PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Massa yang mengatasnamakan warga dan mahasiswa Bengkalis menggelar unjuk rasa di Kantor Ditreskrimsus Polda Riau, Selasa (18/2). Kedatangan mereka mendesak Kepolisian menangkap Plt Bupati Bengkalis Muhammad ST MT dalam perkara dugaan korupsi pengadaan dan pemasangan pipa transmisi PDAM di Tembilahan, Indragiri Hilir.
"Kami minta Ditreskrimsus Polda Riau, menangkap Muhammad. Kami tidak ingin dipimpin oleh pemimpin yang terjerat kasus korupsi," ujar koordinator lapangan (Korlap) Angki dalam orasinya.
Desakan itu, kata dia, bukan tanpa alasan. Karena menurut Angki, orang nomor dua di Negeri Sri Junjungan telah dua kali mangkir panggilan dari penyidik untuk dimintai keterangan sebagai tersangka perkara rasuah senilai Rp3,4 miliar.
"Muhammad sudah dua kali mangkir dari panggilan penyidik. Untuk itu, kami minta tangkap dan jemput paksa Muhammad," desak Angki.
Saat ini, aksi unjuk rasa masih terus berlangsung di Jalan Gajah Mada. Bahkan, ratusan massa aksi menutupi ruas jalan yang padat dilalui pengendara dan sehingga menimbulkan kemacetan yang cukup panjang.
Muhammad ST MT sebelumnya kembali mangkir dari panggilan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau. Ini merupakan panggilan kedua yang tak diindahkan Wakil Bupati (Wabup) Bengkalis.
Orang nomor dua di Negeri Sri Junjungan itu ditetapkan sebagai tersangka keempat dalam dugaan korupsi pengadaan dan pemasangan pipa transmisi PDAM di Tembilahan, Indragiri Hilir (Inhil). Penetapan ini diketahui berdasarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang diterima Kejati Riau tertanggal 3 Februari 2020 lalu.
Pada proyek bersumber dari APBD Provinsi Riau tahun 2013 sebesar Rp3,4 miliar ini, Direktorat Ditreskrimsus Polda Riau sebelumnya telah menetapkan tiga orang tersangka. Mereka yakni, Edi Mufti BE selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Sabar Stevanus P Simalonga, Direktur PT Panatori Raja selaku pihak rekanan dan Syahrizal Taher selaku konsultan pengawas.
Kini, ketiganya telah dinyatakan bersalah dan divonis hukuman masing-masing lima dan empat tahun oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru. Selain itu, juga terdapat nama Harris Anggara alias Liong Tjai yang turut menyandang status tersangka.
Akan tetapi ketika hendak dilakukan penahaan, Direktur Utama (Dirut) PT Cipta Karya Bangun Nusa (CKBN) memilih kabur. Penyidik pun telah melakukan pencarian ke Medan, Sumatra Utara namun tidak membuahkan hasil, sehingga ditetapkan sebagai daftar pencarian orang (DPO).
Hal ini, dimanfaatkan Harris untuk mengajukan upaya hukum praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru. Hasilnya, pengadilan menerima permohonan Harris, dan mencabut status tersangkanya. Sementara terhadap Harris Anggara, yaitu dengan menyediakan tiga perusahaan untuk ikut pelelangan yang berdasarkan e-Audit LKPP. Penyidik menemukan adanya perbuatan persengkongkolan.
Sebelumnya dugaan korupsi tersebut berawal dari laporan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Proyek milik Bidang Cipta Karya Dinas PU Provinsi Riau tahun 2013 ini, menghabiskan dana sebesar Rp3.415.618.000. Proyek ini ditengarai tidak sesuai spesifikasi.
Dalam laporan LSM tersebut, Muhammad ketika menjabat Kabid Cipta Karya Dinas PU Riau tahun 2013, diduga tidak melaksanakan kewajibannya selaku Kuasa Pengguna Anggaran proyek pipa tersebut. Selain itu, LSM itu juga menyebut nama Sabar Stavanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja, dan Edi Mufti BE selaku PPK, sebagai orang yang bertanggung jawab dalam dugaan korupsi ini.
Dalam Kontrak rencana anggaran belanja tertera pekerjaan galian tanah untuk menanam pipa HD PE DLN 500 MM PN 10 dengan volume sepanjang 1.362,00. Ini berarti galian tanah sedalam 1,36 meter dan ditahan dengan skor pipa kayu bakar sebagai cerucuk. Galian seharusnya sepanjang dua kilometer.
Pada lokasi pekerjaan pemasangan pipa, tidak ditemukan galian sama sekali, bahkan pipa dipasang di atas tanah. Kemudian pada item pekerjaan timbunan bekas galian, dipastikan fiktif. Karena pengerjaan galian dan penimbunan tidak pernah ada.
Pekerjaan tersebut dimulai 20 Juni 2013 sampai dengan 16 November 2013, sementara pada akhir Januari 2014 pekerjaan belum selesai. Semestinya, kontraktor pelaksana PT Panotari Raja diberlakukan denda keterlambatan, pemutusan kontrak, dan pencairan jaminan pelaksanaan.
Namun menariknya, pihak Dinas PU Riau tidak melakukan denda, tidak memutus kontrak, dan tidak mencairkan jaminan pelaksanaan. Bahkan, Dinas PU Riau diduga merekayasa serah terima pertama pekerjaan atau Provisional Hand Over sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Serah Terima Pertama Pekerjaan/PHO Nomor: 0/BA.ST-I/FSK.PIPA.TBH.XII/2013 tanggal 13 Desember 2013.
Akibat dari tidak dilakukannya pekerjaan galian tanah serta penimbunan kembali galian tanah. Namun pekerjaan tetap dibayar, negara diduga telah dirugikan Rp700 juta. Denda keterlambatan 5 persen dari nilai proyek sama dengan Rp170.780.900, dan jaminan pelaksanaan 5 persen dari nilai proyek juga Rp170.780.900. Sehingga diperkirakan total potensi kerugian negara Rp1.041.561.800.
Laporan: Riri Radam
Editor: E Sulaiman