Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Riau Ekspor Kerang ke Thailand

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Pemerintah Provinsi Riau tahun ini mulai melakukan ekspor kerang darah ke Thailand. Kerang yang diekspor tersebut adalah hasil budidaya nelayan Panipahan, Kabupaten Rokan Hilir, dengan nilai ekonomi mencapai Rp5,5 miliar setiap bulannya.

Wakil Gubernur Riau Edy Natar Nasution pada kegiatan pelepasan ekspor kerang darah di Stasiun Karantina Ikan Pekanbaru, Senin (1/7) kemarin mengatakan, kerang darah yang diekspor tersebut mencapai 4 ton. Di mana yang melakukan kegiatan ekspor tersebut yakni CV Jasa Laut dan Cheraa King Seafood.

‘’Kita berharap dengan kegiatan ekspor kerang ini menjadi memontum bagi Riau sebagai penghasil dan eksportir komoditas perikanan. Karena potensi perikanan laut di Riau khususnya di Bagansiapi-api, Kabupaten Rokan Hilir masih cukup besar. Namun potensi tersebut belum tergali secara maksimal,” katanya.

Lebih lanjut dikatakannya, sejarah pernah mencatat bahwa Bagansiapi-api pernah dijuluki penghasil ikan terbesar di dunia setelah Norwegia, namun saat ini potensi tersebut tidak seperti dulu lagi meski masih ada. Namun pihaknya yakin, jika kembali dikelola dengan baik potensi itu bisa ditingkatkan lagi.

Baca Juga:  Jikalahari Serukan Bersatu Perjuangkan Hutan Adat

‘’Potensi ikan di Bagansiapi-api masih cukup besar walaupun tidak masuk lagi daerah penghasil ikan terbesar di dunia seperti pada era 1980-an,” sebutnya.

Menurut Edy Natar, perkiraan potensi nilai perekonomian dari sektor perikanan di Riau mencapai miliaran rupiah per hari. Perkiraan tersebut diambil dari kalkulasi jika satu unit kapal ekspor yang ke Malaysia membawa 200 peti, dikalikan saja dengan harga ikan Rp100 ribu perkilogramnya, maka dengan jumlah peti sebanyak itu terdapat transaksi sekitar Rp1,6 miliar.

‘’Perhitungan itu baru untuk kegiatan ekspor ikan di wilayah Penipahan dan Pasir Limau Kapas, dan belum dihitung dengan perikanan di Pulau Halang, Sinaboi Kubu dan Bangko. Kalau digabung tentu potensi transaksi atau peredaran uang dari aktivitas perikanan tangkap itu bisa jauh lebih besar,” ujarnya.

Sementara itu, Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar juga menginginkan potensi kelautan yang ada di Provinsi Riau dapat dikembangkan secara maksimal agar dapat menyejahterakan masyarakat Riau. Pasalnya, selama ini potensi kekuatan di Riau belum dikelola dengan maksimal.

Baca Juga:  Rapat dengan KI, DPRD Minta Saling Terbuka

‘’Salah satu potensi kelautan yang bisa dikembangkan yakni melalui sistem keramba. Kita harus bisa mengembangkan keramba yang bisa untuk ekspor ke luar negeri. Keramba ikan dibeberapa daerah di Riau ini sudah dikembangkan seperti di Dumai Bengkalis Meranti, dan semua ini perlu dukungan dari pemerintah,” kata Gubri.

Gubri menyebutkan, saat ini ia melihat usaha keramba di Riau yang sejahtera adalah bos besarnya saja atau pemodal, sementara kesejahteraan masyarakat kecil terabaikan terutama para petambak ikan.

‘’Nilai ekspor kita cukup tinggi namun banyak yang loss sehingga neraca perdagangan kita tidak balance. Karenanya kita perlu adanya pengawasan sebab dalam ekspor itu ada pendapatan negara dan ada pendapatan daerah. Jika ini dikelola dengan baik, tentunya dapat meningkatkan pendapatan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” sebut Syamsuar.(sol)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Pemerintah Provinsi Riau tahun ini mulai melakukan ekspor kerang darah ke Thailand. Kerang yang diekspor tersebut adalah hasil budidaya nelayan Panipahan, Kabupaten Rokan Hilir, dengan nilai ekonomi mencapai Rp5,5 miliar setiap bulannya.

