ribu. Kalau 30 hari sudah Rp420 ribu.

"Jadi pertanyaannya, lebih murah mana iuran BPJS atau pulsa telepon?" kata Saleh.

Lebih lanjut, Saleh juga menegaskan, pulsa telepon itu adalah keperluan sekunder, bahkan tersier. Menurut dia, orang yang tidak punya telepon bisa hidup senang, gembira, tertawa, beraktivitas, dan sekolah.

"Lantas, kalau tidak punya akses kesehatan, orang bisa meriang, merinding, bahkan meninggal dunia. Jadi tolong cabut itu (pernyataan)," katanya.

Baca Juga:  Diwarnai Action Ciamik

Saleh pun kembali mengingatkan Dirut BPJS tidak usah ngomong macam-macam ketika banyak orang mempertanyakan ihwal kenaikan iuran. Dia menyarankan sebaiknya Dirut BPJS menyatakan bahwa kenaikan iuran itu adalah urusan pemerintah.

"Karena undang-undangnya yang menaikkan itu pemerintah, bukan Dirut BPJS. Kenapa dikomentari? Itu tidak pas," kata Saleh.

Diketahui, Fachmi menyebut iuran BPJS Kesehatan lebih murah dibanding pulsa telepon. Hal itu dia katakan mengomentari kenaikan tarif Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Sesuai Perpres, iuran peserta mandiri untuk kelas I menjadi RP160 ribu. Kelas II Rp110 ribu, dan kelas III Rp42 ribu.

Menurut Fachmi, kalau dikalkulasi per tahun, memang besaran pembayaran mencapai jutaan, tetapi dihitung secara harian iuran BPJS lebih murah dibanding pulsa karena hanya menyisihkan Rp2 ribu per hari.

"Kalau bicara perbandingan lebih murah dari pulsa," ujar Fahmi di Kantor Pusat Kemenkes, Jakarta Pusat, Jumat (1/11).

Sumber : Jawapos.com
Editor : Rinaldi

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari