JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Wacana penambahan masa jabatan Presiden Indonesia banyak mendapat pro kontra di kalangan masyarakat. ?Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun pun ikut menanggapi usulan tersebut.
Menurut dia, penambahan jabatan kepala negara tidak bisa diterapkan pada periode ini. Sebab, Joko Widodo (Jokowi) sudah terpilih menjadi Presiden Indonesia. “Jadi Presiden Jokowi tetap menjabat selama masa lima tahun dan sudah dua periode, dan selesai masa jabatan Jokowi sampai 2024,” ujar Refly Harun kepada wartawan, Senin (25/11).
Refly menerangkan, penambahan jabatan presiden itu baru bisa diterapkan setelah Presiden Jokowi selesai menjabat, yakni pada 2024 mendatang. Sehingga tidak bisa diterapkan pada periode ini. “Jadi yang kita pikirkan ini adalah bagaimana desain ke depannya,” katanya.
Refly melanjutkan, jika nantinya ada penambahan jabatan kepala negara, maka bisa saja jabatan presiden hanya satu periode dengan masa jabatan enam hingga tujuh tahun. Sehingga nantinya Presiden Indonesia akan berkonsentrasi pada masa jabatnya. Tak perlu berpikir untuk menang pemilu periode keduanya.
“Tapi kalau saya lihat karena jadwal kampanye panjang, dua tahun terakhir sudah sibuk bagaimana re-election,” pungkasnya.
Sekadar informasi, Fraksi Partai Nasdem yang mengusulkan penambahan jabatan Presiden Indonesia menjadi tiga periode. Alasannya pun masih belum jelas mengenai usulan itu.
Sementara, Ketua DPP PSI Tsamara Amany mengusulkan tujuh tahun masa Presiden Indonesia. Berikut juga jabatan itu hanyalah satu periode. Sehingga tidak ada lagi jabatan dua periode.
Menurut Tsamara, jika Presiden Indonesia jabatannya tujuh tahun, maka akan fokus bekerja maksimal mungkin. Termasuk juga fokus bekerja untuk rakyat Indonesia dan tak memikirkan pemilu berikutnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman