JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Kasus pelanggaran etika kembali menjerat para penyelenggara pemilu. Kemarin (3/11), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberhentikan tiga anggota KPU daerah. Antara lain anggota KPU Garut Hilwan Panaqi, anggota KPU Kaur Meixxy Rismanto, dan anggota KPU Jeneponto Ekawaty Dewi.
Pemberhentian ketiganya terjadi dalam kasus yang berbeda. Anggota KPU Kaur Meixxy Rismanto terjerat kasus video call asusila yang dilaporkan Yayan Farizal, warga Kaur. Berdasarkan hasil pemeriksaan fakta, bukti, dan keterangan saksi dan teradu, DKPP menyimpulkan laporan tersebut terbukti.
Anggota DKPP Didik Supriyanto mengatakan, tindakan teradu meruntuhkan harkat dan martabat dirinya serta lembaga penyelenggara Pemilu. Apalagi, tindakan tersebut dilakukan di sela-sela tugas dinasnya.
Alasan teradu yang mengklaim sebagai korban juga dinilai tidak beralasan. Sebab, aktivitas itu dilakukan secara sadar. Selain itu, teradu sebelumnya pernah mendapatkan sanksi peringatan keras oleh DKPP, karena tidak jujur dalam pemenuhan syarat anggota KPU Kaur. "DKPP menilai rangkaian tindakan teradu tidak mencerminkan kepatuhan," imbuhnya.
Sementara itu, anggota KPU Jeneponto Ekawaty Dewi dipecat karena tersandung kasus dugaan kasus pemerasan. Kasus itu diadukan Puspa Dewi yang berstatus calon legislatif dapil IV Sulawesi Selatan dalam Pemilu 2019. Meski pengadu tidak dapat menunjukkan bukti transfer, dalam persidangan terungkap keduanya memiliki relasi yang tidak wajar. Seperti meminjam uang, saling berkunjung ke rumah hingga menginap di kamar yang sama dalam beberapa acara. "Semestinya teradu memahami kedudukannya sebagai anggota KPU Kabupaten Jeneponto wajib bersikap netral dan mandiri," kata Didik.
Adapun Hilwan Paniqi diberhentikan sebagai anggota KPU Garut karena terbukti pernah melanggar UU 15/2011, berdasarkan aduan sesama anggota dan Bawaslu Garut. Pada periode pertamanya menjabat sebagai komisioner KPU Garut 2014-2019 lalu, Hilwan masih menjabat Wakil Ketua DPC PKNU Garut. Hal itu diperkuat bukti Surat Keputusan DPP PKNU Nomor SK-526/DPP-01/VIII/2012.
Tindakan tersebut dinilai DKPP tidak bertanggung jawab dan tidak profesional. "Serta melanggar sumpah jabatan untuk mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi," ujar Didik.(far/bay/jrr)
Laporan JPG, Jakarta