Wakil Gubernur Riau Edy Natar Nasution pada kegiatan pelepasan ekspor kerang darah di Stasiun Karantina Ikan Pekanbaru, Senin (1/7) kemarin mengatakan, kerang darah yang diekspor tersebut mencapai 4 ton. Di mana yang melakukan kegiatan ekspor tersebut yakni CV Jasa Laut dan Cheraa King Seafood.

- Advertisement -

‘’Kita berharap dengan kegiatan ekspor kerang ini menjadi memontum bagi Riau sebagai penghasil dan eksportir komoditas perikanan. Karena potensi perikanan laut di Riau khususnya di Bagansiapi-api, Kabupaten Rokan Hilir masih cukup besar. Namun potensi tersebut belum tergali secara maksimal,” katanya.

Lebih lanjut dikatakannya, sejarah pernah mencatat bahwa Bagansiapi-api pernah dijuluki penghasil ikan terbesar di dunia setelah Norwegia, namun saat ini potensi tersebut tidak seperti dulu lagi meski masih ada. Namun pihaknya yakin, jika kembali dikelola dengan baik potensi itu bisa ditingkatkan lagi.

- Advertisement -
Baca Juga:  IIK Sumbarriau Donasikan Seribu per Hari

‘’Potensi ikan di Bagansiapi-api masih cukup besar walaupun tidak masuk lagi daerah penghasil ikan terbesar di dunia seperti pada era 1980-an,” sebutnya.

Menurut Edy Natar, perkiraan potensi nilai perekonomian dari sektor perikanan di Riau mencapai miliaran rupiah per hari. Perkiraan tersebut diambil dari kalkulasi jika satu unit kapal ekspor yang ke Malaysia membawa 200 peti, dikalikan saja dengan harga ikan Rp100 ribu perkilogramnya, maka dengan jumlah peti sebanyak itu terdapat transaksi sekitar Rp1,6 miliar.

‘’Perhitungan itu baru untuk kegiatan ekspor ikan di wilayah Penipahan dan Pasir Limau Kapas, dan belum dihitung dengan perikanan di Pulau Halang, Sinaboi Kubu dan Bangko. Kalau digabung tentu potensi transaksi atau peredaran uang dari aktivitas perikanan tangkap itu bisa jauh lebih besar,” ujarnya.

Sementara itu, Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar juga menginginkan potensi kelautan yang ada di Provinsi Riau dapat dikembangkan secara maksimal agar dapat menyejahterakan masyarakat Riau. Pasalnya, selama ini potensi kekuatan di Riau belum dikelola dengan maksimal.

Baca Juga:  Satu Dosen UIR Meninggal Karena Covid-19

‘’Salah satu potensi kelautan yang bisa dikembangkan yakni melalui sistem keramba. Kita harus bisa mengembangkan keramba yang bisa untuk ekspor ke luar negeri. Keramba ikan dibeberapa daerah di Riau ini sudah dikembangkan seperti di Dumai Bengkalis Meranti, dan semua ini perlu dukungan dari pemerintah,” kata Gubri.

Gubri menyebutkan, saat ini ia melihat usaha keramba di Riau yang sejahtera adalah bos besarnya saja atau pemodal, sementara kesejahteraan masyarakat kecil terabaikan terutama para petambak ikan.

‘’Nilai ekspor kita cukup tinggi namun banyak yang loss sehingga neraca perdagangan kita tidak balance. Karenanya kita perlu adanya pengawasan sebab dalam ekspor itu ada pendapatan negara dan ada pendapatan daerah. Jika ini dikelola dengan baik, tentunya dapat meningkatkan pendapatan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” sebut Syamsuar.(sol)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari