Perjuangan tidak kenal lelah selama 30 tahun, akhirnya ditentukan oleh 15 menit yang begitu krusial. Berikut cerita Ketua Koperasi Nenek Eno Sinamanenek (KNES) M Alwi Arifin terkait perjuangan mendapatkan tanah ulayat seluas 2.800 hektare tersebut.
BANGKINANG (RIAUPOS.CO) – Ketua KNES M Alwi Arifin, baru memimpin satu tahun lebih pasca dikembalikannya lahan perkebunan seluas 2.800 hektare oleh PTPN V kepada masyarakat Sinamanenek. Namun kursinya sudah digoyang masalah. Mantan anggota DPRD Kampar dan juga Kepala Desa Sinamanenek ini dilaporkan terkait penggelapan dana koperasi. Sebuah laporan, yang diduganya dari anggota koperasinya sendiri yang dibantahnya mentah-mentah.
Wartawan yang sebenarnya ingin mengkonfirmasi kasus yang kini sedang dihadapinya itu, mendapat cerita singkat perjuangan mengembalikan tanah ulayat milik masyarakat Sinamanenek yang sebelumnya dalam penguasaan PTPN V. Lahan itu, seluas 2.800 hektae, sekitar 500 hektare merupakan perkebunan karet sementara sisanya perkebunan sawit.
Ditemui wartawan di kediamannya di Bangkinang pada Jumat (30/4) lalu, Alwi terlihat santai berkain sarung, mengenakan kaos oblong putih dan peci haji. Didampingi sejumlah pengurus koperasi Alwi yang juga menjabat Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Tapung Hulu ini menceritakan cerita singkat perjuangan dirinya dan kawan-kawan mendapatkan kembali hak tanah ulayat tersebut.
Menurutnya, dalam perjuangan ada begitu banyak dinamika. Termasuk kasus laporan penggelapan yang sedang dihadapinya saat ini. Alwi mengaku akan menghadapi kasus itu sebagai warga negara yang baik, karena menganggap hal tersebut sebuah dinamika perjuangan. Apalagi, sebelum Presiden Joko Widodo memerintahkan PTPN V mengembalikan lahan kepada pemilik ulayat Sinamanenek, Alwi dan kawan-kawan sudah berjuang lebih dari 23 tahun untuk mendapatkan hak tersebut.
Sementara itu, perjuangan Ninik Mamak dan tokoh-tokoh masyarakat Sinamanenek untuk mendapatkan hak mereka totalnya sudah mencapai lebih dari 30 tahun. Pada masa-masa yang krusial, beberapa pejuang bahkan sempat dipenjara, termasuk Alwi sendiri.
Alwi sendiri mengaku 23 tahun berjuang untuk lahan yang kini diisi dengan perkebunan sawit dan karet tersebut. Saat itu menurut dia adalah tahun 1999 ketika dirinya duduk sebagai anggota DPRD Kampar. Menjadi seorang wakil rakyat, kata dia, ternyata tidak serta merta punya kekuatan yang memadai mendapatkan lahan tersebut. Hingga dirinya menjabat sebagai Kepala Desa Sinamanenek, pada 2005-2011, barulah dirinya benar-benar merasa berjuang habis-habisan untuk lahan tersebut.
"Baru selama menjadi kepala desa itulah, saya mengajak semua pihak, para Ninik Mamak dan tokoh masyarakat untuk mengurus lahan tersebut. Alhamdulillah dengan izin Allah pada 2007 kami sudah bawa permasalahn ini hingga ke Komisi VI DPR RI yang pada waktu itu dibantu pak H Saleh Djasit dan Pak H Tonas,"terangnya.
Dari pertemuan tersebut, diturunkanlah para ahli, hingga 2008 akhir sudah tuntas semua. "Namun saat itu keputusan politik belum berpihak kepada kami. Tapi kami tidak pernah putus asa, terus berjuang sampai pada suatu waktu saya berpikir, kalau hal ini tidak sampai kepada Presiden, tidak akan pernah selesai. Maka saya bertekad harus bertemu pak Jokowi dan itu tercapai,"ungkapnya.
Momen pertemuan dengan presiden tersebut menurut Alwi adalah saat Joko Widodo (Jokowi) melakukan kampanye pada 2019 di Dumai. Saat itu Alwi, Kepala Desa Sinamanenek Rakhman Chan bersama Ninik Mamak berusaha menemui Presiden Jokowi melalui tokoh masyarakat Riau dari Pekanbaru seperti mantan Ketua DPRD Riau Chaidir.
"Alhamdulillah dapat bertemu presiden pada malam hari sekitar pukul 20.00 WIB malam. Kami hanya punya waktu sekitar 15 menit saja di Hotel Grand Zuri Dumai. Saya, kepala desa dan 5 Ninik Mamak didampingi 2 tokoh Riau salah satunya Chaidir, berhasil menemui Presiden Jokowi malam itu,"sebut Alwi.
Waktu 15 menit itu adalah waktu yang sangat krusial. Pertemuan itu dilakukan pada saat kampanye dimana suhu politik Indonesia sangat tinggi. Pada hari itu juga daftar antrean orang-orang yang ingin bertemu presiden juga panjang. Belum lagi agenda-agenda politik Jokowi yang saat itu sedang menghadapi Prabowo Subianto dalam pemilihan presiden.
Pertemuan bersama Alwi dan kawan-kawan tersebut juga dilakukan setelah tiga jam sebelumnya Jokowi berjalan kaki sejauh 1 Km menjelang kampanye akbar. Maka pertemuan 15 menit itu harus efektif, karena Jokowi dalam kondisi sedikit lelah.
Dalam 15 menit itu juga, Jokowi membuat keputusan bahwa lahan tersebut dikembalikan dari PTPN V kepada masyarakat Sinamanenek. Malam itu juga presiden menelpon Menteri BUMN untuk melakukan verifikasi lahan tersebut dalam satu atau dua hari. Saat itu presiden, kata Alwi, menjanjikan pertemuan kedua ke istana untuk menyelesaikan masalah tersebut lebih lanjut.
"Alhamdulillah setelah satu bulan enam hari setelah pertemuan malam itu, kami diundang ke istana negara. Saat itu Bapak Presiden melakukan rapat terbatas. Itu pada tanggal 3 Mei 2019. Masyarakat ini tahu perjuangan ini,"sebut Alwi.
Usai pertemuan itu, yang didahului oleh pertemuan 15 menit sebelumnya, masalah tiga dekade Sinamanenek terselesaikan. Muaranya, pada tanggal 26 Desember 2019 sertifikat diserahkan kepada masyarakat Sinamanenek. Lalu pada tanggal 27 Desember 2019, lahan 2.800 hektare tersebut diserahkan pengelolaannya ke KNES yang sudah dipimpin Alwi sejak 2013 silam. ***
Laporan : HENDRAWAN KARIMAN (Bangkinang)