JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Rencana penetapan kursi untuk daerah-daerah tanpa sengketa hasil pemilu dipastikan tertunda. KPU meminta jajarannya untuk menunggu pemberitahuan resmi dari Mahkamah Konstitusi. Sehingga, ada dasar hukum yang kuat bagi KPU untuk menetapkan calon terpilih dan kursi yang didapat di masing-masing daerah.
MK memang sudah mengumumkan perkara yang diregistrasi via website. MK. namun, yang diperlukan KPU saat ini adalah rekap dari perkara-perkara itu. Komisioner KPU Hasyim Asy’ari menjelaskan, pihaknya sudah bersurat kepada MK mengonfirmasi rekap gugatan sengketa hasil pileg 2019.
Mulai dari parpol mana saja yang menyengketakan, jenis pemilu, hingga lokus ataupun tingkatan sengketa. ’’KPU saat ini dalam posisi menunggu jawaban konfirmasi Surat MK,’’ terangnya kemarin. Konfirmasi tersebut akan mejadi dasar bagi KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk menetapkan calon terpilih dan kursi.
Konfirmasi dari MK akan memberi kepastian hukum bahwa sebuah daerah tidak terdapat sengketa hasil pileg. Sehingga, daerah itu bisa melaksanakan tahapan pemilu berikutnya. Karena itu, dia sudah meminta jajaran KPU di daerah untuk menunggu arahan lebih lanjut dari KPU di Jakarta.
Hasyim menambahkan, pihaknya akan mulai mengirim jawaban sebagai termohon beserta alat bukti besok (5/7). Karena itu, sejak Selasa (2/7) lalu pihaknya mengonsolidasikan para pengacara dan jajaran KPU yang terkena imbas sengketa untuk menyiapkan alat bukti.
Sementara itu, MK telah merilis jadwal sidang bagi perkara-perkara yang telah deregister. Perkara-perkara yang amsuk dikelompokkan per provinsi. Pada 9 Juli mendatang, MK mulai menyidangkan perkara di lima provinsi. Masing-masing Aceh, Jabar, Jatim, Maluku Utara, dan Papua.
Ketua KPU Arief Budiman menjelaskan, penetapan calon terpilih maupun kursi bulan ini hanya berlaku bagi DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota, dan DPD. ’’DPR RI sudah pasti tidak bisa ditetapkan (bulan ini),’’ terangnya di KPU kemarin.
Sebab, putusan MK bila amarnya mengabulkan, akan berpengaruh pada perolehan suara. Hal itu bisa saja mempengaruhi ambang batas parlemen alias parliamentary threshold. Bila KPU buru-buru menetapkan, konsekuensinya bisa panjang.
’’Kalau ternyata putusan akhirnya nanti setelah dihitung secara nasional, sebuah partai tidak mencapai threshold, kacau nanti,’’ lanjut mantan komisioner KPU Jatim itu. Karenanya, mau tidak mau KPU harus menunggu hingga putusan MK keluar.