JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Pelaksanaan Pemilu 2024 yang diprediksi rumit membutuhkan berbagai terobosan. Hal itu dibutuhkan untuk memastikan setiap tahapan pemilu dapat dilakukan secara efektif, murah dan tidak memberatkan.
Anggota Komisi II fraksi PDIP Arif Wibowo mengatakan, upaya efisiensi sangat mungkin dilakukan. Namun, jika terbentur ketentuan UU Pemilu, Arif menegaskan pihaknya sepakat jika diusulkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). "Untuk lebih menyederhanakan dalam penyelenggara, suka tidak suka perppu bisa jadi salah satu opsi yang perlu ditempuh untuk menata ulang," tuturnya kemarin (9/11).
Dia menilai, opsi perppu perlu dipertimbangkan. Yang terpenting, isi bahasan perppu harus disepakati terbatas. Yakni hanya pada norma-norma yang terkait penataan teknis, bukan menyangkut sistem pemilu.
Arif mengatakan, ada sejumlah tahapan yang perlu ditata ulang agar bisa mengurangi beban penyelenggara, peserta maupun negara. Penataan itu antara lain memangkas waktu kampanye. "Kalau kampanye panjang pasti mahal. Kalau mahal bisa membuka ruang korupsi," imbuhnya.
Arif mengatakan, salah satu faktor yang mendorong perilaku korup pejabat adalah biaya kampanye yang mahal. Jika durasi kampanye dipangkas, hal itu juga akan menghemat biaya yang bersumber dari negara.
Hal lain yang juga perlu ditata di level UU adalah beban penyelenggara. Dia menilai beban tersebut bisa di minimalisir dengan mengefektifkan tahapan. Arif mencontohkan terkait pemutakhiran data pemilih. Dia mengusulkan agar kegiatan tersebut tidak perlu lagi dilakukan door to door.
Sebagai gantinya, cukup lurah mengerahkan perangkat RT/RW untuk melaporkan kondisi terbaru warganya. Baik yang masuk usia 17 tahun, meninggal dunia, atau beralih profesi ke TNI/Polri. "Dengan cara itu, saya kira tidak lebih dari maksimal 1 bulan sudah diselesaikan," imbuhnya. Dengan bantuan teknologi, proses sinkronisasi diyakini akan cepat.
Hal lain yang juga mendesak adalah masa jabatan KPU kabupaten/kota yang berserakan. Bahkan banyak di antaranya yang habis jelang hari pemungutan. Jika dimungkinkan diatur dalam perppu, pihaknya mengusulkan agar masa jabatan diserentakkan, misalnya 18 bulan sebelum pemungutan suara.
"Kalau satu setengah tahun sebelum pemungutan suara sudah pada start yang sama, dalam pengelolaan lebih mudah," kata dia. Pemerintah tinggal memberikan insentif bagi penyelenggara yang masa jabatannya dipercepat.
Terpisah, PPP tidak sepakat dengan usulan Perppu Pemilu. Ketua DPP PPP Achmad Baidowi mengatakan, syarat dikeluarkannya perppu adalah adanya kegentingan yang memaksa. "Apakah itu terpenuhi,?" terangnya saat dihubungi JPGkemarin. (far/lum/bay/jpg)