JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Perseteruan atau konflik di tubuh Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) kembali muncul. Hal ini setelah Ketua Dewan Pembina Hanura Wiranto ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres).
Ketua DPP Partai Hanura, Inas Nasrullah Zubir mengatakan Wiranto harus mundur dari jabatannya Ketua Watimpres. Hal ini karena Wiranto petinggi Partai Hanura. Menurut Inas, saat ini Wiranto bukan lagi kader partai yang dikepalai oleh Oesman Sapta Odang (OSO) lagi.
Alasannya Wiranto tidak lagi memiliki ikatan emosional lagi di Partai Hanura. “Wiranto tidak lagi memiliki ikatan emosional dengan Hanura dan tidak lagi memiliki akar yang kuat di partai ini,” ujar Inas.
Inas mengatakan Wiranto dahulu melepaskan jabatan Ketua Umum Hanura ke OSO. Saat itu Wiranto ditunjuk menjadi Menkopolhukam oleh Presiden Jokowi. Inas menduga Wiranto lebih ingin menjadi menteri ketimbang membesarkan Hanura.
“Dia mempertontonkan kuatnya syahwat berkuasa tersebut dengan cara menukar jabatan menteri yang diemban,” katanya.
Dengan demikian Inas menduga, rasa cinta Wiranto ke Partai Hanura telah hilang. Hal itu karena Mantan Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) itu mementingkan dirinya sendiri ketimbang Partai Hanura.
Wiranto Mundur
Menanggapi itu, Ketua Dewan Pembina Partai Hati nUrani Rakyat (Hanura), Wiranto menyatakan mundur dari jabatan yang ia emban selama ini di partai. Wiranto menjelaskan mundurnya ini karena ingin berfokus sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres). Sehingga tidak mungkin dirinya fokus di partai. Namun di lain sisi menjadi Ketua Watimpres.
“‘Kesadaran saya selalu berorientasi sebagai tugas pokok saya, saya ditugasi Ketua Wantimpres, tidak mungkin saya nyabi di tugas lain,” katanya.
Wiranto menegaskan dirinya mundur dengan hati nurani. Tidak ada dipecat dari Partai Hanura. Sehingga dengan hati nurani Wiranto benar-benar ingin fokus kepada jabatan Ketua Dewan Pertimbangan Partai Hanura. Alasan lain dirinya mundur karena saat ini Partai Hanura sudah keluar dari jalurnya.
Karena setiap saat ingin berkonflik kepada dirinya. Sehingga tidak mungkin partai yang sudah dari keluar jalurnya dirinya tetap bertahan di Partai Hanura. “Saya melihat partai ini yang munas ini rohnya sudah berbeda semangatnya sudah berbeda, selalu ingin berkonflik,” tutur Wiranto.
Saat itu pula Hanura menggelar Munas di Hotel Sultan. Namun anehnya dirinya dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak diundang dalam hajatan tersebut. Wiranto mengaku aneh dengan tidak diundang dirinya dan Presiden Jokowi. Padahal hal itu adalah hajatan besar di Partai Hanura. ”Lazimnya yang pembukaan mengundang presiden, ketua dewan pertimbangan diundang,” ujar Wiranto.
Menurut Wiranto, dirinya yang telah mendirikan dan membesarkan Partai Hanura kenapa tiba-tiba tidak diundang di hajatan resmi tersebut. “Jadi saya enggak diundang enggak apa-apa, tapi agak aneh dan di luar kelaziman partai politik,” katanya.
Alasan Tidak Undang Jokowi
Sementara Ketua Umum Partai Hanura OSO mengatakan tidak mengundangnya Presiden Jokowi karena dirinya masih fokus urusan internal di hari pembukaan Munas.
“Ya memang situasi kita membikin ini khusus dalam keluarga besar Partai Hanura, bukan tidak mengundang. Nanti akan kita undang,” ujar OSO.
Sementara Ketua Dewan Pembina Wiranto yang tidak hadir dalam hajatan tersebut. OSO mengatakan dalam AD/ART yang baru tidak lagi tercatat adanya jabatan tersebut. OSO mengatakan, saat ini pihaknya sedang fokus memberikan bimbingan teknis kepada peserta Munas Hanura. Kemudian, dalam Munas ini para kader Hanura akan memberikan masukan secara internal.
Wiranto mengatakan, di 2016 silam dirinya ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam). Saat itu Wiranto mengatakan dirinya tidak akan bisa menjabat sebagai Ketua Umum Hanura dan Menkopolhukam. Sehingga dipilihlah OSO untuk menggantikannya.
Saat itu ada pernyataan OSO hanya akan menjabat sebagai ketua umum sampai 2019 saja. “Beliau hanya akan menjabat ketum hanya sampai 2019,” ujar Wiranto.
Di 2016 juga OSO menandatangani satu perjanjian yang isinya bisa meloloskan ambang batas parlemen atau pairlementary treshold sebesar 50 persen. Namun di 2019 itu Hanura tidak lolos ke parlemen. ”Kalau sampai itu tidak ditaati maka saudara OSO secara akan mengundurkan diri di Partai Hanura, dan itu dituangkan dalam pakta integritas, ada saksinya,” katanya.
Menanggapi hal tersebut, OSO mengatakan memang jabatannya sebagai ketua umum habis di 2019 ini. Namun kader menginginkannya tetap memimpin Partai Hanura. “Itu kalau saya tidak dipilih lagi, mungkin saja saya sampai 2020 selesai. Tapi saya didaulat kembali untuk memimpin partai ini. Masa saya tinggalin,” ujar OSO.
OSO mengatakan, Munas yang diselenggarakan Hanura adalah sah. Dirinya diberikan mandat oleh kader Hanura juga sah. Karena DPD memberikan suaranya dengan memilih dirinya kembali menjadi ketua umum Partai Hanura. “Munas ini semua pengurus DPD datang, dan saya harus bertungug jawab dan Manas ini meminta dan memutuskan saya sebagai ketua umum,” katanya.
Mantan Ketua Dewan Kehormatan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Chairuddin Ismail mengatakan akan membuat Munaslub tandingan. Sehingga Munas yang digelar OSO adalah ilegal. Hal ini karena tidak menginginkan OSOmenjabat sebagai ketua umum Partai Hanura masa bakti 2019-2024 Chairuddin mengajak kader dan pengurus Partai Hanura untuk menggelar Munaslub. Hal ini untuk menggantikan OSO dari jabatan ketua umum.
“Jadi nanti setelah terbentuk semua akan kita adakan Munaslub,” ujar Chairuddin.
Menanggapi hal tersebut, OSO mengatakan Partai Hanura yang dipimpinnya adalah yang diakui. Karena mempunyai Surat Keterangan (SK) dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). “Jadi partai politik yang resmi adalah partai politik yang terdaftar di Kemenkumham,” kata OSO.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman